Bab 10: Kemah

220 46 39
                                    

Selamat membaca♡

1
2
0

Perhatian!
Cerita ini berlatar distopia Indonesia. Segala kejadian, latar tempat dan waktu, serta kesamaan tokoh hanya kebetulan belaka. Seluruh cerita hanya fiksi tidak berkaitan dengan kenyataan.

Bab 10: Kemah

Selalu ada waktu yang tepat untuk sebuah perasaan. Sekarang, besok, dan nanti tidak ada bedanya. Jika dia memang takdirmu.

***

Suara ombak terdengar berirama. Milan dan Keyra turun dari motor. Milan mengambil satu kantong kertas di tangan kiri gadis itu. Mereka berjalan ke arah Devan dan Chelsea yang sedang memasang tenda. Mereka berdua memang sedikit terlambat karena Milan yang tiba-tiba sakit perut saat di tengah perjalanan. Laki-laki itu segera menepi ke toilet umum. Membutuhkan waktu lama untuk Milan menuntaskan sakit perutnya di toilet. Di sepanjang perjalanan Keyra mengomel panjang karena Milan memakan makanan yang bisa membuatnya sakit perut.

"Wah banyak banget makanannya." Chelsea menatap berbinar pada kantong kertas yang disodorkan Keyra dan Milan. Kedua gadis itu segera menyusun makanan ke dalam keranjang rotan yang dibawa Chelsea.

Milan menghampiri Devan yang sedang memasang tenda. Milan segera membantu, mereka berdua bekerja sama dengan baik. Tidak lama kemudian satu tenda telah terpasang. Milan mengelap keringat di dahinya, matahari sedang bersinar terik meski sudah tergelincir dari puncaknya. Devan mengambil botol minum, menegak air secukupnya. Mereka melanjutkan memasang tenda. Sepuluh menit kemudian tenda kedua terpasang.

Keyra dan Chelsea datang membawa botol minuman dan beberapa buah-buahan. Keyra menatap sekitar bukan hanya mereka yang sedang berkemah. Terlihat dari jarak yang tidak jauh berdiri juga beberapa tenda. Tempat ini memang sering dijadikan tempat untuk berkemah. Pantai yang memiliki garis pantai yang memanjang dengan pasir putihnya menjadi tempat yang tepat untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang terkasih atau sendirian.

Mereka berempat duduk di dalam tenda. Milan dan Devan menikmati buah yang Keyra dan Chelsea bawa tadi. Mereka makan dalam diam sambil melihat birunya lautan.

Hari semakin sore matahari turun ke peraduan. Keyra bangkit berjalan menunduk keluar tenda. Gadis itu berjalan tanpa alas kaki mengabaikan tiga orang yang bertanya dia ingin kemana. Keyra berjalan terus sampai ujung kakinya menyentuh air laut yang menari-nari di sela kakinya. Gadis itu menatap ke kejauhan, mengawasi sang mentari yang perlahan-lahan bersembunyi untuk besok menyapa kembali.

"Kenapa lo suka banget liat sunset?" Seseorang berdiri di sampingnya. Keyra menoleh lalu terkekeh.

"Kenapa ketawa?" Devan kembali bertanya.

Keyra tersenyum tipis. Gadis itu menoleh ke belakang sebentar melihat Milan dan Chelsea yang sedang menyiapkan alat barbeque untuk makan malam. Dia kembali menoleh menatap senja di depan sana.

"Gue jadi inget setahun lalu Milan juga menanyain hal yang sama." Keyra kembali teringat percakapannya dengan Milan di bukit sore itu.

"Lo deket banget sama Milan." Devan ikut menatap sunset di depan sana.

"Bukannya kita berempat emang deket bahkan dari dulu." Keyra menjawab tanpa menoleh.

"Perhatian Milan ke lo beda. Dia keliatan lebih sayang sama lo." Devan berkata pelan. Keyra terdiam mendengar perkataan laki-laki di sampingnya.

"Gue rasa Milan suka sama lo." Devan menatap Keyra. Wajah gadis itu terlihat memesona diterpa matahari senja.

Keyra menatap Devan, tatapan keduanya bertemu. Gadis itu ingin membuka suara tapi niat itu diurungkan. Dia menghela napas masih menatap Devan.

The Killers 120: The Thrilling Fight [on Going]Where stories live. Discover now