53- Pelukan hangat

136 27 0
                                    

Dara dibuat mematung duduk disamping Gamal, Sedari tadi ia menahan kegugupan serta jantungnya yang tak kunjung berdegup normal.

Keduanya kini duduk ayunan, memandang langit dan menikmati sejuknya malam.

Pandangan mata Dara tertuju pada wajah cowok yang duduk disampingnya dengan mengarahkan wajahnya kedepan, berikutnya pandangan Dara turun ke bawah melihat tangannya yang sedari tadi digenggam oleh Gamal.

Sejujurnya ada banyak pertanyaan atas menghilangnya cowok itu selama sehari full, ada masih banyak hal yang harus cowok itu selesaikan dengannya.

Namun melihat Gamal lagi, entah mengapa Dara merasa senang dan terhibur apalagi saat cowok itu menggenggam tangannya seperti ini, rasanya dunia menjadi damai seketika.

"Gamal?"

"Hmm?" Gamal menoleh.

"Sebenernya seharian ini Lo kemana? Bahkan Lo gak masuk sekolah?"

"Gue di rumah."

Dara mengangkat sebelah alisnya. "Lo sakit?"tanya Dara.

Gamal menggeleng. "Enggak."

"Terus kenapa?"

Setelah pertanyaan itu, Gamal menunda untuk menjawab, cowok itu mengalihkan pandangannya ke arah depan lagi lalu menghela napasnya berat.

Dari helaan napas yang Dara dengar itu, terlihat Gamal tengah menghadapi masalah, meski Dara hanya menebaknya, namun sepertinya itulah alasan mengapa cowok itu "menghilang" seharian ini.

Gamal menatap Dara lagi. "Lo gimana? Kayanya Lo juga punya masalah?"tanya Gamal.

Dara langsung tertodong, sejelas itukah ia seperti punya masalah? Atau... Hanya dia saja yang tahu tapi orang lain melihatnya kalau Dara memang terlihat sedang mempunyai masalah?

Dara menghela napas berat, kemudian gadis itu melihat ke arah langit, melihat bintang indah bertebaran.

"Bukannya mustahil orang gak punya masalah? Manusiawi kan kalo kita punya masalah?"kata Dara.

Gamal mengangguk, menyetujui perkataan Dara.

"Semua orang pasti punya masalah, yang ngebedainnya ya cara mereka keluar dari masalahnya,"ujar Dara, seketika obrolan mereka menjadi semakin serius dan dalam.

Gamal menoleh, benar-benar menatap Dara sepenuhnya. Cowok itu memperhatikan betapa seorang Dara dengan tenang menghadapi masalahnya saat ini, masalahnya dengan cotton candy serta para penggemarnya. Namun apa? Dara bisa melewati itu semua, bahkan ketika banyaknya orang yang membicarakannya akibat video kolaborasi itu, namun Dara terlihat tenang.

"Masalah pasti cepat berlalu kan kalau kita bisa move on?"tanya Dara, menatap Gamal.

Gamal kembali mengangguk.

"Seperti contohnya masalah Kaka gue dan pacarnya, dia pernah datang ke rumah minta maaf setelah dia kepergok selingkuh. Semalaman itu Kaka gue nangis, tapi apa? Dia cepet move on dan akhirnya masalah itu cepat berlalu."

"Kaka Lo pasti laki-laki?"

Dara menggeleng. "Kaka gue perempuan. Gue tinggal bertiga di rumah dan semuanya perempuan."

Kening Gamal berkerut halus. "Bokap Lo...?"tanya Gamal.

Dara mengangkat kedua bahunya.

"Pergi gitu?"tanya Gamal berhati-hati, takut salah berkata.

"Gue gak tau pasti. Tapi sedari kecil gue diberitahu kalau bokap gue udah meninggal, tapi anehnya ibu gue gak pernah ngasih tau dimana bokap gue disemayamkan."

Gamal memasang wajah serius, seperti menarik dengan apa yang Dara ceritakan.

"Sampai saat ini?"

Dara mengangguk. "Setiap gue tanya dimana makam bokap, ibu bilang gak tau. Setiap gue tanya kenapa bokap bisa meninggal alasannya kadang berubah, Karna sakit jantung lah, obat-obatan lah. Gak ada jawaban yang pasti."

Dara menundukkan kepalanya, gadis itu menarik napas dalam-dalam saat menceritakan hal ini.

Gamal mulai merasa tidak enak setelah menanyakan hal ini, apalagi saat ekspresi Dara berubah semakin murung.

"Entahlah mungkin emang ada alasan kenapa nyokap gue gak mau ngasih tau hal itu. Meski sebenernya gue bukan anak kecil yang bisa dibohongin kaya gitu, tapi gue mulai sadar kalau ada yang nyokap gue sembunyikan."

Gamal sedikit iba mendengarnya, namun ia juga jadi kagum dengan sosok Dara. Gadis itu benar-benar bisa memahami keadaannya, gadis itu bisa berdamai dengan orang tuannya meski ia tahu ada hal yang orang tuanya sembunyikan darinya, Gamal juga kagum saat gadis itu bisa menceritakan apa yang menjadi masalahnya. Gamal kagum akan semua itu.

Dara menoleh menatap Gamal. Keduanya saling bertatap-tatapan sampai akhirnya Dara menatap ke arah bawah lagi, tepatnya pada genggaman tangan mereka.

Gamal yang menyadari itu, sontak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Dara.

"Maaf gak sengaja. Maaf juga buat yang tadi."

Dara menatap sebentar tangannya yang sedikit berkeringat akibat Gamal genggam dengan waktu yang lama.

Tak lama setelahnya, tiba-tiba sebuah senyum terbit diwajah cantik Dara. Senyum yang awalnya kecil berubah menjadi tawa pelan, tawa yang membuat Gamal kebingungan.

"Gamal, Lo ternyata lucu banget ya?"

Kening Gamal berkerut dalam, berusaha memahami maksud perkataan Dara.

"Buat pelukan tadi, gak papa,"kata Dara.

Gamal menghela napas legah.

"Tapi kenapa genggaman tangannya di lepas?"tanya Dara.

Gamal langsung membelalak, menatap wajah Dara dengan ekspresi terkejut.

Melihat wajah Gamal yang polos itu, membuat tawa Dara semakin menjadi. Dara benar-benar puas melihatnya.

Dara mengangkat tangan kanannya lagi, lalu mengulurkannya pada Gamal. Gadis itu memberikan kode dengan menggerak-gerakkan jemarinya agar Gamal mau menggenggam tangannya kembali.

Nyatanya Gamal bisa dibilang cowok yang peka, meski gerakannya terlihat ragu untuk menggenggam tangan Dara, namun cowok itu berusaha menyatukan tangannya dengan tangan Dara.

Grep!

Kedua telapak tangan mereka menyatu, kembali bergenggaman tangan.

"Seharian ini banyak yang cariin Lo, termasuk temen-temen sebel di band Lo. Mereka latihan keras biar pas Lo datang, mereka udah siap."

Gamal dengan tenang mendengarkan apa yang Dara katakan lagi.

"Euhh... Setiap guru yang masuk, semuanya nanyain Lo sampe satu kelas dibuat bosen jawabnya."

Gamal tersenyum mendengar hal itu, apalagi saat Dara mengakatakannya dengan nada yang terdengar lucu.

"Tapi lebih sebel lagi gue harus presentasi sendirian,"kata Dara sambil memajukan bibirnya, cemberut.

Gamal tertawa pelan, benar-benar menggemaskan.

"Sorry"

"Untung gue bisa ngatasinnya."

"Tapi lancar?"

"Lancar dong! Meski harus baca skripsinya sebentar doang."

"Gak salah gue pilih anggota kelompok."

"Ya! Lo harus bersyukur."

Malam itu menjadi malam yang cukup panjang dan menyenangkan bagi Dara dan Gamal. Keduanya saling berbagi cerita dan melupakan masalah yang terjadi diantara mereka.

Terkadang jika kita tidak memiliki cara untuk keluar dari sebuah masalah, melupakan masalah tersebut adalah cara yang terbaik. Melupakan masalah yang terbaik adalah menghabiskan waktu bersama teman atau orang yang kita cintai.

-oOo-

Tomorrow (COMPLETED)Where stories live. Discover now