43. Second Chance

950 72 1
                                    

"Ra tolong ke apartemen aku sekarang, ambil access card di receptionist depan, aku udah daftarin nama kamu ke free access yang bisa masuk ke unit aku. Tolong ambil dokumen di laci ruang kerja aku, map warna coklat ada logo GSFnya di depan. Maaf banget aku lupa nggak bawa dokumen penting itu. Tolong scan-in dan kirim ke email aku secepatnya. Terimakasih banyak."

Pagi ini ditengah meeting yang sedang berlangsung, gue dikejutkan dengan pesan yang Allen kirimkan ke aplikasi whatsapp gue. Untungnya tak berselang lama meeting ini telah usai. Sehingga gue bisa dengan cepat melaksanakan tugas dari pak boss.

Tepat saat ini pria itu sedang mengudara menuju kedutaan besar Indonesia untuk Ceko. Kalian tau, salah satu kelebihan bekerja di bidang NGO, kalian memiliki kesempatan untuk terbang ke berbagai negara untuk keperluan kemanusiaan. Bekerjasama dengan berbagai orgasisasi dibanyak negara dari seluruh dunia. Tanya saja pada setiap pegawai di kantor ini, mereka akan menjawab setidaknya pernah sekali ditugaskan untuk project internasional yang mengharuskannya terbang ke negara tetangga atau bahkan ke seberang benua. Okey, to much information.

Ada satu kalimat di pesan Allen yang membuat gue melongo, 'aku udah daftarin nama kamu ke free access yang bisa masuk ke unit aku', what the hell boy. Free access ke apartemen dengan nilai fantastis dan sistem keamaan terbaik, apa Allen sudah gila.

"I'll arrive to your apartment in few minute." Gue mengetikkan balasan untuk pesan Allen ketika gue sudah sampai di lantai basement tempat mobil gue terparkir. Setelahnya gue memasukkan kembali ponsel gue ke dalam tas sebelum mengemudikan mobil gue secepat yang gue bisa. Jika Allen bilang itu adalah dokumen penting maka akan lebih baik jika dokumen itu secepatnya berada di tangan Allen.

Salama dalam perjalanan, ditemani lantunan suara Ed Sheeran yang diputar melalui prambors radio, pikiran gue kembali terbang melalang buana.

Tentang acara pernikahan Allen dan Kyra, dengan kepergian bayi dalam kandungan Kyra, maka mereka mutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan yang tinggal dua minggu lagi akan dilangsungkan. Alasan yang cukup logis yang bisa mereka katakan pada masing-masing orang tua mereka adalah adanya ketidakcocokan antara keduanya untuk bersama. Ego yang tidak bisa mereka tekan untuk bisa saling memahami.

Kyra menjelaskan semuanya dimalam ketika wanita itu diperbolehkan pulang setelah dirasa cukup pulih pasca kejadian kecelakaan yang menimpanya. Allen tidak ada di Jakarta saat itu, sehingga guelah yang mengantar Kyra pulang ke apartemennya.

Dia meminta maaf dan berjanji akan memperbaiki semuanya. Apapun yang orang katakan nanti, Kyra telah membulatkan tekatnya untuk membatalkan pernikahnnya dengan Allen.

Gue tidak banyak bicara kala itu, apapun keputusan Kyra dan Allen setelah semua yang terjadi, gue benar-benar tidak mau ikut campur. Yang gue tau mereka memang tidak pernah berniat untuk melakukan pernikahan ini. Terlepas adanya kemungkinan bahwa gue menjadi salah satu alasannya.

"Ra, gue bisa saja melanjutkan rencana pernikahan ini, gue sangat mampu melakukan itu. Tapi apakah pernikahan tanpa dasar cinta akan membuat kita bahagia? Ini bukan kisah di dalam novel yang pemeran wanitanya dijual oleh ayahnya untuk menutup utang. Bukan juga kisah perjodohan karena usia yang dikatakan tua. Gue ingin menikah ketika gue mau dan gue siap, ketika gue sudah menemukan seseorang yang benar-benar ditakdirkan untuk gue, yang gue cintai dan juga mencintai gue. Lo tau, pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Jika awal sebuah pernikahan saja sudah salah, apakah selanjutkan akan berjalan baik? Gue punya pilihan sekarang Ra, dan gue memilih untuk bahagia, meskipun kebahagiaan gue adalah dengan membatalkan pernikahan ini."

Itulah yang Kyra ucapkan malam itu, dia berubah menjadi wanita kuat dan tegar. Setiap kalimat yang Kyra ucapkan bahkan masih tercetak jelas diingatan gue sekarang.

Caffeine (Completed)Where stories live. Discover now