63- Satu Hal yang mengejutkan

92 17 0
                                    

Setelah acara makan itu, Gamal tak langsung pulang ke rumah. Tiba-tiba Dio meminta Gamal untuk datang terlebih dahulu ke kantor firma hukumnya.

Meski malas untuk datang ke tempat itu, namun Gamal tetaplah datang karena Dio berkata akan ada hal penting yang ingin di sampaikan.

Kini Gamal sudah berdiri didepan pintu ruangan Dio, cowok itu menghela napas panjang terlebih dahulu lalu kemudian memberanikan diri untuk membuka pintu lalu masuk.

Setelah berada di dalam ruangan, Gamal bisa melihat Dio tengah duduk di sofa, pria itu memberikan intruksi pada Gamal untuk duduk di sampingnya.

Gamal mengiyakan, cowok itu segera mengambil posisi duduk di sofa panjang tepat menghadap ayahnya.

Tak seperti biasanya, Dio tak basa-basi pada Gamal, bahkan pria itu tak menanyakan kemana anaknya seharian ini.

Dari balik jas hitamnya, Dio mengeluarkan sebuah amplop putih pada Gamal lalu menyodorkannya diatas meja.

Melihat amplop putih itu membuat sebelah Alis Gamal terangkat, amplop apa itu?

Dengan ragu namun penasaran, Gamal meraih amplop itu lalu mengeluarkan selembar kertas dari sana. Gamal membacanya dengan baik-baik.

"Surat permohonan pindah sekolah?"lirih Gamal membaca.

Setelah membaca judul surat itu, Gamal langsung menatap mata sang ayah.

Dio menghela napas pelan kemudian memperbaiki posisi duduknya, kini pria itu menatap Gamal.

"Sudah baca kan?"tanya Dio.

Tatapan Gamal berubah menjadi dalam, cowok itu menatap manik hitam di mata Dio.

"Maksud ayah apa?"tanya Gamal.

Dio menanggapinya dengan santai. "Itu surat permohonan pindah sekolah. Artinya kamu bakal ayah pindahkan sekolahnya."

"Kenapa?"tanya Gamal meminta kejelasan.

"Di sekolah itu kamu kurang fokus Gamal. Ayah lihat penurunan nilai kamu. Lagi pula dari awal kamu minta sekolah di sana, ayah gak pernah setuju."

Gamal membuang muka, bingung dengan alasan ayahnya yang terbilang tak masuk diakalnya.

"Ayah akan pindahkan kamu ke SMA Pelita sesuai rekomendasi guru BK kamu. Kesempatan sekolah itu masuk ke jurusan hukum lebih besar."

Gamal menatap kembali wajah Ayahnya. "Jadi itu alasan ayah pindahin sekolah Gamal? Hanya Karna itu?"

Dio mengangguk santai.

"Gamal gak habis pikir. Gamal aja belum kelas 12, tapi kenapa Ayah ribut soal kemana Gamal bakal kuliah?"

Dio menghela napas pelan, menegakan tubuhnya. "Kan ayah sudah bilang, ayah cuma ingin masa depan kamu tertata dari sekarang."

"Dengan memindahkan sekolah Gamal? Emang ayah bisa jamin Gamal bisa masuk jurusan yang dimau itu?"Gamal menunduk, kemudian senyum miring mulai terlihat dari cowok itu. "Maksudnya jurusan yang ayah mau."

"Apa salahnya nurutin kemauan orang tua? Lagipula selama ini yang hidupin kamu Ayah."

"Oh jadi ayah mengungkit masalah itu?"

Pertanyaan itu seolah membuat Dio menutup mulut, tak menjawab.

"Gamal bukan anak kecil lagi Yah. Gamal tahu mana yang terbaik buat Gamal, dan itu bukan apa yang ayah mau."

Setelah mengatakan hal itu, Gamal merapihkan barangnya lalu bangkit dari kursi dan mulai berjalan pergi.

"Itulah kamu! Membantah orang tua!"kata Dio, perkataannya itu berhasil membuat langkah Gamal terhenti.

Tomorrow (COMPLETED)Where stories live. Discover now