BAB 25 PERSAINGAN BISNIS PROPERTY

9 0 0
                                    

Aku dan Mama Nenci sama-sama terdiam beberapa saat.

"Ya sudah El, kamu tidur dulu, besok pagi ada dokter yang memeriksa kamu. Kamu perlu banyak istirahat." Saran Mama.

Entah ingin mengakhiri pembicaraan supaya tidak terlalu dalam bahasannya, atau memang Mama Nenci benar-benar ingin aku segera pulih, sehingga menyarankanku banyak istirahat.

Apapun alasannya, Aku memilih menurutinya dengan mengangguk, mama Nencipun beranjak dari tempat tidur mencium keningku dan mengucapkan "Night" lalu berjalan pergi meninggalkanku sendiri.

*******

Pagi ini aku tidak bisa ikut sarapan pagi, kakiku masih terasa ngilu, ada banyak memar dan bekas baretan di lengan dan kakiku. Pelipisku ternyata lecetnya juga lumayan.

"Pagi non El..." Sapa Mbak Ina sembari membawa nampan makanan, berjalan menghampiriku.

Aku tersenyum menatapnya.

"Aku masakkin sup jagung kesukkannya non, masih anget loh non.." Lanjutnya menaruh nampan berpenyangga di depanku. Akupun membenarkan posisiku, duduk dan bersandar dengan bantal.

"Non,kok bisa seperti ini? Hmm, kalau ingat kemarin semuanya sangat panik. Bapak dan Ibu kebingungan, apalagi Mas Miko lebih mirip orang kesetanan mondar-mandir telepon orang sana sini. Kok jadi serem seperti di tv tv pakai acara diculik segala si non?" Mbak Ina memperhatikan wajah, tangan, dan kakiku.

"Bener-bener keterlaluan itu penculiknya, orang cantik-cantik dibuat seperti ini. Sakit semua yaa non?Boleh dipijat?" Tanya Mbak Nia mengelus betis depanku, yang terdapat banyak bekas luka memar dan baretan.

"Bentar lagi dokter keluarga dateng kok, saya dapat info dari ibu sekitaran jam 9 atau jam 10, cepet sembuh pokoknya non gak tega lihatnya" Mbak Ina matanya berkaca-kaca.

Aku tidak menyangka kalau Mbak Ina sebegitu perhatiannya kepadaku. Aku bisa melihat kekuatiran dimatanya.

"Makasih mbak, syukurlah Tuhan masih melindungiku." Jawabku.

"Iya non, orang baik pasti akan selalu dijaga sama yang diatas. Semoga pelakunya cepet ketemu dan dapat hukuman setimpal-timpalnya." Mbak Ina masih berbicara dengan mata berkaca-kaca.

"Ya sudah non makan yang banyak ya biar cepat sehat lagi." Saran Mbak Ina menyodorkan mangkuk dan mendekatkan nampan di depanku. Sup jagung buatannya asap panasnya masih mengebul.

Meskipun sedikit mual, aku mencoba untuk mengisi perutku. Sesekali aku masih terbayang-bayang aroma tidak mengenakkan di gudang dan di rumah sempit itu.

Dan benar saja, baru satu suapan sup jagung.

"Huek.." Akupun merasa ingin muntah. Aku berusaha menahannya, sebelum sampai ke toilet.

Mbak Ina segera menuntunku ke toilet dan akhirnya aku memuntahkan makananku. Tekanan di perutku sampai terasa ngilu, yang keluar dari perutku selebihnya hanya air yang berasa pahit.

Tubuhku semakin lemas, rasanya gak kuat berjalan. Mbak Ina yang berusaha membopongku juga tidak kuat.

"El kamu kenapa?" Miko tiba-tiba datang dengan wajah paniknya. Tanpa pikir panjang, Miko menggendongku, kemudian membaringkanku di tempat tidur.

"Syukurlah ada mas Miko.., ya sudah jagain ya mas. Saya ke belakang dulu, Ibu sama Bapak pagi-pagi keluar ada urusan penting katanya, waktu non El masih tertidur. Sebentar lagi juga dokter datang buat periksa nona El." Mbak Ina menjelaskan sembari pamitan untuk keluar kamar. Miko mengucapkan terima kasih.

"Apanya yang sakit El?" Tanya Miko mengelus keningku. Aku hanya menggelengkan kepala.

"Aku gapapa cuma mual banget. Masih kebayang-bayang aroma yang bikin mual di gudang dan kamar itu."

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now