44. Something Never Change

887 73 2
                                    

Setibanya di depan ruang meeting Gatotkaca, hal yang pertama gue lakukan adalah mengatur napas dan merapikan penampilan. Setelah dirasa siap, gue mendorong pintu ruang meeting dengan perlahan. Pak Nugra, kepala TIM pelaksana project kali ini, menoleh ketika gue berjalan menuju kursi kosong di samping Haikal.

"Udah nggak mules lagi, Ra?" Belum sempat gue mengucapkan kata maaf, Pak Nugra lebih dulu bertanya dengan lempengnya, membuat gue otomatis melirik Haikal yang dengan santai menunjukkan cengirannya.

"Iya pak, udah baikan." Gue tersenyum kikuk menjawab pertanyaan pak Nugra.

"Lain kali nggak usah makan seblak, kalau tau nggak kuat pedes." Katanya lagi, kemudian kembali fokus melanjutkan penjelasannya tentang project kali ini.

Thanks to Haikal. Mules karena makan seblak, alasan yang cukup rasional. Dan cukup membuat gue malu karena seluruh penghuni ruangan ini seketika melirik ke arah gue, bahkan ada yang terang-terangan terkekeh karena kekonyolan yang baru saja terjadi.

"Di meeting pertama, kita sudah menyusun kemungkinan acara apa yang bisa diselenggarakan dengan batasan waktu yang kita miliki. Dan untuk menghemat budget, kita sebisa mungkin akan meminimalkan keterlibatan pihak eksternal."

"Fara, rundown acara sudah siap?"

"Sudah pak."

Haikal menggeser map berisi rundown acara ke sisi meja gue, kemudian gue menyerahkannya pada pak Nugra.

Untuk rangkaian acara diesna GSF sendiri akan dimulai dengan gelaran olahraga. Yang sebelumnya akan dilakukan pembukaan berupa pemotongan pita oleh para petinggi di organisasi ini. Ada lima cabang olahraga yang akan dipertandingkan, futsal, bulu tangkis, volley, basket dan tenis meja. Setiap departemen wajib mengirimkan perwakilannya untuk setiap cabang pertandingan, dan ada juga peserta lain yang berasal dari perwakilan GSF cabang.

Selanjutnya untuk acara puncak akan diselenggarakan gala dinner yang nantinya akan mengundang beberapa penyanyi papan atas Indonesia.

Dua jam kemudian, akhirnya meeting ini selesai. Gue berjalan beriringan dengan Haikal kembali ke ruang devisi kami. Kebetulan dari devisi gue yang dipilih terlibat dalam project kali ini adalah gue dan Haikal, pemilihan ini sendiri dilakukan oleh kepala departemen kami, Allen.

"Thanks ya Kal." Gue menepuk pundak Haikal sekali dan tersenyum tulus.

"Lo dari mana sih tadi?"

"Kepo deh lo."

"Ya gimana gue nggak kepo, biasanya ibu kepala devisi gue ini kan paling on time."

"Ada urusan penting. Lo udah makan belum?" Gue menjawab seadanya, kemudian menoleh pada Haikal saat bertanya.

Sekarang jam dilayar ponsel gue sudah menunjukkan angka 14.47, itu artinya gue kembali melewatkan makan siang.

"Lo pasti belum makan." Tebaknya langsung dan tepat sasaran.

Gue hanya menunjukkan cengiran lebar, yang kemudian mendapatkan gelengan maklum oleh teman kantor gue ini.

"Lo mau makan apa? biar gue go food-in."

"Beneran nih. Gue lagi pengen gado-gado sih."

"Siap bu boss segera saya pesankan." Haikal mengangkat tangannya, menunjukkan gesture hormat. Membuat gue cukup terkejut dengan gerakan spontannya itu.

"Thank you Kal, lo emang yang terbaik. Oh iya sekalian thaitea ya, buat anak-anak yang lain juga."

"Wahh senangnya gue punya boss yang baik banget begini. Udah doyan traktir-traktir, cantik lagi." Mendengar ucapan hiperbola Haikal, gue hanya bisa menggeleng kecil. Apalagi dengan wajahnya yang selalu bertambah sumpringah setiap mendengar traktiran gratis.

Caffeine (Completed)Where stories live. Discover now