Bela - 33

68 8 0
                                    

"Aku harap, Anda tidak melupakan sosok Farah di dalam hidup Anda," ucap Alvin sembari menatap tajam sosok laki-laki di hadapannya.

"Hah? Jangan bilang, kalau kamu ini anaknya Farah?" tanya Vina yang langsung mengingat kejadian 15 tahun yang lalu.

"Kenapa, Tante? Aku ini memang putra pertama Pak Denian Farel Dinata. Dan, kalau saja Tante tidak terus-terusan mendekati ayah saya, mungkin tidak akan pernah ada cerita malang seorang peri cantik bernama Aliya!"

Bryan yang sedang tercengang di balik tembok, kini mengingat siapa pria yang tengah berada di ruang tamu rumahnya. Pria itu, pernah ia lihat di area kantin tengah duduk berdua bersama ibunya. Kalau kata Mbak Wina, ibunya itulah yang memberikan tumpangan gratis kepadanya hingga bisa sampai di pesantren kakaknya.

Sama seperti halnya Aliya, Bryan juga tidak pernah mengetahui, kalau pernikahan ayahnya dengan ibunya itu adalah pernikahan yang kedua.

Ternyata, ayah bukan hanya ngelakuin kekejaman ke Kak Aliya. Tapi, ke mantan istri dan anak pertamanya juga, batin Bryan.

"Dari mana kamu tahu soal Aliya?!" tanya Deni. Pasalnya, putri pertamanya itu tidak pernah ia umbar ke publik ataupun dikenalkan kepada rekan kerjanya sekalipun.

"Mbok?" ujar Bryan pelan, ketika melihat Inah menghampirinya.

"Ada apa, Den?" tanya Inah yang tidurnya terganggu karena keributan yang terjadi di ruang tamu itu.

"Itu Mbok," Bryan berbicara dengan berbisik, "dia temennya Kak Aliya di Pesantren. Dia dateng ke sini, dan bilang, kalau dia anaknya ayah."

"Hah?" Inah menutup mulutnya yang menganga "Berarti, dia anaknya Bu Farah?" lanjutnya.

Bryan mengernyit. "Lho, Mbok tau soal masa lalu ayah?"

"Iya. Nanti Mbok bahas deh."

"Nggak penting tau dari mana. Yang terpenting itu, Anda harus bisa bersikap adil dan bertanggung jawab, pada saya dan juga Aliya," balas Alvin sembari menunjuk Denian tepat di depan wajahnya.

Plak!

Tamparan keras Denian seketika membuat pipi kanan Alvin memanas dan terlihat merah, ditambah dengan darah segar yang keluar dari ujung bibir kanannya.

"Jangan berani-berani menunjuk saya! Dasar anak sialan!"

Denian hendak memukul Alvin, tapi segera dihentikan oleh tangan seorang pria yang baru saja tiba di rumahnya bersama dengan mantan istrinya.

Alvin yang melihat hal itu, merasa terperengah, karena merasa dibela oleh ayah tirinya untuk pertama kali di dalam hidupnya. Papah bisa jadi hero juga ternyata?

"Anda ini ayah macam apa? Berani melakukan KDRT pada darah dagingnya sendiri. Dia anak sah Anda lho, bukan anak di luar pernikahan. Mengapa Anda biadab sekali?!" tutur Davin sembari memelintir tangan Denian, lalu mendorongnya.

"Hmm, lama tidak bertemu," ucap Deni sembari tersenyum miring kepada Farah yang menatapnya dengan tajam.

Farah memegang pipi anaknya dan melihat ada darah segar yang keluar dari ujung bibirnya. Lantas ia pun menoleh kembali ke arah Deni dengan matanya yang setajam silet. "Kamu gak pernah berubah, Denian! Kamu masih sama biadabnya!"

"Heh, Farah!" panggil Vina. "Jaga anak tuh yang bener dong!"

"Jangan sok-sok-an, Vin. Kamu aja gak bisa ngurus putri kandung kamu sendiri!"

Vina menatap Farah jengah setelah membalikkan perkataannya.

"Mamah tau soal, Aliya?" tanya Alvin heran.

"Iya, Sayang. Dua bulan yang lalu, Wina bilang ke Mamah, nama ibunya itu Inah. Dia juga menjelaskan mengenai Aliya ke Mamah."

"Ah, sudahlah! Lebih baik kalian pergi dari sini! Mengganggu kenyamanan orang saja!" marah Deni sembari mengisyaratkan dengan tangannya untuk keluar dari rumahnya.

"Ayah ternyata lebih buruk dari 'katanya'!" pungkas Alvin yang kemudian keluar dari rumah Deni.

...

"Bangunin kita pas udah jam setengah tujuh, ya, Ma," pesan Sabila yang kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang sembari memeluk guling.

Sidang yang berlangsung sampai pukul 01.00 dini hari, membuat Sabila dan Aliya merasakan kantuk yang sangat dahsyat usai salat subuh berjama'ah. Mereka berdua kelelahan sekali saat berbaring. Selain itu, mata mereka seperti panda, ada lingkar hitamnya, meski tidak terlalu pekat warnanya.

"Jam enam lima belas gue bangunin, biar gak mepet banget. Belum pada mandi kalian tuh," balas Rahma yang sedang siap-siap mandi. Handuk melingkar di lehernya dan ia menjinjing tempat sabunnya.

"Hmmm," balas Sabila yang kemudian terlelap ke alam mimpi. Kalau Aliya, tiba di asrama langsung tepar dia.

Di asrama putra pun begitu, Alpha dan Ghani yang satu kamar asrama, tertidur begitu pulas. Jika Sabila dan Aliya meminta dibangunkan pukul setengah tujuh, lain dengan mereka berdua. Mereka minta dibangunkan pukul tujuh kurang lima belas menit. Anak laki-laki kalau mandi memang secepat kilat, berbeda dengan perempuan yang biasanya lebih lama dari kaum adam itu.

Sama halnya dengan Alvin, yang kini masih berada di kediaman Amarta. Setelah insiden kemarin, yang membuatnya tidak tidur semalaman, ia pun tepar usai pulang dari masjid.

Dalam perjalanan kemarin, Alvin menghabiskan waktu satu jam perjalanan dalam mobil. Kawasan rumah Dinata dan Amarta memang cukup jauh. Namun, Alvin tidak terlalu mempermasalahkannya, karena kini ia merasa akan ada hawa-hawa kebahagiaan yang akan menghampirinya.

"Terima kasih, Pah."

"Terima kasih untuk apa?" tanya Davin yang tengah menyetir mobil.

"Udah bela Alvin."

"Yaa ... sudah sewajarnya. Lagian, sejahat-jahatnya Omah sama Papah di rumah, gak pernah tuh main tangan."

'Ngaku juga, kalau dia udah jahat', batin Alvin agak miris mendengarnya.

"Iya! Tapi, kalian tuh mainin perasaan, tau, gak?!"

Alvin cukup terkejut melihat Farah tak ada rasa segan untuk mengungkapkan kekesalannya. Selama ini, mamahnya acap kali tak pernah angkat suara, meskipun Alvin tahu hati mamahnya itu teriris karena melihat Alvin disakiti secara verbal terus-menerus oleh suami dan ibu mertuanya.

Mungkin, karena insiden hari ini, Farah jadi terlihat lebih protektif. Insting keibuannya menajam.

"Iya, Sayang, iya. Maaf, yaa. Setelah ini, aku janji, gak bakal maki-maki anak kamu lagi."

Ucapan itu, menerbitkan senyuman lebar. Kedua sudut bibir Alvin tertarik, membentuk lengkungan yang sangat indah. Mungkin, mulai saat ini, kehidupannya akan berubah.

***

Bukan Pesantren Biasa✓Where stories live. Discover now