29. Perfect Night

952 78 0
                                    

Saat ini gue sudah siap dengan embroidery lace white dress yang telah gue siapkan untuk acara gala dinner malam ini. Seperti yang tertera pada schedule, setelah mengikuti rentetan meeting bersama pimpinan GSF Surabaya yang baru selesai sekitar jam tiga sore tadi, malam ini gue dan Allen dijadwalkan untuk menghadiri acara gala dinner dengan wali kota Surabaya atas undangan dari GSF cabang untuk memperingati sepuluh tahun lahirnya GSF cabang Surabaya.

Jam masih menunjukkan pukul 18.15 WIB, itu artinya gue masih punya waktu untuk memoleskan sedikit make-up yang gue buat senatural mungkin, dan menyemprotkan sedikit Terre de Lumiere Eau de Parfum milik L'Occitane. Karena sebelum pukul 18.30 gue harus keluar dari kamar hotel sesuai perjanjian gue dan Allen.

"Wow, you look so damn beautiful." Itu kalimat pertama yang Allen ucapkan begitu gue membuka pintu kamar tepat di jam 18.30 WIB, dan Allen sudah berdiri dengan gantengnya di depan pintu kamar gue.

Oh mohon garis bawahi kata ganteng, karena gue amat sangat serius tentang itu. Allen malam ini mengenakan setelan jas slim fit berwarna hitam -yang gue yakin bukan dari merk sembarangan- yang membalut tubuhnya dengan sangat sempurna. Gue pernah bilang kan he is more like a Armani fashion model than department head in a company.

"Are you kidding me. Sepertinya akan lebih banyak orang yang melirik bapak Allen dari pada saya." Kata gue sambil mengambil access card kemudian menutup pintu kamar hotel. By the way acara gala dinner malam ini diadakan di ball room hotel tempat kami menginap, jadi kami hanya perlu turun dari lantai 17, tempat kamar kami berada, ke lantai dasar tempat ball room acara gala dinner.

"Kita buktikan saja nanti." Allen dengan penuh percaya diri kini berjalan di samping gue, menuju lift yang akan mengantarkan kami ke lantai dasar.

Begitu kami mendekati area ball room yang tampak ramai, gue dapat merasakan tatapan orang-orang yang secara terang-terangan menilai penampilan kami. Meskipun gue sudah mempersiapkan diri untuk situasi seperti ini, mengingat gue berjalan beriringan dengan Allen yang looknya husband material banget, tapi rasanya tetap saja nggak nyaman.

"Pak Allen, bu Fara, mari saya antar ke mejanya." Salah seorang yang gue tau sebagai panitia acara ini –melihat dari baju yang dikenakannya yang sedana dengan beberapa orang yang berlalu lalang menyambut tamu- mendatangi gue dan Allen.

Gue hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian mengikuti wanita yang gue lihat ber name tag Nadia masuk ke dalam ball room menuju salah satu meja yang berada di barisan depan. Disana sudah duduk tiga orang lainnya yang tiba-tiba menghentikan obrolannya begitu gue dan Allen mendekat. Satu diantara ketiga orang itu gue ketahui sebagai kepala departemen pendidikan di GSF Surabaya.

"Selamat malam pak, bu." Kami saling bertukar sapa dan berkenalan sebelum akhirnya gue dan Allen duduk bersebelahan mengadap ke arah mimbar yang nantinya akan menjadi tempat para pemangku jabatan untuk memberikan kata sambutan.

Jadi posisi meja kami adalah meja bundar dengan enam kursi, berada di barisan paling depan menggadap panggung setinggi kurang lebih 30 cm. Terdapat dua kursi menghadap arah depan, yang mana diduduki oleh gue dan Allen, dan masing-masing dua kursi disini kanan dan kiri.

Oh iya dari hasil perkenalan tadi, gue tahu, satu wanita yang duduk di sisi kanan meja adalah istri dari pak Burhan, kepala departemen pendidikan di GSF Surabaya. Sedangnya pria yang duduk di sisi kiri meja berhadapan dengan pak Burhan adalah pak Andi, ketua yayanan kanker di Surabaya, dan kursi kosong di samping pak Andi nantinya akan diduduki oleh istrinya yang sekarang ini sedang pergi ke toilet.

"Kamu ngerasa nggak nyaman?" Allen bertanya dengan suara yang amat pelan ketika gue selesai meminum sedikit air dari gelas yang sudah disediakan di atas meja.

Caffeine (Completed)Where stories live. Discover now