Chapter 53

2.1K 240 127
                                    

"Apa istriku baik-baik saja?"

Wanita yang memakai jas putih itu tersenyum lalu mengangguk. "Nyonya Benedict baik-baik saja, dia terlalu banyak melakukan aktivitas berat yang seharusnya tidak dilakukan oleh wanita yang sedang hamil muda."

Kalimat itu berhasil membuat Vincent terdiam sejenak.

"Hamil? Lily hamil?"

Dokter cantik itu lagi-lagi mengangguk. "Kandungan nyonya Benedict memasuki usia enam minggu, jika terus melakukan hal-hal berat, perutnya akan sering mengalami kram yang berakibat buruk pada janinnya."

Vincent mengangguk mengerti. "Tapi dia dan bayi kami baik-baik saja, sekarang?"

Dokter meisya mengangguk. "Saya sudah memberikan vitamin, dan sebaiknya nyonya Benedict dirawat sampai besok."

"Iya, tidak masalah."

"Setelah nyonya Benedict sadar, kita bisa melakukan USG dan pemeriksaan lanjutan."

Vincent hanya mengangguk dan tanpa mengatakan apapun ia segara masuk ke dalam ruang inap istrinya.

Senyuman tersungging jelas di bibir Vincent, baru juga beberapa hari lalu ia berharap Lily hamil dan dengan cepat tuhan mengabulkannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senyuman tersungging jelas di bibir Vincent, baru juga beberapa hari lalu ia berharap Lily hamil dan dengan cepat tuhan mengabulkannya.

"Kita akan menjadi orang tua, Leana." Vincent mengecup tangan Lily dengan sayang. "Andai aku tahu lebih awal, aku pasti tidak akan mengajakmu bersepeda keliling hutan dan berkemah hingga membuat bayi kita dalam bahaya."

Tangannya bergerak untuk mengusap lembut perut datar Lily. "Maafkan daddy."

"Ssshhh Vin....."

Desisan itu membuat Vincent menatap wajah pucat Lily, sepertinya istrinya itu sudah sadar.

"What do you feel, Leana?" Tanya Vincent seraya membenarkan letak bantal sang istri.

Lily memejamkan matanya. "Tubuhku lemas sekali, Vin." Balas Lily dengan lirih.

Ia merasa tubuhnya baik-baik saja tadi pagi, namun setelah membuat kue Red velvet perutnya menjadi begitu kencang hingga ia tak sadarkan diri.

Apa ia mempunyai penyakit serius?

Vincent mengusap lembut puncak kepala Lily. "Istirahat lagi saja, kita akan pulang saat infusmu habis."

Lily membuka matanya untuk menatap wajah tampan suaminya. "Aku sakit apa?"

Pertanyaan itu membuat Vincent mengulas senyuman tipis. "Kau tidak sakit." Vincent menggerakkan tangannya untuk menyentuh perut Lily. "Dia marah, karena kita tidak mengetahui keberadaannya."

Lily menatap Vincent dengan linglung. "Dia? Dia siapa?" Tanyanya dengan bingung hingga membuat Vincent gemas sendiri.

"Baby." Vincent mengusap lembut perut datar Lily.

AGENTWhere stories live. Discover now