Aku memutarkan kedua bola mataku malas. Mereka memang sedekat itu sampai Willy tahu kebiasaan Chika. "Pantas saja tadi Mas Willy sampai membentakku."

Aku bisa melihat dengan jelas ekspresi Willy yang langsung berubah. Sepertinya sindiranku berhasil menyadarkan akan tingkahnya tadi kepadaku.

"Maafkan aku."

Aku mendengus dalam hati. Meski sebenarnya Willy tidak salah juga. Karena siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama saat melihat pujaan hatinya menangis. Hanya saja posisinya aku tidak salah, dan aku kesal setiap kali mengingat itu. Apa lagi dengan Willy yang terus mengabaikan aku seperti makhluk yang tak terlihat.

"Aku kelepasan tadi. Harusnya aku gak bicara seperti itu sama kamu."

Aku mendesah. "Aku tahu. Wajar kok, siapa juga yang gak marah lihat wanita yang di cintainya nangis."

Willy menatapku kaget. Mungkin dia terkejut karena aku tahu kalau dia menyukai Chika. Cih, siapa pun akan tahu meski dia dengan keras mencoba menutup-nutupi itu.

"Tapi Mas Willy gak boleh langsung menuduh orang kayak tadi. Mas Willy gak tahu kan apa yang aku omongkan sama Chika. Mas Willy juga gak tahu kenapa Chika menangis. Jadi aku gak suka di tuduh seperti itu. apa lagi Mas Willy sampai bentak aku. Mas Willy gak tahu ya kalau aku paling benci di bentak? Di keluarga aku saja gak ada yang berani bicara dengan nada tinggi sama aku."

Raut wajah Willy semakin muram. Dia terlihat sangat merasa bersalah setelah mendengar pengakuanku barusan.

"Maafkan aku," katanya lagi.

Aku mengedikan bahu. "Sudah terjadi. Jadi yaudah."

"Aku gak bermaksud buat bentak kamu. Cuma tadi aku cemas saja. Chika bilang dia gak enak badan, tiba-tiba saja dia hilang dari kamarnya. Dan waktu aku menemukannya di pantai sembari menangis, kecemasanku semakin besar. Dan saat tahu hanya ada kamu di sana─"

"Mas Willy menganggap kalau aku pelaku yang buat Chika menangis," potongku lalu melanjutkan kalimatnya yang belum selesai.

"Maaf."

Aku menarik napas panjang. "Mas Willy mau tahu kenapa Chika nangis? dia yang minta solusi sama aku atas perasaannya sama Deka. Dia bilang kalau dia suka Deka. Dan aku kasih tahu dia buat lupain Deka karena Deka sudah punya pacar. Dia harus sadar dan gak boleh memaksakan perasaannya. Dia juga harus mengerti posisi pacar Deka yang pasti punya rasa gak suka setiap kali Chika dekat sama Deka. Kalau seperti itu terus yang dia rasakan itu bukan cinta, tapi obsesi."

Aku dengan terang-terangan mencerikan semua yang terjadi. Aku tidak mau Willy salah paham lagi. Apa lagi dengan Chika yang sudah pasti belum menceritakan apa yang terjadi di pantai tadi. Mungkin tidak akan cerita sama sekali dan membuat Willy semakin mencurigaiku.

"Aku bahkan bilang dia harusnya mundur dan membuka hati untuk pria lain yang mungkin lebih mencintainya daripada cintanya sama Deka. Kenapa dia begitu terobsesi sama Deka sementara di sisinya ada Mas Willy yang selalu ada?" tanyaku.

Willy diam. Pria itu menatapku tanpa merespons apa pun. Aku tidak bisa membaca ekspresi Willy kali ini. Aku bahkan berpikir kalau aku sudah kelewatan karena dengan terang-terangan mengatakan ini? Tapi rasanya aku kesal. Willy selalu ada untuk Chika, bahkan banyak orang menganggap mereka pasangan serasi. Lantas kenapa Chika malah memilih untuk terus bertahan akan cintanya yang tidak bisa di sambut seperti itu? bukannya dia melukai dirinya sendiri? Sama halnya dengan Willy.

Aku bangkit dari dudukku. "Sudah malam, aku mau tidur. Maaf kalau ucapanku tadi menyinggung Mas Willy."

Aku melangkah. Baru saja beberapa langkah tiba-tiba saja suara Willy terdengar.

"Aku sudah bilang kalau aku menyukai Chika. Sayangnya di hatinya tetap ada Deka. Jadi sebagai pria yang mencintainya, aku hanya bisa diam dan berada di sampingnya di saat dia sendiri dan terluka."

Aku tersenyum kecut. Pengakuan itu tiba-tiba saja membuat hatiku sakit. Sekarang aku mendengarnya sendiri dari mulut Willy kalau pria itu begitu sangat mencintai Chika.

Tanpa membalikkan tubuhku, aku meremas dadaku yang terasa sakit. "Mas Willy bodoh."

Setelah mengatakan itu aku pergi. Tidak peduli dengan respons Willy yang mungkin akan kembali tersinggung mendengar jawabanku yang tidak sopan itu. yang aku pikirkan hanya satu, pergi dan tidak mengulang apa yang baru saja aku lakukan. Sakit hati yang tiba-tiba datang itu bisa membuat air mataku kembali datang dan berlinang tanpa jawaban yang jelas. Jadi aku memutuskan untuk tidak menoleh ke arah Willy yang akan membuat hatiku semakin sakit.



Di Karyakarsa sudah sampe bab 34 ya! Yang mau baca cepet bisa langsung gass ke sana❤️

Di Karyakarsa sudah sampe bab 34 ya! Yang mau baca cepet bisa langsung gass ke sana❤️

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.


Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.


Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now