Perasaan Bersalah - 24

74 5 0
                                    

"Bagaimana hasilnya, Abi?" tanya Alpha setelah menghampiri Abi ke ruang kerjanya, ditemani dengan karibnya, Alvin.

Setelah sekian lamanya, kegeraman semakin menyelimuti hati mereka atas sikap Ghani yang tidak lagi bersahaja. Walhasil, nekat kedua pemuda itu menyampaikan keinginan mereka agar Ghani di panggil saja ke BK, untuk konseling. Karena sikap yang Ghani tunjukkan itu, cukup mengkhawatirkan. Seseorang yang ceria tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Tentu, jika ada suatu permasalahan harus segera dituntaskan sampai ke akarnya.

Abi tampak menghela napasnya panjang. Seolah-olah perkara yang dihadapi Ghani bukanlah hal yang sepele.

"Selanjutnya, dari pihak BK akan memanggil Ghani dan Bima secara bersamaan."

"Ghani dan Bima?" tanya Alvin sembari mengernyit.

"Kenapa Ghani dan Bima?" Alpha pun tak kalah penasaran.

"Iya, ada kesalah pahaman di antara mereka "

Alvin dan Alpha saling bertukar pandang satu sama lain. Mata mereka sama-sama membulat. Pasalnya, Bima dan Ghani merupakan kedua orang yang baru saling mengenal. Lalu, kesalah pahaman? Kesalah pahaman apa yang terjadi diantara mereka?

Apa Ghani beneran ngelabrak Bima, karena Bima udah mukulin gue? batin Alvin.

"Kalau dilihat dari kasusnya, Bima yang tidak mau mendengar penjelasan Ghani, justru memperkeruh suasana. Bahkan, wataknya yang keras kepala dan angkuh itu, tak segan-segan akan membuat gara-gara dengan siapa pun yang dekat dengan Ghani."

"Apa?!" Kompak Alvin dan Alpha terkejut.

"Jadi, Ghani menjauh dari kita itu karena tidak mau kami diusik Bima, Abi?" ujar Alvin memastikan kembali.

"Seperti itulah, Nak Alvin."

...

Ghani menelungkupkan wajahnya di atas kedua tangannya yang terlipat. Menyelami alam mimpi dengan nyenyaknya.

Sebenarnya, tidur bukanlah rutinitas Ghani pada jam istirahat. Biasanya, ia suka melakukan kegiatan, entah itu menghapal, membaca buku, berkunjung ke perpustakaan untuk bercengkrama dengan buku atau main komputer, jajan, atau bahkan mencuci baju di asrama.

Ghani tertidur pulas saat ini, karena semalaman ia merasa gundah terus menerus sampai tidak bisa tidur. Setelah melaksanakan qiyamul lail pada pukul 11 pun, Ghani baru bisa terlelap ke alam mimpinya pada pukul 00.25.

Ia merasa khawatir, kalau percakapannya kemarin dengan guru BK akan mengundang permasalahan baru ke dalam hidupnya.

Ustaz Farid, selaku guru BK pesantren Ar-Rahiim, yang merupakan lulusan S2 Psikologi Pendidikan, sangat pandai menarik Ghani agar menceritakan hal yang sengaja dipendam Ghani sendirian selama ini. Sehingga, Ghani pun tanpa ragu menceritakan permasalahannya kepada Ustaz Farid.

Namun, setelah mengobrol dengan Ustaz Farid, kegundahan dan overthingking seketika menghantuinya. Ia takut, kalau dalam waktu dekat ini akan ada konflik lagi.

Selaku mantan pembully, Ghani memiliki rasa bersalah dan ketakutan tersendiri, yang meradang setelah Bima hadir di dalam hidupnya. Meskipun, ia sudah meminta maaf saat upacara terakhir di SMPnya dulu; atas permintaan orang tuanya yang sangat jengkel dengan kelakuan putranya yang baru mereka ketahui. Akan tetapi, tetap saja, perasaan bersalah sangat menghantui Ghani.

Gue gak mau ada masalah. Gue gak mau ribet urusin masalah. Lebih baik gue sendiri, daripada bikin masalah di kehidupan Alpha dan juga Alvin, serta siapa pun itu yang mau berteman sama gue. Gue gak mau lukain orang lagi. Karena ... gue aja gak tau, korban perundungan gue dulu, udah sembuh dari lukanya atau belum? Gue gak tau itu. Lebih baik gue diam aja.

Begitulah yang Ghani pikirkan semenjak ia bertemu dengan Bima. Meskipun, ia harus menerima pahit perlakuan Bima yang salah paham kepadanya.

BRAK!

"WOY!!!"

"Astagfirullah!" Ghani terperenjat kaget dan cepat-cepat beristigfar setelah mendapati kelakuan jahil dari Bima, lagi.

Ya, lagi. Bima tidak ada henti-hentinya menjahili Ghani. Menjahili jemurannya, dengan menjatuhkan ke kubangan air—kalau tanah basah setelah turun hujan—menaruh sepatu Ghani di pohon. Atau kalau sedang berjalan tiba-tiba menyoretkan pulpen dan berkata "Maaf, ya, sengaja. Hahahaha!". Sengaja menginjak bekas pel Ghani saat piket. Ketika piket masak bagian Ghani, Bima suka—bersandiwara—jatuh, sehingga masakannya tumpah, agar ia tidak memakan masakan Ghani.

"Kasian banget, sendirian," Bima menekankan kata 'sendirian', sebagai ejekan untuk Ghani. "Haha ... lo pantes dapetin itu. Dasar pembully!"

Ghani menghela napasnya berat. Apa pun yang mau dikatakan Bima, Ghani hanya memilih diam dan tidak berminat menggubrisnya.

"Eta teh balesanna siah Ghani!" timpal Putra.

...

"Oh, jadi ini alasannya kenapa Bima lebih jahat ke Ghani. Soalnya, Bima itu orangnya emang jail dan sombong. Tapi, kalau ke Ghani, dia lebih agresif gitu buat jailinnya."

"Benar, Vin. Ternyata, ada udang di balik batu, ya," balas Alpha.

"Lebih baik, sekarang kalian istirahat. Urusan Ghani, insyaallah akan segera clear," titah Abi diakhiri dengan senyum manisnya.

"Baik, Abi."

Alvin dan Alpha pun menyalami tangan Abi, lalu mengucapkan salam sebelum mereka keluar dari ruang kerjanya.

Akhirnya, setelah sekian lama mereka penasaran dengan apa yang tengah Ghani alami. Alasan di baliknya pun mereka dapatkan saat ini. Cukup mengagetkan, bahkan mereka sampai bergeming setelah mendengar kebenarannya.

"Kita samperin Ghani terus ajak ngobrol dia gimana? Supaya dia gak ngerasa kesepian terus, Pha," tanya Alvin yang sudah tidak sabar menyambut kehangatan pertemanan bersama Ghani kembali.

"Jangan dulu, Vin. Ada baiknya, kita ngelakuin itu ketika masalah Ghani sama Bima udah bener-bener clear. Jadi euphoria-nya enak gitu lho," opini Alpha.

"Hmm ... Oke deh."

***

Bukan Pesantren Biasa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang