Berubah - 18

76 7 0
                                    

"Rahma, Teteh minta, untuk ke depannya, kamu harus lebih bisa mengontrol emosi kamu," ucap Anis sembari memegang pundak kanan Rahma, "Jangan membabi buta, Rahma. Atau, kamu yang akan binasa karena amarah."

Rahma hanya diam mendengarkan kata-kata Anis dengan wajahnya yang selalu terlihat kusut.

"Aliya minta maaf Rahma, karena Aliya sudah ceroboh. Aku janji, abis ini, pakaian kamu yang basah di tas itu, aku jemurin," lanjut Aliya sembari mengulurkan tangannya agar Rahma mau memaafkannya.

Bukan hal yang mudah bagi Aliya untuk meredakan rasa sakit di masa lalu yang bermunculan karena satu kejadian kemarin. Akan tetapi, Aliya berusaha untuk bisa terlihat baik-baik saja seperti biasanya. Ia berusaha, untuk mengendalikan perasaannya agar tidak terlalu lama larut dalam pedihnya luka.

Rahma melihat ke arah Aliya sejenak. Wajahnya yang teduh, membuat hati kecil Rahma diam-diam merasa takjub. Padahal, ia sudah melakukan hal-hal yang membuat sosok di hadapannya itu sakit hati berulang kali. Namun, perangainya, membuat Rahma sejenak bergeming.

"Oke," balas Rahma sembari membalas uluran tangan Aliya. Raut wajahnya masih terlihat ketus, rasa gengsi masih memegang andil besar di dalam dirinya.

Setelah mendamaikan keduanya, panitia pun membariskan semua peserta MTP di lapang. Jika kemarin merupakan kegiatan yang lebih banyak ke materi dan bertempatkan di ruang tertutup. Maka, kini, kegiatan MTP berfokus pada kegiatan outdoor. Seksi acara pun lantas mengumumkan kegiatan pertama di pagi ini, yaitu pergi ke kebun yang terletak di depan pesantren.

Kebun tersebut merupakan kebun milik salah satu donatur pesantren, yang memang dikelola untuk kepentingan pesantren. Selama tiga angkatan, kebun tersebut selalu dipakai untuk kegiatan MTP, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan berkebun.

Semua santri pun diarahkan menuju ke kebun depan. Setiap kelompok ditugaskan untuk memetik sayur-sayuran yang telah ditentukan panitia. Tentunya, permainan tersebut menggunakan klu-klu yang membuat peserta harus memikirkannya dengan baik.

"Di dalam tubuhku ada biji yang banyak, warna kulitku merah menyala, sensasi rasaku membuat orang ketagihan." Queen membacakan klu pertama.

"Tomat bukan, ya?" tanya Reva sembari menempelkan jari telunjuknya di dagu.

"Enggak, itu cabe," sanggah Rahma yang langsung memetik cabe merah di dekatnya—karena mereka memang berada di sekitar tanaman cabe.

Jika bukan karena permintaan Aliya, yang ingin mereka tidak memperlakukan Rahma dengan sinis, mungkin teman-teman sekelompok Rahma sudah memaki-makinya tanpa ampun, tanpa tega, tanpa kasihan. Kekesalan mereka dengan apa yang sudah dilakukan Rahma semalam, masih begitu melekat di hati.

"Cabe?" tanya Tiara sembari mengerutkan dahi.

"Cabe itu warnanya merah menyala, kalau dibelek ada bijinya banyak, dan rasa pedas selalu bikin orang ketagihan," jelas Rahma dengan telaten.

Aliya yang melihat itu, merasa kalau Rahma lebih tertarik untuk melakukan kegiatan MTP ini setelah terjun ke lingkungan. Mungkin juga, ia punya ketertarikan dengan dunia perkebunan?

"Masuk akal," komentar Aliya.

Mereka pun lanjut membaca klu-klu berikutnya dan berkelena ke tempat-tempat lainnya.

Alvin tengah memetik leunca (terong kecil) di kebun, tapi pikirannya sedang melayang ke hal lain. Ia dianehkan sejak semalam dengan sikap Ghani yang tidak seceria biasanya. Dia tampak lebih murung, ketika ditanya pun, ia tidak mau mengaku yang sejujurnya. Bahkan, mulai di pagi hari ini, Ghani terlihat seperti menghindarinya.

Sikap Ghani yang seperti itu, ternyata bukan hanya untuk Alvin saja, melainkan Alpha pun merasakan hal yang sama dari diri Ghani. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari mereka.

"Woi!"

Alvin seketika sadar dari lamunannya, ia lantas menoleh ke arah Bima yang baru saja mengagetkannya dan tertawa tanpa merasa bersalah setelahnya.

"Leunca-nya aja kali, jangan sama daunnya! Hahahaha ...."

Mendengar itu, Alvin lekas menoleh pada apa yang ia petik. Benar, apa yang dikatakan Bima. Alvin sampai tak sadar memetik daun-daunnya.

Ghani yang berada agak jauh dari keberadaan Alvin, langsung menoleh ke sana, karena mendengar suara tawa Bima yang kencang.

"Gara-gara lo, Ghani, adik gue jadi menderita! Lo celakain dia sampe lumpuh!" marah Bima, "Bahkan, dia gak mau buka suara sama siapa pun semenjak kejadian itu!"

"Itu gak seperti apa yang lo pikirin, Bima!"

"Gue gak mau denger alesan lo! Sebaiknya, lo jangan sok-sok-an ceramahin gue," ucap Bima sembari menunjuk ke hadapan wajah Ghani, "Gue bakal bikin perhitungan sama lo. Inget juga, siapa pun yang deket sama lo, gue bakal bikin perhitungan juga sama mereka!"

"Bima, denger-"

"Minggir!" Bima lantas berlalu meninggalkan Ghani yang belum selesai dengan penjelasannya.

Ghani tidak ingin Alvin maupun Alpha yang telah membersamainya sejak masa karantina itu, mendapatkan penderitaan karena berteman dengannya. Mungkin, menjauh adalah jalan terbaik untuk kebaikan mereka berdua.

Kembali ke kelompok empat akhwat. Sudah lumayan banyak sayur-sayuran yang mereka kumpulkan. Tinggal beberapa poin lagi, mereka akan selesai melaksanakan tantangan yang diberikan.

Rahma mengamati pemandangan asri dan indah yang ada di depan matanya. Ia begitu kagum dengan keindahan alam yang ada di sekitar sana, ia melangkah maju, maju, dan maju, tanpa melihat langkahnya dengan baik. Sehingga, kakinya pun tersandung dengan batu dan membuat lututnya terbentur dengan batu lainnya.

"Aw!"

Aliya yang melihat itu, lekas menghampiri Rahma dan menanyai keadaannya. Tidak seperti yang lain, yang sudah kehilangan respect sejak hari pertama MTP.

"Kayaknya lutut kamu luka deh. Aku bawa plester, mau kamu pakai?" tanya Aliya.

Rahma jadi bergeming melihatnya. Aliya tidak berhenti peduli pada temannya, walau setelah apa yang terjadi.

Tanpa menunggu jawaban. Aliya langsung bertindak, setelah menoleh ke sekitar, kalau tidak ada pria di sana. Ia pun meminta Rahma meluruskan kakinya. Kemudian, Aliya pun membersihkan lukanya dengan air setelah mengangkat rok dan celana panjangnya sampai ke atas lutut, dan menempelkan plester di lututnya.

Aliya ini ... kayak umi kalau aku terluka, batin Rahma.

***

Bukan Pesantren Biasa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang