XXXVI. Penipuan

277 80 10
                                    

Pupil Sharley bergetar. "Apa maksudmu?"

Achilles mendekatkan wajahnya ke wajah Sharley. Dia berbau darah, dan Sharley mati-matian menahan muntah yang naik ke kerongkongan. Darah berpadu alkohol, itu bau yang sangat dibencinya. Dia takkan bertahan lama dengan penderitaan ini.

"Tongkat yang kau maksud pastilah tongkat pengendali angin. Tapi aku tak pernah menyentuh benda itu, seumur hidupku dan seumur hidup ayahku. Sebagai tambahan, aku berumur seratus empat puluh tujuh tahun. Cukup muda untuk ukuran vampir."

Sharley berusaha membebaskan diri, tapi cengkraman Achilles sangat kuat. Dia merasakan area mulutnya ngilu di berbagai sisi. "Bohong. Kau pasti menyembunyikannya di suatu tempat." Sharley mencemooh Achilles.

Achilles mengerutkan hidung, tapi kemudian melepas cekalan. "Ikut aku." Dia menyeret Sharley keluar dari arena pertarungan, melewati lorong panjang yang redup. Sharley dapat bernapas lega karena tak mencium aroma alkohol lagi. Tapi perutnya tetap mulas.

Achilles membuka sebuah ruangan, dan menutupnya begitu mereka masuk. Sharley dapat melihat tempat tidur berbentuk peti mati, mencium aroma asap samar, dan mengernyit pada ruangan bernuansa merah gelap ini. Sepertinya ini kamar Achilles. Dilihat dari betapa mewah dan keeleganannya. Achilles adalah tipe yang akan membuang dan mengumpulkan harta secara imbang.

Dia akan menunjukkan kekayaan Daverell. Meskipun itu harta haram.

"Dengar. Aku tak pernah berhubungan dengan Kiaza. Aku hanya pernah bertemu beberapa kali dengannya, tapi aku bahkan tak pernah menyentuh barang-barangnya. Aku tahu batasan, Tuan Putri Sharley Alerian."

Sharley cegukan. "Kau tahu aku?"

Achilles mengangkat bahu, menjatuhkan diri ke sofa. "Jaringan informasiku luas. Aku pernah mengatakannya 'kan? Lagipula, gerak-gerikmu benar-benar menunjukkan seorang bangsawan. Duduk tegak, tak menunduk, tangan di paha, dan lain sebagainya. Susah untuk melewatkan itu."

"Apa kau punya kamar mandi?" Sharley bertanya, tak mengacuhkan ucapan Achilles. Ia tak perlu mendengar itu.

"Yah, di situ." Achilles menunjuk ke sebuah pintu di pojok kamar.

"Pinjam sebentar ya!"

Tanpa mendengar persetujuan Achilles, Sharley melesat ke kamar mandi. Achilles mengerutkan kening dalam-dalam. Ia bisa mendengar suara muntah dari dalam kamar mandi, lantas terkekeh. Ia menyadari Sharley tak menyukai bau minuman beralkohol. Gadis itu pasti tak pernah menginjakkan kaki di bar. Karena dia hanya akan berakhir di toilet dan teler sepanjang hari.

"Tidak banyak yang punya kelemahan dengan itu," ujarnya.

Tak lama kemudian Sharley muncul. Mukanya memerah karena teler. Achilles menyandarkan badan tanpa membantunya. Sharley ambruk ke sofa depan Achilles, lantas sibuk menggunakan sihir penyembuhan untuk diri sendiri. Achilles memberikan sekotak tisu di laci dan segelas air. Gadis putri itu dengan senang hati menerimanya.

Kenapa dia baik padaku? Sharley mengerutkan kening. Lawan takkan memberikanmu sekotak tisu dan air jika kau teler gara-gara muntah. Dia akan mencemooh dan membuatmu malu. Achilles benar-benar lain. Dia tak kelihatan membenci Sharley, ataupun memiliki niat buruk.

"Jadi, kau benar-benar tak memiliki tongkat Kiaza?" tanya Sharley setelah semenit kemudian. Dia merasa baikan.

"Aku cukup membenci Kiaza, aku kesal kalian menuduh Daverell, jadi jangan marah karena teman-temanmu harus bertarung dengan anak buahku. Aku sangat membenci orang yang menuduh Daverell."

Achilles mendekatkan badan, mencolek dagu Sharley. Bulu kuduk Sharley meremang, sentuhan pemimpin itu begitu dingin. Selain itu, dia selalu salah fokus pada sixpack Achilles. Susah sekali menolak pemandangan ini.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Where stories live. Discover now