31- Kata Manis

109 24 0
                                    

Dika menatap iba Dara yang duduk disampingnya seraya menundukan kepalanya. Gadis itu akhirnya bisa berhenti menangis setelah 20 menit.

Dika bersyukur, untung saja ia datang tepat waktu, kalau saja ia tak datang saat itu, sudah dipastikan cowok brengsek itu menyakiti Dara dan Dika Takan tinggal diam jika itu terjadi.

"Ra, Lo udah mendingan?"

Dara mendenguskan ingusnya, kemudian ia menghapus bercak air mata yang membasahi pipinya. Perlahan ia mengangkat kepalanya, menatap Dika.

"Maaf udah bikin Lo terlibat,"kata Dara dengan suara serak.

"Gak papa, gue seneng bisa bantu Lo."

Dara masih berusaha menenangkan dirinya. "Lo ada perlu apa malam-malam ke sini?"tanya Dara.

"Eum.. itu,"Dika jadi gelagapan, sebenarnya dia tidak memiliki urusan terlalu penting datang ke sini. "Sebenarnya gue mau ngomong sesuatu."

Dara menghapus ingusnya. "Apa?"

Dika melihat pipi Dara yang masih basah oleh air matanya. Dika tak nyaman melihat itu, cowok itu tiba-tiba menarik tangan Hoodie sebelah kirinya hingga membuat tangannya masuk kedalam Hoodie.

Dika menggunakan itu untuk membasuh air mata di pipi Dara.

Jujur Dara terkejut dengan aksi dari Dika, bisa-bisanya ia memperbolehkan hoodienya basah karena air matanya.

"Gak papa, Lo mau nangis di sini juga gak papa."

"Makasih,"ucap Dara tulus. "Oh iya, Lo mau ngomong apa?"

"Itu... Gue cuma mau bilang sebenernya..."

Dara menyelipkan helaian rambutnya di daun telinganya, ia menunggu kelanjutan ucapan Dika.

"Sorry gue belum pernah cerita masalah ini ke Lo ataupun ke Gina. Sebenarnya selama 2 tahun ini gue LDR-an sama pacar gue."

Dara langsung diam, ia berusaha memastikan Indra pendengarnya berfungsi dengan baik. Apa yang baru saja ia dengar dari mulut Dika.

"Apa? Lo udah punya pacar?"

Dika mengangguk mengiyakan. "Gue lupa mau cerita ke Lo dan Gina."

Dara menganga tak percaya. Benar yang dikatakan Gina, Dika banyak menyembunyikan cerita dari keduanya.

"Dik, waktu Lo pergi Lo gak cerita sama kita berdua. Waktu Lo balik ke sini juga gak cerita, Lo mau pindah sekolah ke sini juga gak pernah cerita. Dan sekarang..." Dara tak sanggup melanjutkan lagi setelah melihat wajah Dika. "Lo juga nyembunyiin kalau Lo punya hubungan sama cewek?"

Dika tertunduk, merasa bersalah. "Maaf gue lupa."

"Sebenarnya apa yang Lo sembunyiin lagi sih dari kita Dik? Lo anggap kita sahabat Lo kan? Lo gak lupa kalau gue sahabat Lo dari kecil kan?"

"Enggak kok. Gue anggap kalian sahabat, bahkan lebih dari itu. Alasan gue gak ngasih tahu kalian berdua kalau gue mau pergi ke Inggris Karna gue gak mau kalian kecewa denger itu, dan selebihnya gue cuma buat kejutan buat kalian."

"Itu yang selalu Lo katakan, 'biar surprise' iya kan?"

"Maaf,"wajah Dika mendadak sendu, ia tertunduk mengakui kesalahannya pada dua sahabatnya itu.

Sejujurnya Dara tak percaya mendengar itu dari Dika, kepercayaan dari satu sama lain di dalam hubungan persahabatan sangat diperlukan, terlebih harus saling terbuka satu sama lain.

"Siapa namanya?"

"Huh?"

"Pacar Lo,"perjelas Dara.

"Dia gak sekolah di SMA kita, dia sekolah di SMA Pelita."

"Itu doang kan yang Lo sembunyiin? Gak ada lagi kan?"tanya Dara memastikan.

"Iya, Ra. Besok gue juga bakal cerita sama Gina, meski mungkin gue bakal di Jambak sama dia."

Dara menghela napas panjang, ia meletakan tangannya diatas pundak Dika kemudian menepuknya pelan. "Nanti gue bantu selamatan nyawa Lo kok."

Dika menatap Dara, kemudian cowok itu tersenyum. "Lo bisa gak senyum kaya gue?"

"Gak bisa, masih gak mood."

"Yaelah, Lo keliatan kaya cewek yang lagi diputusin tau gak Ra? Padahal yang putus tuh Kaka Lo."

"Entahlah, gue merasa ikut merasakan apa yang Kaka gue rasakan. Begitulah kita, saling menguatkan."

Dika meletakan tangannya diatas kepala Dara, membuat gadis itu cukup terkejut. Perlahan Dika mengelus puncak kepala Dara.

"Gue justru bangga sama sahabat gue ini,"gerakan tangan Dika semakin cepat, membuat rambut Dara berantakan. "Lo masih sama aja tau gak? Jadi inget kejadian di taman waktu TK. Lo pernah nangis gara-gara liat gue nangis jatoh dari ayunan."

Dara langsung kikuk, ia jelas ingat kejadian yang cukup memalukan itu. "Gue cuma ngerasa iba."

Dika tertawa mendengarnya, cowok itu mengembangkan senyumnya hingga mata sipitnya tak terlihat lagi.

"Lo bener-bener masih sama persis dengan Dara yang gue kenal."

"Mana pernah gue berubah."

"Kira-kira kalau Lo berubah jadi apa?"

Dara berdeham. "Mermaid mungkin?"jawabnya asal.

Dika tertawa pelan mendengarnya. Sangat menggemaskan.

"AAAA! COWOK SIALAN!"

Tawa Dika seolah terjeda, Dara dan Dika langsung menatap satu sama lain, sama-sama bingung.

"Udah bisa kok teriak kaya gitu,"kata Dara.

Tawa Dika berlanjut setelah mendengar jeritan dari Vannya yang lantang..

"Lo gak ada niatan buat bawain gue minum?"tanya Dika.

"Gak ada, lagian kaya ke rumah siapa aja Lo? Waktu SMP juga ngambil sendiri. Sejak kapan jadi sopan gini?"

"Yaelah, Ra. Gue kan tamu, tamu adalah raja."

"Gak ada Raja yang nyebelin kaya Lo, tukang bohong lagih."

"Dih kapan gue bohong?"

Dara berdecik-decik. "Bukannya udah gue sebutin ya tadi?"

"Iya-iya. Udahlah jangan di bahas."

Dara tak lagi menangapi, tiba-tiba suasana menjadi hening, topik pembicaraan seolah lenyap. Dika yang biasanya banyak bicara tiba-tiba kehilangan kata-kata.

Baik Dika dan Dara, keduanya hanya bisa duduk bersisian seraya menatap arah depan, merasakan hembusan angin malam yang perlahan mulai menutup kulit.

Dika menoleh, perlahan tangan kanannya menyentuh kedua pipi Dara. Cowok itu mencengkram gemas.

Dengan Gemas Dika memainkan pipi Dara yang kenyal. "Tuing! Tuing! Senyum dong."

Dara tak nyaman dengan itu, ia langsung menepis pelan tangan Dika dari pipinya.

"Kebiasaan."

Dika tertawa pelan, kemudian ia beralih menyentuh puncak kepala Dara, ia mengusapnya.

"Sayang."

-oOo-


Gak sengaja, kalo gak vote kita gak jadi temen, makasih

Tomorrow (COMPLETED)Where stories live. Discover now