Chapter 42

2.1K 256 125
                                    

"Bawa yang terluka parah ke mansion Benedict, yang luka ringan bawa saja ke lobby belakang." Perintah Yola langsung dilaksanakan oleh anak buah yang John bawa.

Yola berjalan sembari menenteng tas berisi obat-obatan. Ia berhenti sejenak saat melihat segerombolan pria sedang membuka tangki air untuk memadamkan beberapa sudut asrama yang masih terbakar.

"Mi amor...."

Yola menoleh dan mendapati Harvey dan Mars mendekat dengan menaiki sebuah motor. "Kalian akan pergi?'

Harvey mengangguk. "Kami akan ke Capitol Hill."

"Baiklah, hati-hati."

Mars mengendarai motor untuk keluar dari asrama, setelah punggung Harvey tak terlihat Yola baru melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam lobby belakang.

Di sana ada banyak devil dan angel yang terluka ringan hingga Sache dan lainnya bisa membantu mengobati. Sedangkan yang terluka parah Yola alihkan ke mansion Benedict agar mendapatkan perawatan dari Scarlett dan teman-temannya.

Mata cantik Yola berganti pada 3 pria beda generasi yang sedang duduk di kursi sebelah lorong. Yola menarik napas pelan sebelum berjalan mendekat.

Ketiga pria itu menoleh karena kehadiran Yola.

"Mommy tidak apa-apa?" Tanya Darren saat melihat ibunya.

Yola menangkup wajah tampan putranya. "Seharunya mommy yang bertanya, apa kau baik-baik saja?"

Darren terkekeh. "Aku baik-baik saja."

Yola menghela napas pelan, ia berganti menatap 2 pria lainnya. "Anda baik-baik saja?"

Ken mengangguk. "Aku baik-baik saja."

Yola mengangguk dan tersenyum, ia berganti pada pria terakhir di sana. "Uncle terluka karena menyelamatkanku, sekali lagi terima kasih."

"Hmm."

"Jika uncle tidak keberatan, biar Yola yang mengobati luka uncle."

Ben diam sejenak lalu membuka kemejanya yang sudah berlumuran darah.

Yola tersenyum kecil ia duduk di samping Ben dan mulai mengeluarkan peluru yang bersarang di lengan pria tua itu.

Saat Hars dan yang lainnya datang keadaan sudah sangat ricuh, ia hampir saja diserang oleh anggota ENZO jika saja Ben tidak datang menolongnya.

"Mau kemana?"

Darren bedecak pelan. "Aku ingin ke kamar mandi." Ujarnya menatap kesal ke arah Ken. "Mau ikut juga?" Tanyanya dengan ketus.

"Tidak!" Ken melengos begitu saja.

Darren mendengus sebelum beranjak pergi dari sana, meninggalkan ibu dan kedua kakeknya.

Pemuda berusia 20 tahun itu menginjakkan kakinya di lantai kamar mandi, ia memilih mencuci wajah tampannya yang di wastafel untuk membersihkan noda-noda darah di sana.

Darren menghela napas pelan seraya memperhatikan wajah lelahnya. "Dasar sialan...." Ucapnya pelan.

Pemuda bermarga Barrack itu berdecak sebelum beranjak keluar dari kamar mandi, namun langkahnya langsung terhenti saat melihat jejak tetesan darah di depan pintu kamar mandi.

"Aku rasa tadi tidak ada." Gumamnya.

Darren memutar lehernya untuk melihat jejak darah lainnya yang ternyata menuju ruang bawah tanah.

Kaki jenjang yang dibalut sepatu boots itu melangkah pelan mendekati lorong. Tanpa pikir panjang ia memilih masuk untuk melihat siapa pemilik darah itu.

AGENTWhere stories live. Discover now