(37) Izin

367 51 0
                                    

Minggu UAS semester ganjil sudah datang. Beberapa siswa berlalu lalang melewati ruang guru untuk mengambil kartu ujian atau mengambil perlengkapan yang telah di sediakan oleh pihak sekolah

Sergio memarkirkan mobilnya tepat di sebelah mobil Latika. Karena hanya tempat itu yang lenggang dan cukup untuk ukuran mobil Sergio. Latisha keluar terlebih dulu, membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan karena sepanjang jalan ia hanya melihat trotoar hingga tertidur

"Sha tunggu" ucap Sergio saat Latisha hendak melangkahkan kakinya lebih dulu menuju ke kelas

"Ada apa?" Tanya Latisha

Sergio bergumam, bukan sekarang waktunya berbicara. Terlebih banyak orang yang pasang telinga di sekolah ini. Kepo dengan urusan orang lain bahkan sibuk mendeskripsikan orang lain melalui satu pikiran saja yang kemudian di sebar luaskan sebagai bentuk gosip

"Bareng" ucap Sergio pada akhirnya

Latisha mengangguk kemudian berjalan beriringan dengan Sergio menuju ke kelasnya yang berada di tengah lorong

"Nanti mau nggak ke restoran Jepang dulu sepulang nanti?" Tanya Sergio

"Lo nggak belajar?" Tanya Latisha. Meskipun hubungan keduanya sudah berjalan dua bulan lamanya, Sergio tetaplah Sergio yang lebih nyaman menggunakan 'lo gue' dari pada 'aku kamu'

"Ada waktu sebentar"

"Boleh. Sekalian mau makan soba. Udah lama enggak ngerasain mie soba" jawab Latisha lalu tersenyum.

Bangku yang sudah di tata satu persatu sedemikian rupa untuk menghindari siswa yang saling mencontek, dipisah jarak satu meter per bangku. Latisha berada di pojok ruangan sementara Sergio berada di tengah karena absen mereka yang lumayan jauh.

Sementara siswa lain sedang berbisik-bisik tentang pelajaran, bahkan contekan. Sergio malah menenggelamkan wajahnya di atas bangku sembari mengingat beberapa rumus yang sudah dihafalnya luar kepala.

Brian, Revan dan Aldi malah sibuk mencatat rumus di atas bangku, merusak fasilitas sekolah dan akan ketahuan jika guru yang mengawasi cukup canggih.

"Yang udah pinter emang enak. Bobo aja nilainya sembilan puluh delapan" sindir Revan kepada Sergio

"Yang bodoh diem aja jangan bacot" ketus Aldi karena konsentrasinya menjadi hilang karena Revan yang sudah bertingkah pagi-pagi UAS seperti ini. Terutama, hari ini UAS matematika yang cukup sulit.

"Mabar aja" ucap Revan sembari mengeluarkan ponselnya. Mau di hafalkan model apapun, Revan tidak akan bisa mengingatnya sewaktu ujian nanti. Hanya keajaiban lah yang ditunggu oleh Revan.

"Nggak pinter, mabar mabar terus. Remidi lo Van" ucap Brian

"Tenang, kalo lo frustasi gue menyediakan tali gantung diri di hias pernak-pernik sesuai pesanan. Jadi lo nanti bunuh dirinya kelihatan mewah dan berkelas. Nggak asal tali" ucap Aldi dengan senyum mengembang sempurna. Soal mengerjai Revan, Aldi adalah pakarnya.

"Kalau lo frustasi, datang ke Aldi. Tapi jangan lupa pesen peti nya di gue sebelum datang ke Aldi. Bisa request ukirannya Doraemon atau Upin Ipin, semuanya bisa untuk teman tercinta" timpal Brian yang melupakan semua rumus di atas bangkunya.

Revan terdiam tidak menanggapi ucapan dari kedua temannya yang seperti mendukung Revan untuk melakukan kegiatan bunuh diri, dan fasilitasnya sudah disediakan oleh Aldi dan Brian.

My Flat BoyfriendKde žijí příběhy. Začni objevovat