99. Thank You, Lauren

14.1K 775 64
                                    

Lauren menekuk lututnya tinggi – tinggi di atas tempat tidurnya, kedua mata biru jernih milik wanita itu menatap ke arah snow ball yang saat ini sedang berada di genggamannya. Snow ball itu sama persis dengan snow ball terakhir yang diberikan oleh ayahnya kepada Lauren sebelum kejadian malam berdarah itu.

Sungguh, Lauren bukannya ingin kembali mencari penyakit, namun, tiba – tiba wanita itu merasa sesak ketika ia mengetahui jika orang yang tadi mengetuk pintu rumahnya adalah ayahnya sendiri.

Setelah bertahun – tahun meninggalkan Lauren sendirian dalam kegelapan yang mencekam itu, sekarang, untuk apa pria sialan itu hadir? Apa pria sialan itu hadir untuk mengingatkan Lauren tentang betapa tak berdayanya Lauren remaja saat melihat ibunya sekarat di depan kedua matanya? Apa pria sialan itu hadir untuk mengejek Lauren yang ternyata bernasib sama dengan ibu Lauren?

Lauren dan ibunya sama sama dibuang oleh pria yang mereka cintai. Lauren tak tau, kesalahan apa yang telah dibuatnya hingga ia memiliki nasib yang sama dengan ibunya. Padahal, Lauren sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak memiliki nasib yang sama dengan ibunya.

Lauren sudah menghabiskan seluruh waktunya untuk berhias dan merawat diri agar suaminya tak berpaling, Lauren sudah menghabiskan seluruh waktunya untuk menjadi wanita yang kasar dan tak berperasaan agar tak ada wanita lain yang berani mendekati suaminya, namun rasanya, semua itu tak cukup.

Hah.

Lauren menghela nafasnya dengan kasar. Wanita itu kemudian bangkit dari posisinya dan meletakkan kembali snow ball itu ke atas rak buku kecil yang ada di kamarnya

"Lauren, tenangkan pikiranmu. Jangan ingat masa lalu. Jangan ingat" ucap Lauren yang diakhiri dengan satu tarikan dan helaan nafas secara perlahan dari mulut wanita itu.

Tap. Tap. Tap.

Dengan kedua kaki telanjangnya, Lauren melangkah menuju keluar kamarnya. Keadaan di dalam rumah itu sangat temaram, mungkin karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.20 P.M., waktu dimana semua orang normal tidur dan bersukacita dalam mimpinya.

Lauren menarik kancing jaket bomber tebal dan besar miliknya. Wanita itu bersiap untuk pergi keluar rumah dan mencari angin dingin untuk menghalau hawa panas di kedua matanya yang sepertinya akan kembali meneteskan air mata.

Lauren memakai sepatu boots hitamnya dan tak lupa, Lauren juga memakai sarung tangan dengan warna senada. Saat ini, Lauren sedang tidak memakai ketiga jari palsunya. Meski sudah 2 bulan berlalu, wanita itu tetap merasa tidak percaya diri dengan tangan kirinya yang hanya tersisa 2 jari asli saja. Wanita itu berharap, dirinya bisa berusaha untuk bersyukur dan merasa percaya diri di masa depan, sehingga ia tak perlu lagi memakai 3 jari palsu yang terkadang terasa sangat risih bagi Lauren.

Krek.

Lauren mengunci pintu kayu itu sebelum ia melangkahkan kakinya untuk meninggalkan rumahnya. Setelah memastikan ia sudah mengunci dengan baik, wanita itu langsung melangkahkan kedua kaki panjangnya keluar dari kawasan rumahnya.

Drap. Drap. Drap.

Suara hentakan boots Lauren di atas jalan Barcelona itu memecah keheningan yang tercipta di malam yang dingin ini. Lampu – lampu di pinggir jalan itu sudah menyala terang untuk menyinari jalanan yang saat ini tak dilewati oleh satu orangpun, hanya Lauren.

Lauren memasukkan kedua tanganya ke dalam saku jaketnya ketika ia merasakan angin dingin bertiup.

Lauren terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan, hingga akhirnya kedua mata biru milik wanita itu menatap sebuah mini market yang tak jauh di hadapannya. Seketika, pikiran Lauren langsung tertuju pada Lucia. Saat ini, Lucia sedang mengandung namun ia belum memiliki susu untuk ibu hamil, mungkin... Lauren bisa mendapatkan susu itu di dalam mini market tersebut

In Your EyesWhere stories live. Discover now