Bab 1: Tembakan

1K 102 35
                                    

Selamat membaca♡

1
2
0

Perhatian!
Cerita ini berlatar distopia Indonesia. Segala kejadian, organisasi, latar tempat dan waktu, serta kesamaan tokoh hanya kebetulan belaka. Seluruh cerita hanya fiksi tidak berkaitan dengan kenyataan.

Bab 1: Tembakan

Belajar dari setiap kesalahan. Dalam proses belajar kita banyak melakukan kesalahan. Tetapi itu bukan berarti kita diam tanpa memperbaikinya.

***

Malam hari yang panas langit malam dipenuhi awan hitam. Tidak ada angin membuat udara semakin terasa panas. Daun-daun berguguran, kelopak bunga berhamburan. Malam yang hening tidak ada suara makhluk hidup. Bahkan jangkrik enggan bersuara.

Salah. Ada satu suara yang terdengar samar. Di kejauhan sana terdapat seseorang yang sedang terbaring sambil menatap pasrah pada objek yang berada tidak jauh dari tempatnya.

"Mmm...mmm...mmm." Dia seolah-olah ingin mengatakan sesuatu namun sayang suara yang keluar hanya gumaman tak jelas.

Seseorang yang berbaring tadi terus mengumamkan hal yang sama sambil tetap menatap ke objek di dekatnya. Lelah bergumam atau bahkan dia bergumam karena kelelahan. Seseorang itu menutup mata sejenak sedetik kemudian mata indah itu kembali terbuka bersamaan dengan air mata yang menetes pelan. Di dalam mata indah itu kita dapat melihat objek yang sejak tadi dipandang.

Melihat semakin dalam di mata itu terpantul sebuah cahaya terang. Semakin di telusuri cahaya itu semakin besar. Dia kembali menutup mata kali ini lebih lama.

"Mmm... Mmm... Mmmm," kembali bergumam kali ini lebih pelan. Sekali lagi bergumam dia kembali membuka mata. Kali ini pantulan mata itu lebih jelas.

Di dekatnya objek itu terlihat begitu besar. Cahaya berwarna merah yang saat kecil menjadi teman tapi ketika besar menjadi musuh. Api, cahaya itu adalah api.

Si jago merah sebutan yang biasanya disematkan padanya sedang berkobar-kobar sambil memeluk sebuah bangunan besar. Mulai melahap apapun yang dapat ditemuinya.

Mata itu kembali mengeluarkan cairan bening. Gambaran baru muncul. Bukan objek di depannya melainkan sebuah kenangan muncul.

Berputar. Berdesing. Perlahan kenangan itu muncul satu persatu membentuk warna kehidupan.

***

Enam bulan sebelumnya.

"Dor... Dor... Dor," suara tiga kali tembakan memenuhi seluruh ruangan.

Seorang laki-laki sedang merapatkan tubuhnya ke dinding dengan tangan yang masih siaga memegang pistol. Jantungnya berdetak kencang, dia menarik nafas dalam-dalam. Mencoba mengatur kembali pernapasan.

Tak jauh dari tempat laki-laki tadi terpisah tiga puluh meter terdapat sebuah batu besar. Di balik batu itu seorang perempuan sedang duduk bersembunyi dengan napas yang terengah-engah. Dia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Memegang erat pistol sambil mengawasi sekitar.

Lima belas meter dari batu besar itu seorang laki-laki memakai topi berwarna putih sedang mengisi amunisi pistolnya. Setelah mengisi amunisi dia memompanya. Gerakannya cekatan, tidak berlama-lama dia segera keluar dari tempat persembunyiannya.

Mengendap-ngendap berjalan pelan ke arah utara sesekali berjalan menghadap belakang memastikan tidak ada satu pun musuh yang datang. Setelah berjalan beberapa meter laki-laki bertopi itu tersenyum tipis.

The Killers 120: The Thrilling Fight [on Going]Kde žijí příběhy. Začni objevovat