Tumblr - 21

76 6 0
                                    

Jika ruang OSIS merupakan ruangan eskul termewah pada posisi kedua, maka urutan pertama ruang eskul termewah jatuh kepada ruangan eskul Estetika. Bagaimana tidak? Sebagai eskul yang fokus dalam ranah pereditan, ruangan tersebut terdapat lebih dari dua komputer.

Meskipun peminatnya dari kelas 12 dan 11 ada enam orang, komputer yang ada di ruangan tersebut jumlahnya ada 15. Tidak mengherankan kalau ruang Estetika lebih besar ukurannya dan lebih mewah daripada yang lainnya.

Jadwal kumpul Estetika adalah setiap hari Kamis dengan dibantu bimbingan dari seorang pembina muda, namanya Ustaz Fatih. Selain itu, setelah peminat dari kelas 10 bertambah enam orang, maka Ustaz Fatih sering membawa serta asistennya untuk membantu mengarahkan. Asistennya itu bernama Ujang, lulusan S1 fakultas Informasi dan Komunikasi.

"Udah beres A Ujang," ucap Ghani setelah menyelesaikan tugas membuat posternya.

Ya, Ghani mengikuti dua eskul. Tahfidz dan juga Estetika. Jika eskul Tahfidz ia ikuti belum sepenuh hati, berbeda dengan eskul Estetika. Bagi Ghani, dunia pereditan adalah passionnya.

Ujang pun melihat poster buatan Ghani tersebut. "Bagus, tapi kamu lupa kasih watermark. Kasih watermark-nya, ya. Setelah itu, send ke surelnya Ujang."

"Oh, iya. Siap, A Ujang!"

Rahma melirik sekilas ke arah Ghani yang baru saja menyelesaikan tugas membuat posternya. Ghani gesit sekali, idenya mengalir begitu lancar. Sedangkan Rahma, ia masih setengah jalan karena terlalu lama memikirkan konsep editannya harus bagaimana.

"Allahu Akbar ... Allahu Akbar." Suara azan Asar berkumandang begitu indah ke dalam gendang telinga yang mendengarnya.

"Alhamdulillah, sudah azan. Semuanya, simpan dulu editannya, ya. Kita salat asar berjama'ah dulu."

Semua orang pun lekas menyimpan dahulu editan mereka, agar tidak hilang. Kemudian komputer pun dimode tidurkan. Mematuhi perintah pembina untuk segera memenuhi panggilan Allah, salat berjamaah.

Jika menuruti kata hati, yang lebih disenangi pasti menyelesaikan dahulu editannya, lalu salat. Namun, karena peraturan eskul sudah disepakati seperti itu, mereka harus mengorbankan kesenangan duniawi untuk memenuhi panggilan Ilahi. Terlebih lagi, mereka kenal betul watak Ustaz Fatih yang tegas jika mengenai syariat, jadi mereka tidak mau cari mati.

Semua itu, tidak lain dilakukan Ustaz Fatih untuk membiasakan peserta didiknya agar lebih mengutamakan Allah daripada apa pun. Calon editor Muslim haruslah menjadi insan yang berkompeten dan taat agama.

Selesai salat asar bersama, Rahma yang baru saja memakai alas kakinya, dihampiri oleh Aliya dan juga Sabila. Melihat teman sekamarnya menghampiri begitu, Rahma justru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia merasa risi terus-menerus mendengar kata maaf. Kemarahan akibat tumblr kesayangannya yang pecah kala itu, belum enyah dari hatinya.

"Rahma, aku ...," Aliya menghela napasnya panjang. Perasaan bersalah, sedih, dan lelah menyaksikan sikap Rahma yang skeptis kembali setelah insiden itu, melekat di dalam hatinya. "Ini tumblr serupa dengan punyamu dulu." Aliya menyerahkan sebuah paper bag berisi tumblr yang ia beli dari aplikasi belanja daring.

Rahma yang sejak tadi mengalihkan pandangannya pun melirik Aliya.

"Lihat, sama persis," ujar Aliya sembari memperlihatkan tumblr tersebut di depan mata Rahma.

Alih-alih melihat raut wajah semringah Rahma yang sudah lama tidak Aliya lihat, justru ekspresi Rahma terlihat tidak ada bedanya. Selain itu, matanya yang Aliya harap akan berbinar bahagia, malah terlihat nyalang. Rahma terlihat kesal mendapati tumblr dari Aliya itu.

"Gue gak pernah nyuruh lo ganti," tutur Rahma.

"Tapi, aku sudah bertekad akan menggantinya, Rahma. Bagaimana pun, kecelakaan itu terjadi karena kecerobohanku. Kamu harus terima ini, Rahma," balas Aliya.

"Iya, Rahma. Kamu hargain perjuangan Aliya dong. Terima, ya," timpal Sabila.

"Umi-abi gue bisa beliin lagi kok. Lo simpen aja tumblr itu. Gue gak mau," pungkas Rahma yang kemudian berlalu meninggalkan Aliya dan juga Sabila.

"Loh, Rahma!" seru Sabila. Namun, Rahma tidak menoleh sedetik pun ke arah mereka.

"Gimana sekarang, Sal? Sulit banget dapet maaf dari Rahma," lirih Aliya sembari menatap tumblr mahal yang ia beli dengan mengorbankan uang jajannya selama satu bulan.

Sabila merasa iba. Ia tahu bagaimana perjuangan Aliya untuk bisa membeli benda itu. Ia rela tidak jajan hanya untuk membelinya. Sementara, Rahma malah menolaknya mentah-mentah. Sabila jadi tidak habis pikir dengan Rahma. Rahma kekanak-kanakkan sekali.

Kendati pun begitu, Sabila tidak bisa meluapkan kekesalannya di hadapan Aliya yang sedang bersedih. Bagaimana pun juga, Aliya butuh rangkulan.

"Kamu sudah berusaha, Al. Alhamdulillah, niatmu untuk memperbaiki hubungan pertemanan sudah tercatat sebagai amal baik. Enggak apa-apa, kalau hasilnya gak sesuai sama yang kita harapkan. Inget aja, Al. Allah selalu ada untuk kita. Dia pasti bakal bantu kamu kok. Berdoa jangan putus, ya!" respons Sabila memotivasi Aliya agar tidak patah arang.

Aliya tersenyum tipis mendengarnya. "Hmm ... ya, semoga Rahma bisa memaafkan aku."

"Nah, begitu dong, senyum!" Sabila merangkul bahu Aliya dengan penuh kehangatan. "Sekarang, simpen aja tumblr-nya di kamar aku, biar aman. Takutnya, kalau di asrama gak sengaja kesenggol, pecah. Sayang, kan, udah beli mahal-mahal."

Aliya mengangguk.

"Mungkin juga, nanti Rahma mau nerima tumblr kamu, kan?"

"Amin," ujar Aliya sembari memejamkan mata sejenak.

"Keep husnuzan terus Aliya!" Sabila mengakhiri ucapannya dengan menunjukkan kepalan tanda semangat kepada Aliya.

Senyum Aliya lebih melebar setelah melihat dukungan Sabila yang selalu ada untuknya. "Insyaallah."

***

Bukan Pesantren Biasa✓Where stories live. Discover now