BAB 8 TRAUMA HUJAN

23 3 2
                                    

Mama Nenci dan Papa Dirga, tidak mengizinkanku bekerja sabtu ini, gara-gara kejadian aku pingsan di kantor. Mereka sungguh panik dan memanggil dokter terhebat kenalan mereka untuk memeriksaku perihal trauma yang terjadi pada diriku. Kesehatanku tidak ada masalah, semua hanya soal masalah psikis dalam diriku, namun dokter tersebut mengatakan, jika terjadi berkepanjangan aku bisa menderita gangguan ritme jantung.

Miko ternyata sudah menceritakan semuanya, selama ini aku berusaha menyembunyikan itu dari mereka, supaya mereka tidak kuatir. Lagipula ini masalah aku pribadi mereka tak seharusnya ikut menanggungnya.Meskipun lambat laun mereka juga pasti akan tahu.

Aku sendiri juga kurang paham dengan apa yang terjadi, saat hujan turun, perasaan sedih dan tertekan menghantui diriku, membuat jantungku terasa ngilu, lidah menjadi kelu, air mata mengalir tak tertahan. Jika hanya gerimis yang datang aku bisa menahan, tapi hujan deras, aku tak mampu lagi menahannya, tubuhku serasa tak mampu menahan berat badanku sendiri, tulangku seketika terasa lumpuh.

"Kesedihan apa yang kamu alami saat hujan tiba nak?" Mama Nenci bertanya kepadaku yang sedang duduk di ranjang tempat tidurku sembari termenung.

Aku hanya terdiam dengan pertanyaan mama Nenci.

"Bisa ceritakan ke mama?eh tapi kalau belum siap, mama tidak memaksa El.." Ujar mama, menata ucapannya dengan benar berusaha tidak menyinggung.

"Aku sudah berusaha melawannya ma, tapi susah, sangat susah, kesedihan yang terjadi saat hujan tiba selalu terasa menyakitkan, sampai sekarang.." Jawabku terisak.

Mama Nenci memelukku, dia tidak lagi mengatakan apa-apa atau memaksaku mengatakan apa yang membuatku trauma dan ketakutan dengan hujan.

Mungkin memang inilah yang aku perlukan sebuah perlindungan, peluk kehangatan dari seorang mama yang selalu mententramkan yang sudah lama tidak kudapatkan.

"Kamu istirahat dulu El, semoga besok kamu sudah jauh lebih baik, dan pertemuan keluarga berjalan lancar."

Aku mengangguk, mama Nenci segera meninggalkan kamar tidurku. Jujur aku tidak suka jika harus berbaring di tempat tidur seperti ini, tidak melakukan apa-apa membosankan, yang ada hanya akan membuatku mengingat semua kenangan menyakitkan yang ingin kulupakan.

Aku melakukan ini semua hanya untuk menuruti mereka, dan membuat mereka semakin tidak kuatir dengan keadaanku.

Aku membuka ponselku, mengecek beberapa email yang masuk, kemudian membalas satu persatu, total ada 10 email yang masuk, dari beberapa klien besar dan langganan Papa Dirga, mereka selalu menginginkan Papa Dirga atau aku sendiri yang membalas.

"Tidak bisakah kamu membiarkan dirimu istirahat sebentar saja El?" Miko mengagetkanku.

Aku menghela napas, kebiasaannya adalah datang secara tiba-tiba tanpa permisi, entah rayuan apa yang dipakainya sehingga Mama Nenci dan Papa Dirga menyukainya bahkan mengijinkannya bebas kluar masuk di rumah ini. Aku rasa dia memang pandai membuat orang simpati kepadanya, lovable person! Hebat!

"Justru aku tidak akan bisa istirahat karena kehadiranmu Mik.." Jawabku ketus seperti biasa.

Miko menghampiriku yang masih duduk di tempat tidur.

"Memangnya mama Nenci tidak bilang kalau aku sedang istirahat?Seenaknya saja kamu masuk" Tanyaku, sebelum Miko memberi jawaban.

"Aku sedikit mengintip hihi.." Jawab Miko selengekan, mengedipkan matanya sok cool.

"Kamu belum tidur ya aku masuk, salah siapa pintu tidak dikunci.." Lanjut Miko langsung duduk di depanku. Sambil mengangkat kedua pundaknya, merasa tak bersalah.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now