40. Take Me to The Moon

780 75 6
                                    

Two weeks later...

Berdiri diambang pintu ballroom salah satu hotel kenamaan di bilangan Jakarta Pusat, dengan gaun berwarna paduan cream dan choco, ditambah dengan high heels berwarna putih dan stone-embellished clutch berwarna choco and white. Bukankah malam ini gue terlihat normal untuk ukuran seorang wanita yang datang ke acara pertunangan temannya? gue harap begitu.

Dari ambang pintu ini gue bisa melihat nuansa cream dan putih yang mendominasi diantara kemewahan yang sungguh menggambarkan seperti apa keluarga yang menjadi tuan rumah malam ini. Persis seperti undangan yang gue terima dua minggu lalu, mewah, elegan dan sakral, adalah gambaran yang pas untuk acara ini.

Berkali-kali gue berusaha mengatur napas dan degup jantung yang tidak beraturan sejak turun dari mobil Velis tadi, dan berkali-kali juga gue gagal mengenyahkan segala pikiran yang membuat gue merasa tidak nyaman.

"Masih mau berdiri di sini? Atau lebih baik kita melipir sebentar ke taman hotel?" Suara Velis akhirnya memecah lamunan gue.

Gue tersadar, menoleh pada Velis yang setia menemani gue malam ini, dan untungnya pintu ballroom ini sangatlah lebar, jadi keberadaan gue di tengah pintu begini tidak mengganggu tamu lain yang ingin masuk.

"Sorry Vel, kita masuk sekarang." Kata gue akhirnya, melangkahkan kaki memasuki ballroom tempat acara diselenggarakan.

Masih empat puluh menit lagi sampai acara inti berupa pemasangan cicin pertunangan dilakukan. Saat ini masih dengan Velis, kami memilih berdiri di dekat stand minuman yang tidak terlalu ramai.

"Hai gadis-gadis, berdua aja nih?" Seorang pria berpenampilan rapi dengan setelan jas hitamnya menghampiri gue dan Velis. Jelas sekali kalau dia adalah orang yang super ramah dan pandai bergaul dilihat dari dia yang mendekati gue dan Velis lebih dulu padahal kami tidak saling kenal.

"Bertiga sekarang, sama lo." Gue menjawab asal, meskipun sejujurnya gue enggan menjawab pertanyaan tidak penting pria yang tidak gue kenal ini. Tapi rasanya sedikit berbasa basi akan dapat sedikit mengalihkan perhatian gue, so that's it.

"You are so fanny girl." Dengan gerakan ringan pria itu mengambil segelas minuman dengan senyum yang dia umbar sejak tadi. "So what's your name?"

"Fara. And the beautiful one, Velis. My bestfiend." Lagi-lagi gue yang menjawab. Sedangkan Velis masih betah diam, mengingat dia memang tidak mudah akrab dengan orang baru. Apalagi mahkluk sksd seperti orang ini.

"I'm Ganeshwara. just call me Ganes. Gallendra's little brother." Kami berjabat tangan, sebagai formalitas sebuah perkenalan. Oh, jangan tanyakan bagaimana wajah gue sekarang. I couldn't help but laugh at myself.

"You two are sibling?" Tanyanya selanjutnya. Mengamati gue dan Velis secara bergantian.

"Banyak yang bilang begitu." Akhirnya kini Velis yang menjawab, sahabat gue ini pasti melihat perubahan raut wajah gue saat Ganes memperkenalkan diri.

Ya, raut wajah gue berubah kaku dan tegang. Senyum yang gue paksakan pun justru menghasilkan senyum kecut. Entah kenapa gue merasa tuhan sedang bermain-main sekarang, kenapa pula gue harus bersinggungan dengan orang terdekat Allen, disaat gue sendiri sungguh ingin menjauh dari semua hal yang berhubungan dengan pria itu.

"Temennya kak Allen atau kak Akyra?" Ternyata Ganes belum berniat menyudahi perkenalan basa basi ini. Dan saat ini juga gue dapat melihat Allen dan Kyra sedang berjalan ke arah kami, dengan tangan Kyra yang menggandeng lengan Allen.

"Both." Gue menjawab singkat dengan tatapan mata yang terarah pada dua orang yang sebentar lagi akan sampai ditempat gue berdiri. Oh Tuhan, gue harus gimana?

Caffeine (Completed)Where stories live. Discover now