BAB 15 PROGRAM KERJA BARU

15 3 0
                                    



Seperti biasa sampai di rumah aku segera memarkirkan mobilku ke garasi dan bergegas masuk ke rumah.

"Malam pa.." Sapaku ke papa yang berada di ruang tamu, duduk sendirian termenung.

"Ehh,nak..sudah pulang ternyata.." Jawab Papa Dirga sedikit kaget, tidak seperti biasanya, wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Malam-malam kok melamun, ada masalah?" Tanyaku menghampirinya, mencium tangannya.

"Tidak nak...cuma urusan kecil itu hal biasa.." Jawab Papa. Semoga memang benar tidak ada masalah besar dan tidak ada hubungannya dengan Pak Arlan yang datang ke rumah tanpa sepengetahuanku. Aku merasa bukan waktu yang tepat untuk langsung menanyakan soal Pak Arlan yang tiba-tiba ke rumah tanpa sepengetahuanku. Mungkin memang aku harus keep dulu.

"Yaa sudah nak, kamu mandi dulu, Papa tunggu di ruang makan..." Papa terlihat seperti mengalihkan pembicaraan.

"Mama dimana?" Tanyaku, karena melihat papa sendirian tidak seperti biasanya.

"Di dapur sama Ina.." Jawab papa

"Oo.." Aku mengangguk sendiri.

"O iya pa, aku bawa hasil meeting tadi. Nanti papa bisa kasih pendapat atau masukkan untuk kemajuan perusahaan." Lanjutku.

"Nanti setelah makan malam ya nak.." Jawab Papa, akupun mengangguk dan berpamitan ke kamar.

Di meja makan.

"Hari ini mbak Ina gak masak steak lagi?" Tanyaku mengawali pembicaraan. Mbak Ina langsung salah tingkah dengan gaya kemayunya.

"Hehe, nanti lah non sekarang lagi belajar bikin kue, tadi cari diinternet caranya bikin ituloh non yang kue warna-warni ranbo.." Jawab Mbak Ina.

"Ranbo apaan?" Tanyaku balik. Warna-warni, akhirnya aku tahu maksudnya.

"Rainbow cake ya mbak?" Tanyaku.

Mbak Ina segera mengangguk dan mengatakan

"Iyaaa betul itu non ranbo? Ahh pokoknya itu.." Jawab Mbak Ina, langsung duduk di kursinya, Mama Nenci dan Papa Dirga hanya tertawa melihat tingkah Mbak Ina.

"Bagaimana di kantor El, lancar?" Tanya mama Nenci.

"Lancar dan lumayan sibuk ma..hehe" jawabku.

"El pasti bisa ma, dia memang berjiwa pemimpin..Papa yakin Dirgantara Advertising makin maju dipegang dia.." Jawab Papa yang menurutku pujiannya sedikit berlebihan, tapi dia mengatakannya justru dengan penuh kebanggaan.

"Wah, amin amin sebentar lagi harus balajar handle butik dan restoran ya pa.." Mama menimpali.

"Ha?" Asli perkataan Mama Nenci membuatku bengong dan tidak tahu harus mengatakan apa.

"Makanya Non El buruan cari suami, supaya ada yang membantu.." Dengan polosnya Mbak Ina ikut ngomong.

"Mbak Ina ngacau.." Ucapku dengan nada sewot, Mbak Ina justru cekikikan sehati dengan Papa Dirga dan Mama Nenci.

"Ina ada benarnya loh nak, kamu harus mulai memikirkan pasangan, kamu butuh pendamping, setangguh apapun kamu.." Perkataan Papa Dirga membuat Mbak Ina kegirangan sendiri, karena semacam mendapat pembelaan.

"Belum terpikir pa, aku lagi fokus nyari mama sama Kak Chan.." Jawabku lirih.

Suasana hening beberapa saat.

"Yaa sudah ayo makan-makan, kalau ngobrol terus kapan makannya?" Mamapun membuka kesunyian.

Ucapan mama membuat kami benar-benar menurut, sehingga sibuk dengan makanan masing-masing hanya ditemani bunyi gesekan sendok ke piring sesekali.

Tangisan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang