Tamparan - 5

182 12 0
                                    

Setelah salat Isya, ada setoran hapalan lagi sebagaimana setoran hapalan di sore hari tadi. Aliya mengharuskan dirinya untuk sampai pada tengah halaman di surat Al-Insyiqaq, karena sore tadi, fokusnya berlarian ke mana-mana. Memang tidak dipaksakan harus mencapai target, apalagi anak-anak SMP notabenenya belajar agama seminggu sekali. Akan tetapi, Aliya ingin memenuhi targetnya. Waktu dua jam itu cukup lama, mungkin saja cukup untuk menghapal setengah surat Al-Insyiqaq.

Di tengah-tengah hapalan, ia mendadak teringat dengan adiknya, Brian. Biasanya, tiap seminggu sekali, Brian selalu memberinya sebatang cokelat rasa kacang mete yang sangat ia sukai.

"Jadi kangen kamu, Yan," gumam Aliya yang diakhiri senyuman yang terukir seperti bulan sabit.

...

Brian menatap sebatang cokelat yang tergenggam erat di tangannya. Saudara laki-laki Aliya yang duduk di bangku kelas 8 SMP itu merasakan kesenduan karena kehadiran kakaknya sudah tak terlihat di rumah gedong yang ia tinggali.

Dibanding Candra dan juga David, yang sekarang masih sekolah dasar, Brian lebih menyayangi Aliya. Mungkin, hal itu terjadi karena umur Brian yang lebih tua daripada kedua adiknya. Selain itu, Brian sudah lebih lama menyaksikan perlakuan buruk orang tuanya kepada Aliya, sehingga hal itulah yang membuat rasa sayang lebih melekat di hati Brian.

"Ngapain kamu di sini?!" bentak Vina ketika ia melihat putri pertamanya yang biasa makan di dapur bersama Simbok, malah berada di meja makan keluarga.

Aliya yang saat itu masih kelas empat SD lantas terperenjat dan menunduk takut. Ditambah lagi, selain bentakan Vina, tatapan tajam Deni seakan pedang yang menusuk hatinya.

"Brian yang minta Kakak di sini, biarin Kakak di sini dong, Mah, Yah," ucap Brian yang umurnya hanya beda setahun dengan Aliya. Rasa empati Brian memang tinggi.

Jika bukan karena Brian, Aliya tidak mungkin merasakan suasana makan bersama dengan keluarganya. Brian memang yang terbaik bagi Aliya.

"Kakak pergi ke pesantren," Brian mengembuskan napas panjang, "Hm ... cokelat minggu ini dan minggu-minggu selanjutnya, bagaimana, Kak?"

"Brian pengen ketemu Kakak. Kakak pasti bahagia di sana, karena Kakak gak dikasarin lagi sama Mamah, juga Ayah."

"Brian, ayo kita makan malam, Sayang! Kok kamu gak turun-turun sih?" tanya Vina begitu lembut, berbanding terbalik dengan perlakuannya kepada putri pertamanya.

Brian hanya diam tanpa kata mendengar suara ibunya yang menghampiri ke samping ranjang. Ia sangat menyayangi ibunya dan juga kakaknya. Akan tetapi, sikap ibu yang membenci kakaknya, membuat hati Brian seolah terbagi dua, mengakibatkan ada rasa sayang sekaligus benci kepada Vina.

"Sayang ...," bujuk Vina sembari mengelus punggung Brian.

Hal itu, justru membuat Brian menjarakki raganya dengan Vina. Alhasil, Vina pun terpancing emosinya. Raut wajahnya yang terlihat tenang dan manis tadi, seketika berubah penuh kekesalan. Bukan kepada Brian, tapi kepada Aliya.

Bukan Pesantren Biasa✓Where stories live. Discover now