20. Seperti orang asing

Start from the beginning
                                    

"Kenapa kamu gak kasih tahu aku kalau kamu sudah punya pacar, Wil. Padahal kemarin aku datang ke Toko. Bukannya sekalian kenalkan kami," katanya, merajuk.

Willy yang sudah mulai menjalankan mobilnya menatap kaca untuk melihat wajah Chika di belakang. Dengan senyum kecil pria itu menjawab.

"Maaf. Aku terlalu sibuk kemarin."

"Cih, dasar. Karena sibuk sampai lupa kalau kamu punya pacar ya," ujar Chika.

"Kalian sudah lama pacaran?" tanya Chika kepadaku.

Aku melirik Willy sekilas lalu tertawa kikuk. "Belum lama kok Mbak."

"Gak usah panggil Mbak, panggil Chika saja biar lebih akrab," katanya. "Maaf ya kemarin aku gak tahu kalau kamu pacar Willy, kalau tahu aku pasti bakal lebih bersikap ramah."

Aku gak butuh. Aku membatin dalam hati. Senyum rahamnya yang tampak cantik itu tiba-tiba saja berubah sangat menyebalkan di mataku.

"Ah, gak apa-apa kok."

"Aku penasaran. Kalian bertemu di mana? Willy bilang kamu kerja jadi Pastry Chef di Toko ya?"

Aku meringis lalu mengangguk. Entah sudah seberapa jauh Willy menceritakan tentang aku kepada Chika. Aku tidak bisa menjawab semua pertanyaan Chika yang sangat ingin tahu itu. Apa lagi fakta bahwa kami sebenarnya bukan sepasang kekasih, melainkan hanya bohongan saja. Rasanya aku bingung mencari alasan.

"Jangan menggodanya terus, Chika."

Chika tertawa ceria. "Pelit ah Willy. Aku kan hanya ingin tahu saja. Bisa saja kamu dapat pacar cantik kayak Ara."

Mereka berdua tertawa. Mengobrol sesuatu asyik yang tidak aku mengerti. Di dalam mobil aku merasa seperti orang asing. Mereka terlihat begitu sangat akrab sampai tahu baik buruk bahkan hal lucu tentang Willy yang tidak aku tahu sama sekali. Bahkan mereka sesekali melemparkan godaan yang membuat aku semakin kesal.

Kenapa Willy harus mengajakku ikut kalau akhirnya akan ada Chika bersama kami? Apa dia sengaja ingin membuat aku tidak nyaman? Atau sengaja menjadikan aku bahan agar Chika cemburu kepadanya karena Willy sudah punya kekasih mengingat cintanya tidak terbalas? Sial, aku kembali merasa menjadi orang bodoh di sini.

Perasaan semangat akan berlibur ke Bali langsung runtuh. Rencana untuk memonopoli Willy agar semakin dekat denganku harus hancur dengan hadirnya Chika di antara kami.

"Kamu harus banyak sabar ya Ra. Willy kadang terlalu sibuk sampai lupa sama sekitarnya. Kamu harus hukum dia kalau sampai lupa sama kamu karena terlalu sibuk," ujar Chika. "Dulu dia pernah jatuh sakit karena terlalu memaksakan diri. Benar-benar keras kepala."

Ucapan itu sama sekali tidak menghiburku. Aku malah semakin tidak suka kepada Chika saat wanita itu bercerita seolah-olah dia sangat dekat dengan Willy. Apa lagi saat Willy meresponsnya dengan manis. Sialan, kalau mereka memang dekat kenapa tidak pacaran saja sekalian. Kenapa harus ada kata cinta bertepuk sebelah tangan untuk Willy kalau Chika begitu sangat tahu tentang Willy.

Dan aku, apa gunanya aku di sini kalau hanya di jadikan obat nyamuk saja. Tahu begini aku jelas akan menolak untuk ikut. Tidak tahu apa yang sedang Willy rencanakan, tapi sekarang mood ku sudah benar-benar hancur. Bahkan jika bisa, aku ingin meloncat keluar dari mobil karena tidak tahan menjadi pendengar kisah mereka yang sangat indah. Aku seperti peganggu yang tidak di butuhkan kehadirannya.

"Kenapa diam saja Ra? Kamu gak apa-apa kan?" tanya Chika, terdengar sok perhatian di telingaku.

Aku menoleh menatap Chika lalu tersenyum. "Aku gak apa-apa kok. Cuma sedang mendengarkan kalian mengobrol saja."

"Ah, maafkan aku. Kami terlalu asyik bernostalgia."

Aku memasang senyum manis. "Gak masalah kok. Itu bukan hal aneh mengingat kalian sepertinya sudah sangat dekat sekali."

"Ya, kami dekat walau umur Willy jauh lebih tua sih," ucap menggoda Willy.

"Sekali pun aku lebih tua tetap saja aku sama dengan kalian semua. Mungkin aku lebih tampan dan menggoda," balasnya percaya diri.

"Dih, geli aku dengernya," sahut Chika.

Willy tertawa. Dan lagi aku menjadi manusia tak kasat mata di sini. Aku ingin marah, aku ingin protes tapi tidak bisa. Dan akhirnya aku hanya memilih diam dan berharap perjalan ini segera sampai agar aku tidak mendengar ocehan Chika lagi.

 Dan akhirnya aku hanya memilih diam dan berharap perjalan ini segera sampai agar aku tidak mendengar ocehan Chika lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now