BAB 39 TIDAK TERLEPAS DARI SKENARIO TUHAN

11 1 0
                                    

Aku bergeleng pelan.

"Lanjutkan ceritanya pa, aku masih punya kakek?" Tanyaku heran. Ya sampai usiaku 5 tahun bersama mama, mama tidak pernah menceritakan tentang kakek. Mama hanya punya saudara bernama tante Mer.

Papa menghela napas.

"Yaa nak, kamu masih punya kakek, namanya kakek Rahman, dia papanya mama kamu. Mama kamu anak tunggal sama seperti Papa, nenek kamu meninggal saat melahirkan mama kamu."

"Apa kakek Rahman tidak tahu keberadaan mama?" Tanyaku terburu.

Papa menggeleng.

"Semenjak tahu mamamu hamil, kakekmu mengusir mamamu dari rumah nak. Untuk itulah kakekmu meminta maaf ke papa dan menyatakan menyesal, karena dimasa tuanya sekarang dia merasa kesepian"

"Kakekmu tipe orang tua yang otoriter dan sedikit keras. Apalagi semenjak istrinya meninggal. Mama kamu selalu menjadi korban kekerasannya. Tante Mer itu bukan saudara kandung mama kamu nak, tapi sepupu. Sepupu dekat mama kamu."

"Jadi mama di usir dalam keadaan hamil pa?" Aku menitihkan air mata. Kenapa nasib mama seburuk itu.

"Kenapa papa tidak terus mencari waktu itu?"

"Dengarkan papa dulu nak"

"mamamu yang memilih pergi, papa tidak kurang-kurang mencari mamamu dan hasilnya nol" Jawab Papa lirih.

Tuhan inikah kerumitan skenarioMu?

"Nak, apa kamu benci sama papa?" Tanya Papa Dirga takut-takut dengan mata berkaca-kaca.

Aku menggeleng perlahan.

Seandainya semudah itu membenci seseorang. Apalagi membenci papa Dirga, yang sudah begitu baik kepadaku. Aku bukan tipe orang yang mudah membenci orang lain, karena jika dipikirkan kembali tidak sepenuhnya semua yang terjadi adalah kesalahan Papa Dirga.

"Tidak semudah itu Pa" Jawabku menangis bersandar di lutut dengan kedua tanganku menekuk. Aku harus belajar mencerna kenyataan hidup yang terjadi. Belajar mengerti, walaupun sulit.

"Maafkan papa Nak, ini kesalahan papa, tapi kamu ikut menanggungnya. Bukan hanya kamu, mama Nenci juga"

Papa Dirga terisak sembari mengelus kepalaku.

Perlahan, aku mengangkat kepalaku dengan air mata berlinang, kemudian menatap papa.

"Semua sudah terjadi pa aku bisa apa?" Ucapku.

"Kamu anak kandung Papa nak, anak Papa..." Papa langsung memelukku dengan penuh perasaan, dan aku tidak bisa menolak. Aku juga tidak bisa marah ataupun memberontak, bagaimanapun juga ini kenyataan yang harus aku terima.

Meskipun bingung, meskipun aneh.

"Mama Nenci tahu tentang ini semua?" Tanyaku melepaskan pelukkan papa Dirga.

"Yaa, mama kamu tahu nak, papa sudah menceritakan semuanya terlebih dulu. Meskipun awalnya papa juga takut, tapi papa harus menceritakannya, apapun resikonya. Dan yang membuat papa bersyukur, diluar dugaan mama menyikapinya dengan bijaksana. Padahal dia ikut menuai dosa dari kesalahan papa di masa lalu, tapi dia kesampingkan semuanya itu. Kalau sampai sekarang, kami tidak dikaruniai seorang anakpun, itu jelas kesalahan papa" Papa membuka kacamatanya yang buram, penuh embun air mata.

"Salut sama mama Nenci, papa beruntung mendapatkan istri sebaik dia.."

"Bukan sebuah keberuntungan nak, tapi anugerah.." Jawab papa tersenyum.

Papa benar.

"Aku jadi ingat perkataan Miko pa.." Ucapku dengan sesenggukan yang tersisa.

"Kata Miko, tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Apa yang harus terjadi, pasti akan terjadi, karena Tuhan tidak pernah iseng ketika mengatur hidup manusia. Miko benar pa.." Aku menghapus air mata yang terus mengalir di pipiku.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now