BAB 2 TITIK TERANG

97 5 0
                                    



Kira-kira jarak 5 km setelah aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang, ponselku berbunyi, ada panggilan masuk. Dari bunyi ringtonenya aku bisa menebak itu panggilan telepon dari Pak Arlan, segera aku memasang earphone. Panggilannya adalah prioritasku.

"Ya ..., ada berita terbaru, Pak?" tanyaku to the point ke Pak Arlan, si detektif handal yang terkenal mampu mengatasi bahkan memecahkan berbagai macam kasus rumit yang terjadi di negeri ini, namanya sudah terkenal sampai kawasan se-Asia Tenggara dalam mencari, menyelidiki, bahkan menyelesaikan kasus-kasus yang sangat rumit, pelik, bahkan berisiko tinggi.

Pak Arlan beserta timnya bekerja independent tidak terikat lembaga manapun. Mungkin, ini salah satu yang menjadi alasan tim beliau sangat solid dalam bekerja. Bahkan menurut kabar yang beredar, beberapa orang-orang yang tergabung dalam timnya adalah orang-orang hebat yang pernah bekerja di berbagai lembaga pemerintahan, namun karena satu dan lain hal mereka memilih mengundurkan diri. Mungkin karena mereka merasa tidak cocok dengan sistem pemerintahan yang tidak jarang penuh kepalsuan.

Konon, Pak Arlan memiliki ribuan koneksi di berbagai penjuru kota negeri ini, termasuk pelaku mafia, maupun para preman dari berbagai macam kalangan, mulai preman kelas kakap, sampai preman abal-abal yang kadang berada di pasar-pasar maupun jalan-jalan. Ya begitulah sosok Pak Arlan yang kutahu. Meskipun penampilannya sangat sederhana, sosoknya tidak memperlihatkan profesinya, dan menegaskan bahwa dia adalah seorang detektif handal. Namun profesionalismenya dalam bekerja membuat siapapun yang bekerja sama merasa puas. Pak Arlan sangat cekatan dan jujur dalam tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Alasan inilah yang membuatku yakin mampu menemukan keberadaan mama dan Kak Chan. Tidak masalah aku membayar sangat mahal

"Yaa tentu Nona El, seperti permintaan nona El, saya harus menghubungi nona kalau ada kabar terbaru" jawab Pak Arlan. "Oke, Apa Pak Arlan bisa ke rumah saya saja? saya masih di jalan, sebentar lagi sampai." Jawabku, Pak Arlan mengiyakan, dan hubungan ponselpun berakhir.

Aku kembali menghela napas, sebelum melepaskan earphoneku dan melajukan mobilku lebih cepat, jantungku sudah berdetak tak beraturan, ditemain resah dan gelisah di sepanjang jalan. Berharap Pak Arlan memberi kabar bagus.

Tuhan sudah memberiku jalan. Semenjak lulus sekolah menengah atas, ada keluarga yang mengadopsiku, sepasang suami istri yang tidak mempunyai seorang anak dan sangat kaya raya. Beruntung? Mungkin, tapi aku rasa ini salah satu cara Tuhan untuk menolongku menemukan 2 orang yang kucintai.

Ada sepasang suami istri yang sangat kaya raya, mempunyai banyak usaha, tapi sayangnya urusan keturunan mereka belum diberi kepercayaan oleh Sang Pencipta.

Segala cara sudah mereka lakukan, namun hasilnya NIHIL, mulai dokter spesialis, sampai jalur alternatif herbal, sudah mereka coba satu persatu, tapi belum ada tanda-tanda kehamilan sedikitpun, bertahun-tahun, sampai usia mereka tak lagi muda, bahkan bayi tabungpun yang kemungkinan berhasilnya cukup besar, tetap memberi jawaban "gagal" sampai mereka putus asa karena usia yang semakin mendekati masa senja.

Setelah saling berdiskusi dengan berbagai macam pertimbangan. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari anak yang dapat diadopsi, bukan mencari bayi seperti pasangan pada umumnya tapi seorang anak yang sudah dewasa dengan kriteria pandai, cermat, dan berjiwa pemimpin. Dengan tujuan bisa mengelolah dan meneruskan usaha mereka berdua.

Mereka pun memilihku menjadi anak adopsi. Sepasang suami istri berhati malaikat yang menyanyangiku lebih dari anak adopsi. Bahkan setelah lulus perguruan tinggi mereka memberiku satu perusahaan yang bergerak di bidang advertising untuk aku kelolah, disamping beberapa usaha kecil lainnya yang mulai aku pelajari dan berada dalam pengawasanku.

Tangisan HujanWhere stories live. Discover now