Chapter 24

3.6K 288 35
                                    

Setelah melakukan penerbangan beberapa jam, mereka akhirnya tiba di salah satu asrama Black Swan yang berada di Los Angeles. Mereka memilih menginap di sana karena keamanannya dan kenyamanannya sangat terjamin.

"Kami akan pergi berbelanja." Ujar Abigail.

Sebenarnya mereka tidak memerlukan izin dari para petinggi Black Swan, namun setidaknya mereka tahu sopan santun karena menginap di tempat mereka.

"Berbelanja apa?" Tanya Daniel sembari menikmati makanannya.

"Ckk kami perlu pakaian saat pesta besok." Amora memutar bola matanya, masa begitu saja tidak mengerti, pikirnya.

"Tidak perlu pergi, butik aunty Delia akan mengirimkan perlengkapan untuk kalian besok." Ujar Daven.

"Kami akan tetap pergi!" Seru Griselda sembari mengulurkan lidahnya pada Daven, hingga membuat para teman-temannya tertawa.

Daven langsung mendelik melihatnya. Hilang sudah citra Griselda sebagai wanita lemah lembut di matanya, yang ada hanya citra wanita yang sangat menyebalkan.

"Kami akan menemani kalian." Ucap William.

"A-apa? Tapi kenapa?" Dengus Alena seakan tidak senang.

"Memang kenapa? Bukankah itu lebih baik? Setidaknya kalian ada yang menjaga." Balas Duarte.

"Hei Massimo, kau pikir kami anak kecil?!" Seru Vivian dengan wajah kesal.

"Tubuh kalian memang seperti anak kecil. Dasar pendek!" Ejek Mario.

"Dasar sialan!" Seru Amora yang hendak bediri dari kursinya, namun langsung ditarik oleh Lily agar duduk kembali.

"Duduk." Ucap Lily yang langsung membuat meja makan hening. "Kita akan pergi bersama mereka." Putusnya yang tidak bisa dibantah anggotanya.

Setelah mengakhiri makan sore itu, mereka langsung bersiap-siap untuk pergi keluar. Suhu udara yang sedikit rendah membuat suasana sore hari menjadi lebih menyenangkan. Mereka juga harus memakai coat dan pakaian panjang agar tidak kedinginan.

"Kau mandi?" Tanya Lily saat melihat Vincent keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada.

"Hmm." Jawabnya seraya mendekati ranjang dan segera berganti pakaian.

Pada awalnya kamar mereka terpisah, namun dengan segala modus yang Vincent lancarkan, mereka berakhir di kamar yang sama.

Lily yang sudah berpakaian lengkap memilih untuk fokus pada ponselnya, ia tidak ingin matanya ternodai karena melihat tubuh telanjang Vincent.

Setelah pria itu memakai celana bahannya, Lily baru bisa menatapnya kembali. Pipinya tiba-tiba memanas saat melihat tattoo wajahnya di dada pria itu.

"Vin..."

"Hmm?" Gumam Vincent yang sibuk membalutkan sweeter hangat pada tubuh kekarnya.

"Kenapa kau membuat tattoo wajahku, sedangkan kau sendiri tahu aku ini seorang agen?" Tanya Lily menatap pantulan wajah tampan Vincent dari cermin meja rias.

Vincent memasangkan jam tangan mewah di pergelangan tangannya, kemudian membalikkan tubuhnya untuk menatap langsung wanita yang duduk di tepi ranjang.

"Yang berpura-pura mencintai di sini itu kau, bukan aku."

Lily terdiam seraya mencerna ucapan pria itu. "Jadi maksudmu...."

Vincent membawa tubuhnya untuk mendekat dan duduk di depan Lily. "Aku tahu ini terlalu cepat untuk mengatakan bahwa aku mencintaimu, tapi memang itu faktanya." Ucap Vincent dengan nada datar tanpa rayuan.

AGENTOù les histoires vivent. Découvrez maintenant