LVI. Tangisan Langit

318 80 9
                                    

"Tidak, itu terlalu besar. Lebih tepatnya, aku akan membuat langit berhujankan petir. Bukankah itu sangat bagus?"

Eponia menggigit bibir. Ia tahu sekuat apa Rezvon. Itulah mengapa ia lebih takut kepada Rezvon dibanding Aldrich. Rezvon dapat menaklukannya lebih cepat dibanding siapapun. Namun, Eponia tak sudi menunjukkan ketakutannya pada muka umum. Ia membual dan memaki Rezvon, berusaha mengabaikan jantungnya yang berdebar demikian kencang saat setiap kata terlontarkan.

"Ini akan menjadi pertarungan antara bumi dan langit. Membayangkannya saja sangat mendebarkan. Ah, aku mendengar jantungmu yang berdegup kencang di sini. Kau tegang, hm?" Rezvon dengan santai berbicara.

Eponia memakinya dalam hati. Dia menatap Elf-Elf yang pingsan dan berdarah-darah tapi masih hidup. Tak ada satupun di antara mereka yang dapat menyentuh Rezvon. Bahkan panah-panah api, tendangan, dan lain-lain tak pernah mencapai lebih dari sesenti dari lelaki itu.

Langit perlahan bergemuruh. Mendung-mendung tercipta dan semakin tebal tiap detik. Mereka melihat larik-larik petir di balik mendung, mengaum rendah dan tak mengancam. Jantung Rezvon semakin berdentam-dentam karena gairah, tapi dia menahan petir-petir itu.

"Kau tidak bisa ... mengalahkanku."

"Aduh oh aduhai, ke mana dikau pergi?"

"Pada malam yang tampak suram."

"Oh putri, lihatlah di sana."

"Siang tampak menyenangkan dan sangat hangat."

"Tidakkah dikau ingin ke sana?"

Rezvon menggigit bibir erat. Lagu itu meresap ke telinga dan mulai menggedor-gedor barier dalam dirinya. Rezvon merasa tangannya gemetar dan lagu itu mengacaukan pikirannya. Barier perlahan retak, tapi Rezvon bergegas melapisinya kembali.

Dia mengingat kenangan-kenangan bahagia, untuk membuatnya tetap ingat siapa dirinya dan darimana dia berasal. Dia pintar untuk menyadari pengendalian Eponia akan membuat korban melupakan kehidupannya dan hanya ada tali yang menopang mereka.

"Aku ... Rezvon Clarrie Alerian. Aku lahir di kota Ethevan. Aku putra pertama Xerion Alerian. Ugh."

Nyanyian itu semakin mendobrak barier. Ingatannya melayang pada kencan pertamanya dengan Thalia. Itu saat malam hari ulang tahun Catreas dan pesta meriah besar digelar di sama. Thalia dan dirinya menyusup keluar, berjalan-jalan di pasar malam lantas berhenti di padang rumput untuk melihat bintang jatuh. Untuk menemukan keesokan harinya diomeli pendamping Rezvon.

Kenangan itu berganti.

Rezvon melihat dirinya berlutut di hadapan Thalia dan membuka kotak cincin yang harganya selangit. Rezvon ingat dia susah payah mencari cincin itu, mengingat Thalia memiliki selera tinggi dalam memiliki perhiasan. Dia menyuruh perancang cincin untuk memasukkan permata-permata paling berharga di Hyacintho dan emasnya harus yang berkualitas tinggi.

Dia ingat betapa bahagianya Thalia saat itu. Mereka tertawa dan berciuman.

Rezvon menghela napas. Tibalah kenangan paling membahagiakannya.

Dia ingat Sharley yang terkejut melihatnya turun dari tangga. Jantung Rezvon saat itu sangat berdetak kencang dan kebahagiaan menyelimuti dirinya lebih dari apapun.

Putrinya.

Sosok yang tak mirip dengannya, tapi di sisi lain bisa menjadi sangat mirip. Rezvon selalu pedih setiap hari melihat putrinya tumbuh sangat jauh darinya. Dia ingin berlari dan memeluk Sharley kecil yang menangis, dia ingin mencium Sharley kecil yang memiliki wajah imut, dia ingin memberikan penghiburan dan sandaran bagi putrinya.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Where stories live. Discover now