BAB 22 PINGSAN,RUMAH SAKIT, DAN KEHENDAK TUHAN

14 1 0
                                    

Penjelasan Pak Arlan masih membuatku tidak percaya, lebih tepatnya tidak ingin percaya. Papa terus menggenggam tanganku.

Apakah ini alasan Kak Chan meninggalkanku 10 tahun yang lalu di tengah hujan?

Kenapa dia sampai melibatkan diri menjadi bagian dari anggota Mafia tersebut?

Aku benar-benar tidak bisa membayangkan, Kak Chan yang polos saat usianya sepuluh tahun, Kak Chan yang menyayangiku dan selalu menasehatiku sekarang terlibat dalam sebuah organisasi hitam.

"Itulah alasan papa nak,papa tidak ingin kamu semakin sedih dengan kabar ini..." Papa masih terus menggenggam tanganku.

Aku menangis terisak, dan tubuhku gemetar.

"Oo yaa..Soal mama nona El, masih belum ada kabar terbaru, tante nona El di surabaya, katanya sudah lama pindah rumah, dengan suami barunya di Semarang. Di Surabaya tinggal anak-anaknya dan mantan suaminya. Kami sudah mengantongi alamat tante nona El di Semarang, dan pihak kami segera meluncur kesana. Semoga ada kabar terbaik. Maaf nona El..." Pak Arlan meminta maaf dan tidak lama kemudian pamit untuk pulang. Aku masih linglung, hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Tidak lama setelah Pak Arlan pulang dan suara mesin mobilnya menghilang. Mobil yang dikendarai Pak Deden terdengar dan kemudian terhenti.

Tidak lama kemudian Mama Nenci datang ke arah kami.

Melihatku menangis, dia langsung berjalan cepat menghampiri aku dan Papa Dirga.

"El?Kamu kenapa?Ada apa Pa?" Tanya mama, langsung duduk di sebelahku dengan wajah cemas.

"El sudah tahu semua ma, Pak Arlan baru saja pulang." Jawab Papa sembari menghela napas.

"Mama kan sudah bilang, El harus tahu dari awal karena pasti lambat laun akan tahu juga, buat apa ditunda-tunda?" Mama Nenci langsung merengkuhku dalam pelukkannya.

"Jangan dipikirkan terlalu dalam ya El, pasti ada solusinya ya.." Mama Nenci berusaha menenangkanku.

Tangisku semakin pecah dalam pelukkan Mama Nenci.

Perlahan aku mulai mendengar bunyi suara hujan berjatuhan. Aku semakin memeluk erat mama Nenci. Tubuhku mendadak lemas. Tanda-tanda traumaku sudah menunjukkan gejalanya.

"El, kamu baik-baik saja kan?" Tanya mama yang terdengar lirih ditelingaku. Aku sudah tak mampu lagi menjawab, lidahku kelu.

Hujan yang tiba-tiba datang, sudah dipastikan akan membuatku tak bertenaga. Aku sudah terbiasa dengan semua ini. Aku mulai merasakan tanda-tanda akan pingsan dan benar saja, beberapa menit kemudian setelah pandangan mataku berubah menjadi pelangi berwarna-warni dan kabur, seketika aku kembali tak sadarkan diri. Tepat dipelukkan Mama Nenci.

*******

Aku sedang mengendarai mobilku menuju ke kantor, tepat di stopan lalu lintas sebrang jalan, aku melihat Kak Chan berjalan memakai baju serba hitam. Tanpa pikir panjang aku keluar dari mobil dan berlari mengejar Kak Chan sambil berteriak memanggil namanya.

"Kak Chaaannn!" Seruku dengan suara lantang, setelah keluar dari mobil dan berlari nengejarnya, rasanya jauh sekali aku sampai merasakan peluhku sudah berjatuhan di wajahku.

"Kak Chaannnn!"Teriakku sekali lagi. Aku sudah berlari sekuat tenaga mengejar Kak Chan dan memanggilnya dengan lantang tapi tetap tidak bisa membuatnya menoleh ke arahku atau menghentikan langkahnya.

Bahkan aku yang berlari secepat mungkin, tetap tidak bisa mengejarnya yang hanya berjalan pelan.

"Kak chaaaaann!" Seruku sekuat tenaga, dan seketika aku terbangun dari mimpiku, dengan posisi terduduk.

Tangisan HujanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz