BAB 45 YANG TERBAIK ADALAH MENERIMA

60 2 4
                                    

Hujan sudah reda, akupun juga memilih untuk menghubungi papa dan mengatakan ingin menyendiri dulu.

Pak Komar memutuskan untuk membawa Kak Chan ke panti asuhan tempat dimana dulu kami tinggal. Tempat yang cukup aman untuk merawat Kak Chan.

Tengah malam setelah hujan reda kami berangkat. Aku memilih pulang terlebih dulu dan membereskan baju, kemudian menyusul Pak Komar.

Papa dan mama terus membujukku untuk mengatakan sesuatu, aku terus mengatakan ingin menyendiri. Merekapun menyerah dan mengijinkan.

Tak terasa sudah 3 hari kak Chan mendapat perawatan sederhana di Panti.

Suhu badannya mulai menurun, tapi dia belum juga sadar. Sehari-hari aku menunggunya, dan mengganti kompres di kepalanya.

Setiap hari dokter di puskesmas dekat Panti datang memeriksa. Meskipun dokter mengatakan sudah ada kemajuan, tapi kak Chan belum membuka matanya.

Pagi ini aku kembali tertidur saat menjaganya, baru terjaga saat tiba-tiba aku merasakan tangan kak Chan bergerak menyentuh pipiku.

"Kak Chan.." Ucapku lirih.

"Kakak sadar?"air mataku kembali menetes.

"Maaf.."demikian ucapnya tersendat.

Aku menggeleng.

"Jangan banyak bicara dulu, kakak harus cepat pulih ya."

Perlahan dia menyeret tubuhnya sendiri, supaya bisa terduduk dan bersandar dibantal. Sepertinya sudah lama dia sadar, tanpa sepengetahuanku.

Kak Chan tersenyum menatapku. Matanya berkaca-kaca. Aku dapat melihat kesedihan dalam tatapannya.

"Maaf" ucapnya sekali lagi.

"Stop kak!lupakan semuanya.." pintaku lirih. Aku segera mengambil air minum.

"Mau minum?" tawarku. Kak Chan menggeleng.

atau.." Aku meletakkan gelas berisi air yang kuambil.

"Kakak makan ya?"aku mengambil piring yang berisi bubur, masih hangat di meja sebelah tempat tidurnya.

Setiap hari salah satu pengurus dari panti selalu menyiapkan, untuk jaga-jaga apabila kak Chan sadar.

"Kenapa kamu menungguku El?"tanya Kak Chan membuatku spontan menatapnya.

Aku tersenyum menggeleng.

"Aku tidak bisa menemukan mama kamu."lanjutnya.

"Mama sudah ketemu kak. Sudah please jangan pikirkan itu ya, lupakan semua itu. Pikirkan kesehatan kakak" saranku masih dengan suara lirih.

"Ketemu?" kak Chan menatapku penuh tanya.

"Yaa, tapi sudahlah." lagi-lagi aku tak ingin membahas.

Kak Chan menghela napas.

"Maaf." ucapku

"Aku yang harusnya minta maaf." lanjutku menggenggam tangannya.

"Buat apa?"

"Maaf, karena keinginanku menemukan mama, kakak harus menderita seperti ini." Aku tertunduk dan lagi-lagi air mataku menetes.

Kak Chan menggeleng, menghapus air mataku.

"Bukan salah kamu El, kakak yang salah, selalu berpikir yang penting dapat uang yang banyak, lalu kita bisa cari mama kamu sama-sama tanpa berpikir panjang, dan mungkin dunia memang tidak menginginkan kakak bahagia." Jawab Kak Chan.

Kami sama-sama terdiam.

"Jangan ngomong seperti itu. Sudahlah kak lupakan itu. Bisa jadi Tuhan sedang menguji kekuatan ikatan kasih sayang diantara kita.." jawabku tersenyum lembut.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now