BAB 44 TAK DISANGKA TAK DIDUGA

20 0 0
                                    

Air mataku terjatuh dengan sendirinya. Tama yang tidak mengerti segera berbalik dan melihat apa yang membuatku terkejut.

Setelah berbalik, Tama juga sama terkejutnya denganku.

"Mama.." Ucapku lirih.

Aku meremas tissue makan yang ada di hadapanku sampai tak berbentuk, tubuhku sudah gemetar. Seperti mimpi rasanya melihat apa yang ada dihadapanku saat ini.

Bagaimana bisa mama ada di rumah Pak Djong?

Dan dia?

Dia terkena alzaimer?

Tapi, baru 2 tahun yang lalu, sebelumnya mama pasti masih sehat dan harusnya masih sangat mengingatku, tante Kristin saja tahu aku dari ceritanya.

Lalu mengapa tidak mencariku sama sekali?

"El?" Tama memandangku prihatin.

Tiba-tiba Pak Djong Young sudah berada di dekatku.

"Perkenalkan ini ibu saya, ibu Septi.." ucap pak Djong sumringah.

Aku masih terpaku melihat sosok wanita yang selama ini aku rindukan, wanita yang selama ini aku inginkan dan aku cari.

Baru saja aku berhenti mencarinya, sekarang dia justru berdiri di hadapanku dan menjadi ibu orang lain.

Perasaanku sungguh tak mampu diutarakan lagi.

Seandainya Pak Djong tahu bahwa ibu yang selama ini disanjung-sanjungnya pernah meninggalkan anaknya yang baru berusia 5 tahun sendirian di kontrakkan, apa dia akan tetap menyanjung sebegitunya?

"Bu Elsa?" Pak Djong memanggilku lagi dengan tatapan aneh.

Mama juga tersenyum memandangku, sama sekali tidak mengenaliku sebagai anaknya.

Tama segera menghampiriku dan menyentuh lenganku.

"El.." dengan lembut Tama menyebut namaku.

Air mataku sudah berjatuhan, tapi mataku tidak berkedip melihat mama.

"Pak Djong maaf" jawabku dengan wajah datar dan tatapan kosong.

"Saya mendadak tidak enak badan. Tama kita pulang" Lanjutku beranjak dari kursi.

Aku hampir saja terjatuh, tapi Tama segera menopangku.

"Maaf Pak Djong.." Tama memilih mengikutiku.

Makan malam pun sukses gagal. Dengan sempoyongan aku berjalan menuju mobil. Tamapun dengan segera melajukan mobilnya, meninggalkan ketidak mengertian di benak seluruh penghuni rumah Pak Djong, bahkan sebelum Pak Djong Jhun tiba di rumah.

"Bagaimana bisa terjadi?" gumamku.

Tangisku semakin lama semakin pecah, hujan deras membasahi mobil.

Aku menangis sekencang mungkin, beban yang selama ini aku simpan ingin aku keluarkan semuanya.

"Apa salahku ma,apa?"batinku terus berteriak.

Tama tidak berani bertanya apa-apa kepadaku, bahkan sesampaiku di rumah, hujan sudah reda, aku langsung berlari menuju kamarku. Aku hanya mengucapkan terima kasih ke Tama yang langsung melongo.

Papa dan mama yang sedang berbincang di ruang tengah pun, langsung keheranan melihat sikapku ketika aku melintas di hadapan mereka.

Aku mengunci kamarku rapat-rapat.

Tak sanggup lagi berjalan menuju tempat tidurku, aku terduduk menangis bersandar di pintu.

Semua kenangan bersama mama yang kuingat terus berputar di kepalaku.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now