47 - Masa Depan yang Tak Teraih

Start from the beginning
                                    

"Tumben banget kamu mau ngomong serius. Ada apa?" Gina mengulangi pertanyaannya. Ia segera menggeser sedikit posisinya agar bisa berhadapan dengan Gema lebih baik lagi.

"Biasanya juga bercanda terus, ngomong yang gak jelas, dan pasang muka konyol. Aneh aja rasanya pas kamu bilang mau ngomong serius. Emang orang se-humoris kamu bisa serius?"

"Aku lagi gak mau bercanda, Gin!" tegas Gema menunjukkan keseriusannya.

Gina kicep. Ia menunggu dengan sabar apa yang ingin dikatakan oleh Gema.

Sambil mengatur hela napasnya, Gema memilah kata-kata yang akan diucapkannya. Pada embusan napas panjang, ia berkata, "Kita kan udah kenal lama." Sebagai permulaan.

"Iya?" Gina menatapnya serius.

"Aku udah gak tau lagi cara nyembunyiinnya gimana, semenjak kamu pergi tiga tahun tahun lalu, aku pikir kepergian kamu itu bawa semua kenangan yang pernah ada di antara kita. Ternyata enggak. Semuanya masih ada, dan masih aku simpan baik-baik."

Anjingnya datang lagi. Menyerahkan ranting yang sama di dekat kaki Gema. Tanpa mengalihkan pandangannya dari Gina, Gema menggerakkan tangannya ke belakang. Anjingnya itu mengikuti dengan bergerak menjauh ke belakang tubuh Gema. Lalu dengan telapak tangan yang digerakkan ke arah bawah diselingi kata 'duduk' setelahnya, peliharaannya itu duduk di rerumputan mengikuti perintah Gema hanya lewat gerakan tangannya.

"Hampir tiga tahun waktu yang kita lewatin bareng-bareng, semua itu masih terasa, termasuk rasanya juga."

Gema tidak mengerti kenapa dirinya berubah sok puitis. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah dipercantik untuk membuktikan keseriusannya. Ia tidak pernah bermulut manis, tapi untuk sekarang hatinya mengatakan bahwa pilihan kata yang baik akan membuat Gina terkesan.

"Aku tau di mata kamu aku mungkin cuma cowok konyol yang taunya bercanda aja. Tapi untuk hari ini aja, aku mau buang sifat aku yang satu itu. Sebelum kamu pergi, kamu harus tau satu hal yang selama hampir enam tahun ini aku pendam sendirian." Jeda sebentar. Gema menatap Gina serius. "Aku suka sama kamu, Gin," katanya mengakhiri pernyataan cinta yang sejak tadi dipersiapkan.

Hening.

Gema lega karena perasaan yang selama ini hanya ia pendam akhirnya tersampaikan, tapi apa yang ia lihat justru membuatnya kebingungan. Gina mengulas senyum tipis. Wajahnya ditimpa cahaya senja. Cantik sekali. Tapi tentu bukan pemandangan itu yang membuat Gema meremas kedua tangannya, melainkan wajah tenang tanpa keterkejutan.

Bagaimana bisa seseorang memasang wajah setenang itu? Saat lawan bicaranya justru was-was menunggu jawaban.

Bibir itu bergerak. Mengucapkan dua kata yang berhasil membuat Gema menganga.

"Aku tau," katanya. Terdengar tenang dan lembut sekali.

Ehh?

"Hah?" tanya Gema merasa bodoh.

Tatapan Gina teralihkan oleh lingkaran berwarna orange yang hampir pulang ke peraduannya. Satu jam lagi, maka senja yang dinikmatinya bersama Gema akan hilang.

Gina mulai menjelaskan dengan hati-hati. "Aku tau semuanya. Dari cara kamu natap aku, cara kamu perlakuin aku setelah sekian lama gak bertemu, bahkan dari cara kamu ngomong sama aku. Semua itu udah ngejelasin semuanya, Gema." Ia kembali menatap Gema. Dibalas tatapan penuh tanya oleh Gema.

"Cara kamu perlakuin aku sama Aletta itu beda. Aku sama dia baru ketemu sekali, tapi aku tau kamu membedakan kita—"

"Udah pasti beda, kan? Kamu bukan dia," sela Gema cepat.

Ya, memang beda. Tapi Gema tidak sadar bahwa hal itulah yang membuat semuanya justru terlihat jelas. Belum lagi frame foto yang masih disimpan Gema di dalam laci. Hanya dari situ saja Gina bisa tahu semuanya. Gema memiliki banyak teman, lantas kenapa hanya foto dirinya yang disimpan? Jelas, bukan?

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now