XLI. Pasukan Naga dan Keunggulan Elemen

276 73 2
                                    

Naga-naga menabrakkan badan mereka ke barrier. Cakar-cakar dan ekor mereka melejit secepat kilat, berusaha menghancurkan barrier yang kini berlapis sembilan. Semburan api tak berhenti, naga malah semakin ganas karena barrier belum retak sama sekali.

Sepuluh pukulan, dua puluh pukulan, barrier tetap berdiri kokoh. Sampai di seratus pukulan, dua lapisannya hancur. Ketua pasukan segera melapisinya dengan barrier yang baru. Para penunggang dan naganya tampak kesal bukan main.

"Jangan bersembunyi seperti tikus kalian! Maju sini!" teriak salah seorang penyihir hitam. Ketua pasukan menggigit lidah, dia tahu harus keluar. Namun, mereka harus menunggu bantuan istana terlebih dahulu, karena pasukan penjaga di sini hanya ada dua puluh orang.

"Pengecut!"

Para penunggang terus mengejeknya. Penunggang terdepan, yang bertugas sebagai komando dalam penyerangan ini, mengangkat tangan. Ketua pasukan penjaga tak dapat mengerti apa yang dilakukannya, sampai sosok-sosok yang bersembunyi balik tubuh para penunggang melompat.

Itu adalah monster-monster dari pulau Luca ditidurkan. Mereka dengan santainya mendarat di tanah, menyebabkan guncangan-guncangan, dan merangsek maju untuk menghancurkan barrier. Ketua tak pernah melihat monster seumur hidupnya, dia pun menjadi pucat pasi.

"Lawan kami, bodoh!" Komandan penyerangan berteriak. Ia adalah bangsawan dari Mardiem yang muak dengan pemerintahan kerajaan. Dia rakus dan sangat ambisius, menilai bahwa Luca akan mewujudkan harapannya menjadi penguasa.

"Aduh, berisik sekali." Seseorang lewat di depan ketua, angin berpusing di sekitarnya. Sosok itu menembus barrier, karena barrier dapat ditembus dari dalam. Ketua melihat sosok perempuan berjubah, dengan rambut cokelat dan beraroma cokelat pula.

Beberapa orang juga melewati ketua. Mereka terbang dengan Pegasus gagah berbulu putih dan hitam. Hanya perempuan itu yang terbang tanpa Pegasus. Itu menunjukkan bahwa dirinya yang paling kuat. Angin haruslah berada di level tertinggi jika ingin terbang dalam waktu lama.

Pasukan istana mengikuti di belakang mereka. Mereka menyuruh pasukan penjaga untuk menyiapkan ketapel. Jumlah pasukan yang datang tak lebih dari lima puluh, tapi ditambah putri kerajaan itu sudah cukup.

Sharley mempelajari ini untuk waktu yang cukup lama. Dia bisa menciptakan badai, yang artinya sihir elemen anginnya lebih kuat dibanding teman-temannya. Teknik terbang dengan angin bukanlah sesuatu yang sulit. Dia akhirnya memahami elemen terkuatnya adalah angin. Bukan petir, elemen yang hampir selalu dicurahkannya setiap pertarungan.

Untuk pertama kalinya, Sharley menunjukkan kelebihannya dengan terbang seperti ini. Paling banter dia bisa terbang setengah jam. Dengan asumsi tidak terluka, tapi itu terdengar mustahil.

"Ini perang. Tidak mungkin aku tidak terluka," guman Sharley. Cambuk berlapis petirnya berada di sisi tubuh. Jubahnya berkibar ditiup angin kencang. Dia merasa kebas di sekitar kaki, dan berusaha mengabaikannya.

Mereka telah menembus barrier. Sharley disambut oleh naga terbesar, yang matanya berkilat seperti permata.

Roaaarr!

Splash!

Sharley melayangkan cambuknya dan menampar kulit naga yang keras. Petir merambat, merobek kulit tersebut karena cambuk saja tidak cukup. Naga meraung murka, itu tak terlalu menyakitinya. Dia menyemburkan api, tapi Sharley berkelit dan melaju di seputaran api. Panas sekali, tapi ia berupaya tetap fokus.

Muncul pedang halilintar di tangan kirinya. Dia akan menggunakan kekuatan penuh. Tidak perlu basa-basi lagi.

Pedang halilintar dan cambuk petir menghantam moncong naga secara bersama-sama. Itu merobek mulut naga dan membuat darah muncrat dari hidungnya. Sharley tak memberi celah, dia melecutkan cambuk ke mata naga. Namun, sedetik sebelum itu sesosok berjubah hitam menaiki leher naga dan memelesatkan sihir hitam.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Where stories live. Discover now