(76) Air Mata

284 42 4
                                    

"Pak makasih ya sudah mengantar saya. Nanti saya kabari kalau minta di jemput. Bapak hati-hati di jalan" ucap Latisha pada Pak Ilham - sopir yang mengantar gadis itu hari ini.

"Sama-sama non. Semangat belajarnya" jawab Pak Ilham. Senyumnya begitu ramah dan hangat. Laki-laki berusia 56 tahun yang berasal dari Brebes itu adalah sopir favorit Latisha. Selain karena ramah, Pak Ilham juga orang yang bisa diajak bicara apapun.

"Makasih ya pak. Saya sekolah dulu" pamit Latisha lalu keluar dari mobil Toyota Alphard tersebut.

Gadis itu berjalan langsung masuk melalui lobby tanpa lewat parkiran karena Latisha yakin jika Sergio beserta teman-temannya sedang berada disana.

Beberapa orang menyapa Latisha dengan hangat. Latisha berjalan melewati koridor yang cukup ramai. Mulai terbiasa berangkat ke kelas tanpa Sergio.

"Lo udah ngerjain PR Fisika Sha?" Tanya Tabita saat mereka bertemu di absen finger print

"Udah dong" jawab Latisha. Meskipun masih terpukul dengan kepergian kakeknya, dan sifat Sergio yang membuatnya semakin hancur. Latisha masih bisa menggunakan kesempatan yang ada untuk belajar dan mengerjakan tugas.

Latisha mengedarkan pandangannya. Liana sudah ada di bangkunya. Dan ada Latika yang sedang duduk di bangku paling belakang deret kedua dari letak bangku Latisha. Latika melambai mengode agar Latisha menghampirinya.

"Ngapain lo disini? Mulai bosen sama kelas favorit IPA?" Tanya Latisha lalu terkekeh. Ia tidak mengira jika Latika berangkat pagi untuk datang ke kelas Latisha.

Latika menggeleng "buat menyadarkan orang aja. Dimana posisi dia" jawab Latika dengan senyum miring. Latika melirik ke arah Liana yang nampak tersindir dengan ucapan Latika.

"Sayangnya nggak pernah sadar tuh" sahut Tabita dengan suara yang tak kalah keras dari suara Latika.

"Mulai hari ini lo duduk disini. Ini gue minta ke kepsek langsung biar ditambah meja kelas ini. Jadi nggak perlu makan hati terus-terusan. Bisa sakit jiwa lo nanti" ucap Latika sembari menepuk meja di depannya. Latisha baru sadar jika bangku yang di duduki Latika, tidak ada sebelumnya.

"Ogah ah" ucap Latisha lalu berbalik hendak duduk bersama dengan Liana

Latika mendengus kesal "kalau lo nggak mau, lo bakal gue pindah ke kelas gue, gantiin Mauren yang mau pindah ke IPS" ucap Latika lalu bangkit dari duduknya. Latisha mendelik mendengarkan ucapan Latika. Ia baru mendengar kabar ini sekali. Kabar jika Mauren akan pindah jurusan.

"Mauren mau pindah? Kenapa?" Tanya Latisha

Latika mengangkat bahunya tidak tau. Lantaran Latika tidak lagi sedekat dulu dengan Mauren. Tapi kalau boleh menerka, Latika yakin karena Mauren tidak memiliki teman lain di kelas selain Latika. Tapi Latika sudah tidak mau lagi berteman dengan Mauren, gadis yang selalu memfitnah Latisha dan membuat hubungan kembar bersaudara itu sejauh Neptunus dan Matahari.

"Lo bully ya?" Tebak Latisha dengan mata menyipit

Latika tertawa dengan pertanyaan yang Latisha ajukan "nggak mungkin lah. Ya tapi gue nggak tau kenapa dia pindah. Atau cuma gosip. Tapi lo pasti tau kan gue bisa merealisasikan gosip itu dan mindahin lo ke kelas gue" ucap Latika dengan alis yang naik turun. Latisha mendesis tajam, Latika juga memiliki nama Pradipta. Tidak akan menutup kemungkinan jika Latika bisa memindah Latisha dengan mudah. Apalagi jika Latika sudah mau mengangkat bicara pada papanya jika Latisha tersakiti di kelas, maka semua keinginan Latika akan lebih mudah di realisasikan.

"Iya iya gue pindah kesini" jawab Latisha. Akan lebih baik jika gadis itu menurut apa ucapan Latika dan tetap ada di kelas ini meskipun harus bangku sendiri.

My Flat BoyfriendWhere stories live. Discover now