BAB 19 MENYELIDIKI

16 3 0
                                    


Miko seharian menemaniku di kantor. Dia membantuku menghubungi dan mencocokkan bukti pembayaran ke perusahaan yang menjual mesin tersebut. Siapa tahu ada pemalsuan transaksi ataupun harga barang.

Jelas aku tidak bisa menjadwalkan pertemuan dengan Pak Arlan, urusan tentang Pak Ari lebih penting.

Aku sibuk membaca kontrak kerja away kosmetik. Paling tidak harus bisa segera di meetingkan bersama staff karyawan lain dan project kerjasama selesai tepat waktu.

Tak terasa waktu berjalam cepat, malampun tiba dan kamipun harus pulang. Seluruh staff karyawan sudah pulang, kecuali ruang produksi yang memang beroperasi 24 jam dengan sistem shift.

Jalanan ibukota malam ini lebih sepi dibandingkan dengan tadi pagi yang padat merayap.

"Pulang kantor langsung istirahat El.." Saran Miko kepadaku.

Miko menatapku dengan senyuman manisnya.

Aku hanya membalas senyumannya dan mengangguk.

"Aku memikirkan Papa Dirga Mik.." Jawabku memegang keningku dengan jemari tangan kiriku.

"Om Dirga tipe yang tegas dan bijak, aku yakin dia punya solusi yang terbaik. Kamu tenang saja El." Miko mencoba menenangkan perasaanku.

"Bukan soal itu, papa kurang care apa sih ke karyawannya?Dia bahkan menperlakukan seluruh karyawannya seperti keluarga loh, sudah sebaik itu, masih ada juga yang curang. Gak habis pikir.." Dengusku dengan nada kesal dan tidak terima.

"Semua orang kan bisa berubah karena keadaan El. Sudah kukatakan berkali-kali kan tidak ada yang sempurna." Miko masih berusaha menenangkanku.

"Kamu tadi ngapain saja sama Pak Ari?" Tiba-tiba aku ingin tahu.

"Ehmm, hanya ngobrol biasa sih, Pak Ari orang yang sulit di dekati. Dia hanya menjawab kalau aku bertanya, tidak ada percakapan timbal balik yang seru, aku malah yang mendominasi. Dia pribadi yang tertutup El." Jawab Miko dengan pandangan fokus ke depan. Aku menoleh dan memperhatikan dengan seksama.

Berarti benar yang dikatakan Vira, Pak Ari adalah tipe yang tertutup, dan susah diajak ngobrol.

"Satu lagi El, tatapan wajahnya Pak Ari. Setiap kali aku mengajak mengobrol ataupun bertanya, Pak Ari menjawab dengan tatapan yang kurang fokus, gelisah dan gugup seperti menyimpan masalah. Apa keluarganya ada masalah? Aku sempat berpikir seperti itu." Lanjut Miko mengemukakan pendapatnya.

Aku menghela napas dan membenarkan posisi dudukku.

"Vira juga mengatakan seperti itu, gak jauh beda sih.." Timpalku lirih.

"Sudahlah El, semua pasti bisa diatasi jangan terlalu dipikirkan yaa, sudah sampai rumah nih."Miko menghentikan mobilnya.

"Gak ketemu mama papa dulu..?" Saranku.

"Iya boleh, numpang mandi lah. Gerah!bajuku yang ketinggalan masih ada kan tidak kamu pakai?"Goda Miko.

"Lebay.." Aku langsung membuka pintu mobil dan masuk ke rumah. Miko menyusul dibelakangku.

"Malam ma, pa.." Sapaku ke Mama Nenci dan Papa Dirga ketika sudah sampai di ruang tengah. Aku menghampiri mereka dan mencium tangan dan pipi kanan kiri keduanya.

"Kelihatan lelah sekali nak.." Papa Dirga memperhatikanku, mungkin memang terlihat sekali kalau wajahku lesu.

"Lumayan pa.." Jawabku sembari tersenyum.

"Ada Miko?" Mama nyeletuk setelah melihat Miko yang senyum-senyum seperti biasanya.

"Malam tante..om" Miko menyalami mama Nenci dan Papa Dirga.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now