BAB 40 BERTEMU KAKEK RAHMAN

11 1 0
                                    

"Aku mengerti maksud papa, tapi kalau kita terus takut, bagaimana kita bisa maju pa?Kita harus berani mengambil resiko kan?Aku pasti akan baik-baik saja pa. Kita tinggal di negara hukum. Siapa yang salah pasti ada tindak lanjutnya."

"Nak,dunia bisnis itu kejam. Lebih baik papa kehilangan proyek property papa, daripada kehilangan kamu.."

"Aku gak akan kemana-mana pa.." Jawabku tersenyu meyakinkan.

"Papa hanya antisipasi nak"

Aku mengerti kekuatiran papa meskipun terkesan berlebihan.

"Soal pak Arlan, kamu yakin tidak melanjutkan pencarian?" Tanya papa, hati-hati ganti topik pembicaraan.

Aku menggeleng.

"Iya pa, aku yakin. Aku sudah tahu kak Chan seperti apa, dan soal mama, mungkin aku harus belajar mengikhlaskan." Jawabku lirih, seketika air mataku menetes.

Papa hanya menghela napas prihatin.

"Ikuti kata hatimu nak, daripada kamu terus bertanya-tanya" Saran papa.

"Nggak pa, selama ini aku selalu dibutakan dengan peristiwa kehilangan dimasa lalu, tanpa melihat apa yang sudah Tuhan berikan sekarang. Aku ingin lebih menghargai orang-orang yang sudah Tuhan kirim untuk menyayangiku saja." Jawabku.

Papa Dirga terdiam cukup lama

"Baiklah semua terserah kamu nak, papa akan dukung apapun yang menurutmu baik, nanti papa akan urus masalah pembayaran pak Arlan.."

Aku hanya mengangguk.

"Pa?apa aku bisa bertemu dengan kakek Rahman?" Tanyaku hati-hati, bertepatan dengan mobil papa yang terpaksa berhenti karena lampu merah.

Papa terlihat berpikir sejenak, kemudian mengangguk.

"Bisa, tapi papa harus ijin mama kamu dulu yaa.." Jawab papa, kemudian meraih ponsel dan menghubungi mama Nenci.

Sudah bisa ditebak mama Nenci mengijinkan, dan papapun segera putar balik menuju rumah kakek Rahman di daerah Tangerang.

Mobil papa melaju dengan mulus menuju ke rumah kakek Rahman.

Jantungku berdegup tidak karuhan, antara penasaran, sedih, bingung, sedikit senang, gelisah, resah ahh pokoknya campur aduk. Ditambah lagi dengan perasaan tidak menentu karena sesekali Miko datang menguasai alam pikirku,senyumnya, kelembutan genggaman tangannya, hangat peluknya. Mendadak aku ingin terus merasakannya lagi, walaupun dengan memikirkannya saja jantungku mendadak berdesir aneh.

"Ini rumah kakek Rahman nak.." Suara papa yang lembut membuatku sedikit tersentak, pikiranku terpecah kemana-mana. Beruntungnya aku bisa segera mengembalikan fokusku.

Papa menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah yang cukup besar bergaya klasik.

"Ooo.." Aku bergumam singkat, sembari melihat ke sekeliling.

"Kita keluar?" Ajak papa.

Aku mengangguk.

Saat kami berjalan masuk ke dalam, ada seorang assisten rumah tangga yang menyambut kami.

"Permisi.."

"Yaa, mau bertemu dengan tuan Rahman?" Tanya ibu-ibu paru baya memastikan menatap segan ke Papa Dirga.

"Iya, benar..kami mau bertemu dengan pak Rahman, tolong sampaikan dari Dirga.."Demikian ucap papa.

"Oo begitu, mari silahkan masuk.." Sambutnya. Asisten rumah tangga tersebut langsung kembali masuk ke dalam, sepertinya akan memanggil kakek Rahman.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now