IV. Surat dari Mata-mata

438 96 20
                                    

Albarez, Lespard, dan Lunelien membaca surat yang baru datang dari portal antar dimensi. Mereka mengernyit, kabar yang tersampaikan begitu buruk dan sangat aneh.

Albarez menyandarkan kepala di meja. "Bencana di Hyacintho? Kenapa hal seperti itu terjadi secara beruntun? Semua pasti menganggapnya tidak lazim," kata lelaki yang menjabat sebagai Putra Mahkota itu.

"Sesuatu yang sangat besar telah menghantam Hyacintho, aku yakin itu. Kalau tidak, mana mungkin bencana-bencana ini datang. Dan ini semua tiba tak lama setelah Sharley, Asher, dan Cleon pulang," balas Lespard. Kira-kira ini baru seminggu sejak kepulangan mereka dari Hyacintho.

Asher tak bercerita banyak hal, saat pulang, dia sangat lesu dan lelah. Lespard tak tega bertanya begitu dia tiba, jadi dia membiarkan Asher beristirahat seharian tanpa keluar dari kamar. Namun dibanding putranya itu, Sharley lebih lesu lagi. Dia menjalani hari-hari yang lebih berat dibanding dua pemuda itu. Saking banyaknya, jika tak punya jiwa dan tubuh mumpuni, mungkin bakal setengah gila.

Lespard mengakui Sharley adalah gadis yang sangat kuat. Dia seperti batu besar di pinggir pantai yang setiap hari tertimpa air tapi tetap kokoh.

"Baginda, aku punya firasat buruk mengenai hal ini. Hyacintho berada dalam bahaya," kata Lunelien.

"Ratuku, aku juga mengetahuinya. Haruskah kita memberitahukan ini pada Sharley?"

"Memangnya itu sopan, Ayah? Kita bahkan tak pernah bertemu dengan Yang Mulia Rezvon!"

"Tapi Hyacintho adalah tempat kelahirannya. Dia berhak mengetahui apapun yang terjadi di sana, terlepas dari sopan atau tidaknya kita. Yang Mulia pun akan menutup mulut supaya Sharley tak khawatir."

"Baginda, itu bukan tanggung jawab kita. Biarkan itu menjadi urusan keluarga Alerian. Kita tak punya hak untuk ikut campur," balas Lunelien tak setuju. Dua lawan satu, Lespard praktis kalah. Ia tersenyum, memikirkan itu sangat benar. Baiklah, ia diam sekarang.

"Yang Mulia Ratu, Nona Cherilyn telah datang." Penjaga di rumah kaca itu menghadap mereka. Lunelien mengangguk, memerintahkannya membawa Sharley.

Sharley datang bersama Asher. Lunelien tersentak kala menyadari gaun yang dikenakan Sharley adalah hadiah darinya. Gaun itu hanya selutut, bermotif bunga lavender, pinggangnya diberi pita keemasan, lengan longgar dan berlapis, sepatu tinggi bertali, dilengkapi bando di rambut yang mempercantik gadis itu. Sharley tersenyum secerah matahari.

Siapapun akan jatuh hati pada gadis itu. Bahkan jika seorang gadis sekalipun.

"Saya memberi hormat kepada matahari kerajaan." Sharley membungkuk. Lunelien menyebutnya dengan senang, tanpa ragu memeluknya. Aroma Sharley berbeda hari ini, yaitu aroma papermint yang sama dengan Asher.

"Calon menantuku sudah datang!" goda Lunelien. Sharley memerah, yang lain tertawa. "Ratu bisa saja."

"Eh, tapi kau 'kan memang calon menantu! Di masa depan, kau akan menjadi istri adikku. Untung sekali adikku punya pacar idaman seperti ini," timpal Albarez bersemangat.

"Iya, tapi kau sendiri belum punya calon untuk diperkenalkan pada Ayah dan Ibumu ini," sindir Lespard yang kesal karena anak sulungnya belum punya calon juga. Memang belakangan cukup dekat dengan Nona Sutton, tapi Albarez tak pernah membawanya ke istana untuk diperkenalkan. Putra Mahkota itu jomblo selama delapan belas tahun hidup.

Menyedihkan. Keduluan adik pula.

Albarez terbatuk-batuk. Perkataan Lespard menohoknya sampai ke rusuk, darah seperti menghambur dari mulutnya. "Sepertinya aku punya urusan, dadah." Albarez segera keluar sebelum dihantam kenyataan menyedihkan lagi dari ayahnya. Lespard melotot, mengejar anak sulung itu.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Where stories live. Discover now