(71) Pengganggu

348 45 2
                                    

Apa yang dikatakan Liana kini di realisasikan. Gadis itu terus menempel pada Sergio meskipun Sergio sedang bersama dengan Latisha berdua. Ikut nimbrung padahal tidak diajak. Meskipun Liana adalah anak dari sahabat mamanya, tetap saja Latisha tidak menyukai Liana yang terus saja menempel pada Sergio seolah Sergio adalah satu-satunya orang di dunia ini yang bisa menemaninya ke kantin.

Saat Revan mengajak Liana, gadis itu menolak dengan dalih belum mengenal. Padahal selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu gadis itu chat dengan Revan dan banyak bercerita. Lalu bagian mana yang tidak terlalu mengenal? Benar-benar tidak bisa di nalar.

"Oh. . Jadi lo ini pacarnya Sergio? Sergio yang pendiam begini bisa pacaran juga" ucap Liana lalu tertawa.

Sergio dan Latisha malah menatap Liana datar. Bukan hal yang penting untuk di bicarakan, terutama saat mereka sedang makan di kantin seperti sekarang.

"Kalau makan hati-hati. Kan belepotan" ucap Sergio sembari mengusap ujung bibir Latisha yang kotor karena beberapa sisa makanan membekas disana

Latisha tersenyum "makasih" ucapnya

"Kayaknya gue nyamuk disini" ucap Liana lalu memalingkan wajahnya ke arah lain

Tuh sadar, batin Sergio

"Tapi nggak papa daripada gue makan sendiri" sambung Liana.

"Nanti pulang sekolah mau kemana Soy?" Tanya Sergio setelah menelan gado-gado di mulutnya

"Soy? Keledai?" Tanya Liana dengan mata menyipit menatap Sergio. Tidak yakin jika cowok itu mengatai pacarnya sebagai nama hewan "eh kedelai maksudnya. Sorry sorry" koreksi Liana setelah mengingat kata soy yang berarti kedelai.

Bahasa Inggris nol tapi berusaha ngartiin, batin Sergio. Sepengetahuan Sergio, Liana dulu tidaklah semenyebalkan ini. Bahkan tidak terlalu banyak bicara. Cenderung pendiam dan menjadi pendengar. Bukan orang yang cerewet

"Nanti pulang sekolah mau kemana Soy?" Sergio mengulang lagi pertanyaannya.

"Kemana ya?" Latisha memutar otaknya. Semua mall di kota ini sudah pernah mereka kunjungi, sentra kuliner juga sudah banyak yang mereka datangi bersama. Sehingga untuk menjawabnya Latisha perlu berfikir banyak.

"Gimana kalau ke food court mall Jl. Diponegoro? Kayaknya bagus tuh. Udah lama gue nggak kesana" sahut Liana padahal tidak dimintai pendapat. Sergio bertanya pada Latisha, bukan pada teman masa kecilnya

"Liana, gue nggak minta pendapat lo" ucap Sergio datar

"Ngusul aja. Kan gue mau ikut" ucap Liana lalu mengerucutkan bibirnya ke depan

"Oh iya Gi, katanya papa, gue disuruh ke rumah lo dulu. Soalnya papa masih ada beberapa barang yang mau di ambil ke ekspedisi. Dan papa pulangnya malem" sambung Liana yang ditujukan kepada Sergio

Latisha berpura-pura tidak ada disana dan berpura-pura untuk tidak mendengarkan apa yang baru saja Liana ucapkan. Tidak berguna Latisha tau, yang ada malah membuat hatinya semakin memanas tidak karuan. Akan lebih baik jika ia diam dan makan.

"Lo ke rumahnya Latisha aja. Kan tante Caca sahabat mama lo, dan om Samudra sahabat papa lo. Jadi kayaknya lebih baik kalau lo ke rumah Latisha" ucap Sergio.

"Tapi gue kan nggak deket sama Latisha atau saudara-saudaranya" ucap Liana

Latisha tidak bergeming atau berbicara sepatah katapun. Gadis itu tidak ingin menawarkan diri pada Liana atau mempromosikan papa nya agar gadis itu memilih rumahnya dibanding rumah Sergio. Biarkan sesukanya.

"Lo kan bisa baik-baik sama mereka. Mereka bukan vampir yang bisa gigit lo kok" ucap Sergio dengan nada dinginnya. Suara itu terdengar ketus di telinga Liana.

My Flat BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang