BAB 36 DICULIK DAN DISEKAP

11 1 0
                                    

Saat aku akan menuruni tangga, baru sampai ditangga kedua.

"Jangan bergerak..!" Seru seseorang berpakaian serba hitam dengan penutup wajah, hanya terlihat matanya saja, sedang menodongkan senjata berapinya ke hadapanku dan Miko.

Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat.

Aku terpaku, diikuti dengan Miko yang juga terkejut dengan kedatangan tamu tak diundang tersebut. Miko langsung menggenggam erat tanganku.

"Bawa mereka..!" Perintah lelaki bersenjata itu kepada beberapa orang suruhannya yang segera berjalan menghampiriku dan Miko.

Aku melihat pemandangan yang tidak menyenangkan, mbak Ina dan dua security penjaga rumah kami diikat kedua tangan dan kakinya, mulut mereka juga ditutup, sehingga mereka hanya mampu memberontak dalam bisu sembari menggerak-nggerakkan badan mereka percuma, karena ikatannya terlihat sangat kuat sekali.

"Kalian siapa?"Tanyaku.

"Ikut saja, jangan banyak tanya!" Jawab salah satu dari mereka, menarikku dengan kasar.

Miko berusaha memberontak tapi dia tetap kalah, karena senjata api yang dibawa lelaki misterius itu terus siaga.

Kami dipaksa turun dari tangga dengan tangan yang terikat tali. Mereka mengikat tangan kami dengan cepat, seperti sudah terlatih.Sampai di halaman depan rumah, aku dan Miko lalu dipisahkan.

Gerombolan penculik itu membawa 2 mobil, aku dimasukkan ke dalam mobil jeep, dan Miko dimasukkan kedalam sebuah mobil box.

Tuhan jagalah kami, hanya itu yang terus kupanjatkan.

Mobil box yang ditumpangi Miko melaju terlebih dahulu, dan menjauhiku dengan cepat. Sedangkan mobil yang kutumpangi masih bertengger di depan rumahku. Aku berusaha berteriak. Tapi tetap tak membantu, hanya menyisahkan kering di kerongkonganku, karena sudah dipastikan tidak akan mungkin terdengar dari depan.

Rumah disekitar komplek sangat tinggi dan besar, disamping juga jarang sekali penghuninya ada di rumah.

Hampir 30 menit, tanganku terikat dan dibiarkan di mobil Jeep. Sampai seseorang masuk ke dalam mobil jeep dan membuatku terbelalak.

Bukan karena dia telah membanting pintu mobil dengan sangat kencang, tapi karena dia membuka kain penutup wajah, dan dengan jelas aku dapat melihat wajahnya.

Spontan aku menyebut nama "Kak Chan.." lirih. Aku baru sadar, mobil jeep yang kutumpangi adalah mobil jeep yang tadi aku kejar.

Ya benar, dia adalah "Kak Chan"

Orang yang selama 10 tahun ini kucari, sekarang dia ada di hadapanku, tapi justru membuatku tidak mampu berkata-kata.

Tubuhku gemetar, air mataku spontan berjatuhan.

"Kak Chan?" Ucapku lirih sekali lagi, karena tidak tahu harus mengatakan apa.

Tapi kak Chan tanpa ekspresi, memilih langsung melajukan mobilnya dengan cepat dan kasar.

"Tolong katakan, benarkah kamu Kak Chan?" Tanyaku masih dengan air mata berlinang.

Dia masih tidak menjawab, aku seperti sedang berbicara dengan orang tuli.

Padahal aku terus memandangi wajahnya dengan berlinangan air mata. Sayangnya kak Chan tidak bergeming sedikitpun, jangankan menoleh, melirikpun tidak.

Aku tidak menyerah, sepanjang perjalanan aku terus memanggil namanya, meskipun terdengar percuma. Hingga akhirnya akupun memilih menyerah, karena merasa memang percuma.

Seketika, bukan rasa takut yang sekarang aku rasakan, namun kesedihan dan kekecewaan. Sedih dan kecewa karena kak Chan tidak mengenalku. Padahal harusnya aku lebih memikirkan keselamatanku, karena seandainya benar Kak Chan adalah orang yang berbahaya seperti yang dikatakan Pak Arlan, nyawaku jelas sedang terancam. Tapi aku tidak memikirkan itu sama sekali.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now