BAB 24 PENYELAMAT MISTERIUS

9 1 0
                                    

Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, tubuhku sendiri rasanya sudah semakin tak berdaya, bagaimana mau melepaskan diri?Berdiripun mungkin harus sekuat tenaga.

Ngilu dipersendian, nyeri dan perih bercampur hampir diseluruh tubuh, terutama ditelapak kaki menjalar kejemarinya, kesemutan di kedua kaki sampai terasa kebas, kepala pusing tak tertahankan, mual yang memuncak, perut rasanya diaduk-aduk tidak karuhan. Ditambah aroma tidak sedap yang cukup menusuk hidung, karena tidak ada ventilasi yang cukup.

Jadi sudah dipastikan, di dalam kamar sempit yang hanya berukuran 2x3 meter ini aku tidak bisa berpikir jernih atau menemukan ide untuk dapat keluar dari tempat ini.

Yang bisa kulakukan hanya terus berdoa dan tidak membiarkan diriku pingsang, walaupun rasanya mustahil, sebab lambat laun tenagaku semakin menipis, dan itu berpotensi membuatku tidak sadarkan diri.

Pilihan hidup dan mati seolah ada di depan mata. Penjaga alam maut seakan siap berjaga.

Entah sudah berapa jam aku ditinggalkan dalam kamar kotor dan pengap ini. Sampai akhirnya sekuat apapun aku mencegah, rasa kantuk datang menghampiriku, aku tak mampu lagi menolaknya, dan membuatku sukses tertidur.

Aku tidak tahu, sudah berapa lama aku tidur dalam posisi duduk dengan tangan dan kaki yang masih terikat, sedangkan kepalaku menyandar ke tembok berbau dan kasar.

Sampai akhirnya, aku terbangun karena mendengar ada suara langkah kaki. Dengan perasaan was-was, jantung berdegup kencang, dan kepala sebenarnya masih terasa pusing sekali, aku terus menatap ke arah pintu tersebut.

"Ceklek!" Suara ganggang pintu yang bergesekkan terdengar jelas, gangang pintunya bergerak, perlahan pintu terbuka dari luar kamar.

Aku melihat ada seseorang lagi, lelaki tinggi berbadan sedang. Dari perawakannya dia lebih muda, dan kulitnya lebih putih. Ya dipastikan lelaki ini adalah lelaki yang berbeda.

"Siapa lagi dia?" Tanyaku dalam batin.

Dia mematung dan memperhatikanku dengan seksama. Wajahnya juga tertutup penutup wajah, sehingga aku tidak bisa mengenalinya.

Perlahan dia berjongkok di depanku. Nafasku semakin memburu, dan aku benar-benar takut.

"Tuhan Tolong!!!" Batinku berteriak.

Mataku terpejam penuh ketakutan, karena bergeser mundurpun tak bisa. Kamarnya benar-benar sempit.

Beberapa menit kemudian, yang terdengar hanya bunyi nafasku yang memburu.

Aku merasakan tali di kakiku terasa longgar dan aku dapat menggerak-gerakkannya. Meskipun membuatku harus meringis karena efek kesemutan yang semakin kebas.

Aku membuka mataku perlahan. Ternyata ikatan tali itu telah dilepaskan dari kakiku.

Mau dibawa kemana lagi aku?Badanku sudah lemas sekali.

Aku menatapnya dengan seksama, lagi-lagi hanya menambah pertanyaan dalam benakku. Siapakah dia?Aku hanya bisa mencium aroma tubuhnya yang lebih wangi, tidak seperti lelaki tadi.

Tidak lama kemudian, dengan tetap membisu lelaki itu membalikkan badanku, dan membuka ikatan tali di tanganku perlahan tidak sekasar lekaki sebelumnya.

Aku mencoba memperhatikannya kembali lagi, tapi sama sekali tidak bisa menebak siapa lelaki misterius didepanku ini. Lelaki tersebut juga memakai pakaian serba hitam, kaos dan jaket hitam dengan sarung tangan di kedua tangannya berbahan kulit dan juga berwarna hitam.

"Siapa?" Tanyaku lirih sembari menatapnya.

Aku memberanikan diri bertanya dengan terbata.

Tapi dia tetap membisu, tidak menjawab sepatah katapun. Dia memilih membantuku berdiri, meskipun aku sedikit sempoyongan. Dia menggenggam tanganku dengan erat, dan perlahan menuntunku keluar dari kamar pengap tersebut. Genggaman tangan yang rasanya tidak asing, genggaman tangan yang kuat dan hangat. Ahh mungkin karena terlalu lelah aku jadi berhalusinasi tidak jelas.

Tangisan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang