Cassandra Aldrich [✓]

By gxrysmxth

119K 18.8K 1.1K

[Harry Potter Fanfiction] Tahun-tahun Cassandra Aldrich saat di Hogwarts bersama dengan ketiga sahabatnya; Ha... More

Tawanan Azkaban; 1
Tawanan Azkaban; 2
Tawanan Azkaban; 3
Tawanan Azkaban; 4
Tawanan Azkaban; 5
Tawanan Azkaban; 6
Tawanan Azkaban; 7
Tawanan Azkaban; 8
Tawanan Azkaban; 9
Tawanan Azkaban; 10
Tawanan Azkaban; 11
Tawanan Azkaban; 12
Tawanan Azkaban; 13
Tawanan Azkaban; 14
Tawanan Azkaban; 15
Tawanan Azkaban; 16
Tawanan Azkaban; 17
Tawanan Azkaban; 18 [✓]
Piala Api; 1
Piala Api; 2
Piala Api; 3
Piala Api; 4
Piala Api; 5
Piala Api; 6
Piala Api; 7
Piala Api; 8
Piala Api; 9
Piala Api; 10
Piala Api; 11
Piala Api; 12
Piala Api; 13
Piala Api; 14
Piala Api; 15
Piala Api; 16
Piala Api; 17
Piala Api; 18
Piala Api; 19
Piala Api; 20
Piala Api; 21 [✓]
Orde Phoenix; 1
Orde Phoenix; 2
Orde Phoenix; 3
Orde Phoenix; 4
Orde Phoenix; 5
Orde Phoenix; 6
Orde Phoenix; 7
Orde Phoenix; 8
Orde Phoenix; 9
Orde Phoenix; 10
Orde Phoenix; 11
Orde Phoenix; 12
Orde Phoenix; 13
Orde Phoenix; 14
Orde Phoenix; 15
Orde Phoenix; 16
Orde Phoenix; 17
Orde Phoenix; 18 [✓]
Pangeran Berdarah Campuran; 1
Pangeran Berdarah Campuran; 2
Pangeran Berdarah Campuran; 4
Pangeran Berdarah Campuran; 5
Pangeran Berdarah Campuran; 6
Pangeran Berdarah Campuran; 7
Pangeran Berdarah Campuran; 8 [✓]
Cassandra Aldrich II

Pangeran Berdarah Campuran; 3

978 179 48
By gxrysmxth

"Siapa menurutmu?" Hermione bertanya berbisik disampingku.

"Entahlah, aku tak begitu peduli." Aku menjawab dengan acuh sambil mengendikkan bahu sementara Malfoy sudah kembali ke tempatnya, "Oh, ya, apa aroma terakhir yang kau cium?"

"Oh--" Gumam Hermione, dia gugup dan wajahnya merona, "Bukan apa-apa! Ba-bagaimana denganmu?"

Aku menatap Hermione beberapa detik sebelum menjawab dengan lancar. "Aku mencium aroma hujan, buku-buku lama, cokelat dan juga parfum Cedric."

"Kau--" Ujar Hermione, menatapku agak terkejut. "Kau masih menyukainya--maksudku--kau--"

Aku mendengus tertawa dan menatap lurus kedepan. "Sulit untuk melupakan cinta pertama, kau tahu."

"Amortentia tidak betul-betul menciptakan cinta, tentu mungkin membuat atau mengimitasi cinta. Tidak, ini hanya sekadar menimbulkan perasaan tergila-gila atau obsesi yang luar biasa. Ini mungkin ramuan yang paling berbahaya dan paling kuat dalam ruangan ini oh ya," Kata Profesor Slughorn, mengangguk serius kepada Malfoy dan Nott, keduanya sedang menyeringai menyangsikan. "Jika kalian sudah menyaksikan kehidupan sebanyak yang ku saksikan, kalian tidak akan menggangap remeh kekuatan cinta obsesif ...."

"Dan sekarang," Kata Profesor Slughorn, "Sudah waktunya bagi kita untuk mulai bekerja."

"Sir, Anda belum memberitahu kami ramuan apa yang ada dalam kuali ini," Kata Ernie, menunjuk sebuah kuali hitam kecil yang nangkring, di atas meja Slughorn. Ramuan di dalamnya memercik-mercik ceria; warnanya seperti warna emas meleleh, dan butir-butir besar melompat-lompat seperti ikan emas di atas permukaannya, meskipun tak setitik pun tercecer.

"Oho," Kata Profesor Slughorn lagi. Aku yakin Profesor Slughorn sama sekali tidak lupa akan ramuan itu, namun sengaja menunggu ditanya supaya efeknya dramatis. "Ya. Itu. Nah, itu, Saudari-Saudara sekalian, adalah ramuan paling ajaib yang disebut Felix Felicis. Saya kira--" Dia menoleh, tersenyum, memandang Hermione, yang memekik pelan, "Kau tahu apa khasiat Felix Felicis, Miss Granger?"

"Itu cairan keberuntungan," Kata Hermione bergairah. "Cairan itu membuat kita beruntung!"

Seluruh kelas tampaknya duduk sedikit lebih tegak. Sekarang aku hanya bisa melihat bagian belakang kepala Malfoy yang berambut pirang, karena dia akhirnya memberi Profesor Slughorn perhatian penuh tanpa terbagi.

"Betul sekali, sepuluh angka lagi untuk Gryffindor. Ya, ini ramuan yang aneh, Felix Felicis," Kata Profesor Slughorn. "Luar biasa sulit pembuatannya, dan membawa malapetaka kalau keliru. Meskipun demikian, jika dibuat secara benar, seperti yang ini, jika kalian meminumnya, kalian akan melihat bahwa semua usaha kalian cenderung akan berhasil ... paling tidak sampai efeknya pudar."

"Pernahkah Anda meminumnya, Sir?" Tanya Corner dengan sangat tertarik.

"Dua kali sepanjang hidupku," Kata Profesor Slughorn. "Sekali waktu aku berumur dua puluh empat tahun, sekali waktu aku lima puluh tujuh tahun. Dua sendok makan penuh diminum sehabis sarapan. Dua hari yang sempurna."

Profesor Slughorn memandang ke kejauhan dengan pandangan melamun. Apakah dia bersandiwara atau tidak, pikirku efeknya bagus. "Dan ramuan itulah," Kata Profesor Slughorn, rupanya sudah kembali ke bumi, "Yang akan kuberikan sebagai hadiah dalam pelajaran ini."

Kelas hening, membuat setiap gelegak dan deguk di dalam kuali-kuali ramuan seolah dikeraskan sepuluh kali. "Satu botol kecil Felix Felicis," Kata Profesor Slughorn, mengeluarkan satu botol kecil mungil bertutup gabus dari dalam sakunya dan memperlihatkannya kepada mereka semua. "Cukup untuk membawa keberuntungan selama dua belas jam. Dari subuh sampai senja, kalian akan beruntung dalam apa pun yang kalian lakukan."

"Aku harus memperingatkan kalian bahwa Felix Felicis adalah barang terlarang dalam kompetisi yang terorganisir ... pertandingan olahraga, misalnya, ujian, atau pemilihan. Jadi, siapa pun yang mendapatkannya nanti, hanya boleh menggunakannya pada hari yang biasa ... dan saksikan bagaimana hari yang biasa menjadi luar biasa!"

"Jadi," Kata Profesor Slughorn, tiba-tiba menjadi penuh semangat, "Bagaimana kalian bisa memenangkan hadiahku yang luar biasa ini? Dengan membuka halaman sepuluh Pembuatan Ramuan Tingkat Lanjut. Kita masih punya waktu satu jam lebisedikit, jadi cukup waktu bagi kalian untuk mencoba membuat Tegukan Hidup Bagai Mati. Aku tahu ramuan ini lebih rumit daripada ramuan apa pun yang pernah kalian coba buat sebelurnnya, dan aku tidak mengharapkan ramuan sempurna dari siapa pun. Meskipun demikian, anak yang menghasilkan ramuan paling baik akan memenangkan sebotol kecil Felix ini. Silakan mulai!"

Terdengar derit ketika semua anak menarik kuali ke dekat mereka, dan dentang-dentang keras ketika beberapa anak mulai menimbang ramuan, namun tak seorang pun bicara. Semua anak berkonsentrasi penuh. Aku melihat Malfoy membuka-buka buku Pembuatan Ramuan Tingkat Lanjut-nya dengan penuh semangat. Tak bisa lebih jelas lagi bahwa Malfoy menginginkan hari penuh keberuntungan itu. Aku buru-buru mengambil buku, membuka halaman sepuluh dan bergegas menuju lemari untuk mengambil bahan-bahannya, aku akan mengambil Valerian dulu, yang kandungan obatnya berada dalam akarnya.

"Aku duluan, Aldrich!" Bersamaan dengan terdengarnya suara angkuh, Malfoy melesat maju dan mengambil Valerian, bahuku dan bahunya saling bertabrakan, aku mendecak sebal, padahal dia bisa menunggu terlebih dahulu!

Dengan hati kesal, aku mengambil Valerian dan bahan-bahan yang lainnya, kembali lagi menuju tempat kualiku berada dan mulai bekerja, semua anak terus-menerus mengerling melihat apa yang dilakukan temannya yang lain. Inilah keuntungan dan kerugian kelas Ramuan, sulit menjaga kerahasiaan ramuan yang ku buat. Dalam waktu sepuluh menit, seluruh ruangan dipenuhi uap kebiruan. Ramuanku sudah mirip cairan halus sewarna beri hitam, yang disebutkan sebagai tahap pertengahan yang ideal.

"Sir, saya rasa Anda mengenal kakek saya, Abraxas Malfoy?" Aku mendongak. Profesor Slughorn baru saja melewati meja Slytherin.

"Ya," Kata Profesor Slughorn, tanpa memandang Malfoy, "Aku ikut prihatin mendengar dia sudah meninggal, meskipun tentu saja itu tidak mengejutkan, cacar naga pada usianya ...." Dan Profesor Slughorn berjalan menjauh, membuatku menyeringai.

"Boleh aku pinjam pisau perakmu?" Harry bertanya. Aku mengangguk tak sabar, tanpa mengangkat mata dari ramuanku, yang masih berwarna ungu tua, kendatipun menurut buku seharusnya sudah berubah menjadi ungu muda sekarang.

Aku melirik ramuan Harry, ramuannya sudah menjadi merah muda pucat. "Bagaimana kau melakukannya, Harry?"

"Tambahkan satu putaran searah jarum jam."

Aku mengernyit, memandang pada buku sekilas. "Dibuku tertulis berlawanan arah dengan jarum jam!"

Harry mengendikkan bahu, dan aku melirik Hermione yang wajahnya kemerahan, ramuannya sama denganku, tertahan diwarna ungu, di seberang meja, Ron mengutuk pelan. Ramuannya tampak seperti obat batuk hitam kental.

"Dan waktunya ... habis!" Seru Profesor Slughorn. "Tolong semua berhenti mengaduk!"

Profesor Slughorn bergerak pelan di antara meja-meja, mengintip ke dalam kuali. Dia tidak memberi komentar, namun kadang-kadang mengaduk ramuan, atau mengendusnya. Akhirnya dia tiba di meja Harry, Ron, Hermione, dan aku. Dia tersenyum menyesal pada ramuan Ron yang seperti ter. Ramuanku dan Ramuan Hermione diberinya anggukan setuju. Kemudian dia melihat ramuan Harry dan ekspresi kegembiraan dan tak percaya mewarnai wajahnya. "Jelas inilah pemenangnya!" Serunya ke kelasnya. "Luar biasa, luar biasa, Harry! Astaga, jelas sekali kau mewarisi bakat ibumu, dia pintar sekalimembuat Ramuan. Lily hebat sekali! Ini dia, kalau begitu, ini dia sebotol Felix Felicis, seperti yang ku janjikan, dan gunakan ini sebaik-baiknya!"

Harry menyelipkan botol kecil mungil berisi cairan keemasan ke saku dalamnya, kegusaran tampak di wajah anak-anak Slytherin, Hermione memasang wajah kecewa. Ron dan aku hanya ternganga takjub.

"Bagaimana kau melakukannya?" Ron berbisik kepada Harry ketika kami meninggalkan ruang bawah tanah itu.

"Beruntung saja, kukira," Kata Harry.

Namun, begitu kami sudah duduk nyaman di meja Gryffindor untuk makan malam, Harry memberitahu kami semuanya. Wajah Hermione semakin lama semakin membatu mendengar tiap kata yang diucapkannya.

"Kurasa kau pikir aku curang?" Harry mengakhiri penuturannya, sakit hati melihat ekspresi Hermione.

"Yah, itu bukan sepenuhnya hasil kerjamu, kan?" Timpal Hermione kaku.

"Dia cuma mengikuti instruksi yang berbeda dengan instruksi kita," Kata Ron. "Bisa jadi malapetaka, kan? Tapi dia mengambil risiko dan berhasil." Ron menghela napas. "Slughorn bisa saja memberiku buku yang itu, tapi tidak, aku dapat buku yang tak ada tulisannya apa pun. Pernah dimuntahi, kalau lihat tampilan halaman lima-puluh-dua, tapi--"

"Tunggu," Aku menoleh dan melihat Ginny telah bergabung dengan kami. "Apakah aku mendengar dengan benar? Kau mengikuti petunjuk yang ditulis seseorang dalam buku, Harry?"

Ginny tampak ketakutan dan gusar. Aku langsung tahu apa yang ada dalam pikirannya. Dia trauma dengan kejadian buku harian Riddle, saat aku berada dalam tahun kedua.

"Bukan apa-apa," Kata Harry menenangkan, merendahkan suaranya. "Sama sekali lain daripada, kau tahu, buku harian Riddle. Ini cuma buku pelajaran tua yang ditulisi seseorang."

"Tapi kau melakukan apa yang dikatakannya?"

"Aku cuma mencoba beberapa petunjuk yang tertulis di tepi bukunya. Tenang, Ginny, tak ada yang aneh"

"Ginny betul," Kata Hermione, langsung gembira. "Kita harus mengecek apakah tak ada yang aneh. Maksudku, semua instruksi itu, siapa tahu?"

"Hei!" Kata Harry jengkel, ketika Hermione menarik keluar buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut dari dalam tasnya dan mengangkat tongkat sihirnya.

"Specialis revelio!" Kata Hermione, dengan gesit mengetuk sampul depan buku itu. Tak ada yang terjadi. Bukunya hanya tergeletak, tampak tua dan kotor dan tepiannya compang-camping.

"Selesai?" Kata Harry kesal. "Atau kau mau menunggu dan melihat kalau-kalau buku ini akan terjun berputar?"

"Kelihatannya oke," Kata Hermione, masih menatap buku itu dengan curiga. "Maksudku, kelihatannya menantang ... cuma buku pelajaran."

"Bagus. Kalau begitu kembalikan," Kata Harry, menyambar buku itu dari atas meja.

Dalam pelajaran-pelajaran Ramuan selama sisa minggu itu Harry terus mengikuti petunjuk petunjuk dibuku lusuh itu setiap kali instruksinya berbeda dari instruksi Libatius Borage, dengan hasil pada pelajaran keempatnya Profesor Slughorn menjadi sangat antusias tentang kemampuan Harry, mengatakan bahwa dia jarang sekali mengajar orang seberbakat Harry. Baik aku, Ron maupun Hermione tidak senang dengan keadaan ini. Kendati Harry telah menawarkan untuk berbagi bukunya dengan kami bertiga, Ron mendapat lebih banyak kesulitan dibanding Harry dalam menafsirkan tulisan kecil-kecil itu, dan tak mungkin terus-menerus meminta Harry membaca nya keras-keras, karena itu akan menimbulkan kecurigaan. Hermione, sementara itu, dengan tegas mengikuti apa yang disebutnya instruksi resmi, namun dia menjadi semakin mudah-marah ketika instruksi resmi itu membuahkan hasil yang kurang bagus dibanding instruksi buku itu.

"Atau Putri," Kata Hermione jengkel mendengar Harry menceritakan kepada kami di ruang rekreasi pada hari Sabtu malam. "Siapa tahu dia perempuan. Menurutku tulisannya lebih mirip tulisan anak perempuan daripada tulisan anak laki-laki."

"The Half-Blood Prince, Pangeran Berdarah-Campuran, begitu dia menyebut dirinya," Kata Harry. "Berapa banyak anak perempuan yang jadi pangeran?"

Hermione tak bisa menjawab pertanyaan ini. Dia hanya memberengut dan menjauhkan esainya tentang Prinsip-Prinsip Pemunculan-Kembali dari Ron, yang berusaha membacanya secara terbalik. Harry melihat arlojinya dan bergegas memasukkan kembali buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya ke dalam tasnya.

"Jam delapan kurang lima, sebaiknya aku ke Dumbledore sekarang, kalau tidak bisa telat nanti."

"Semoga berhasil, Harry." Aku berujar.

"Ooooh!" Hermione terpekik pelan, langsung mengangkat muka memandang Harry. "Semoga sukses! Kami akan menunggu, kami ingin mendengar apa yang diajarkannya kepadamu!"

"Semoga lancar," Kata Ron, dan kami bertiga mengawasi Harry meninggalkan ruangan lewat lubang lukisan.

Seperti telah diramalkan Hermione, jam-jam bebas kelas enam bukanlah waktu santai menyenangkan seperti diharapkan Ron, melainkan waktu untuk mengerjakan sejumlah besar PR yang diberikan kepada kami. Kami tak hanya belajar seakan ada ujian setiap hari, pelajaran-pelajarannya sendiri semakin lama semakin sulit. Aku nyaris tak memahami setengah dan apa yang dikatakan Profesor McGonagall kepada kami hari-hari ini, bahkan Hermione terpaksa memintanya mengulangi instruksi satu-dua kali. Yang luar biasa, dan membuat Hermione semakin sebal, pelajaran yang paling dikuasai Harry tiba-tiba saja adalah Ramuan, berkat si Pangeran Berdarah-Campuran. Mantra-mantra non-verbal sekarang diharapkan, tidak hanya di kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, melainkan di pelajaran Mantra dan Transfigurasi juga. Aku acap kali memandang teman-teman sekelasnya di ruang rekreasi atau pada saat makan dan melihat wajah mereka berwarna ungu dan tegang seolah mereka kebanyakan makan U-No-Poo, tetapi aku tahu bahwa sebetulnya mereka sedang bekerja keras berusaha melakukan sihir tanpa mengucapkan mantranya. Lega rasanya bisa di luar di rumah-rumah kaca, kami menangan tanaman-tanaman yang lebih berbahaya daripada sebelumnya dalam kelas Herbologi, tapi paling tidak kami masih diizinkan mengumpat keras-keras jika Tentakula Berbisa tiba-tiba menyambar kami dari belakang. Salah satu akibat menggunungnya tugas-tugas kami dan berjam-jam berlatih mantra-mantra nonverbal adalah aku, Harry, Ron, dan Hermione sejauh ini belum berhasil meluangkan waktu untuk mengunjungi Hagrid. Hagrid tak lagi datang untuk makan di meja guru, pertanda tak menyenangkan, dan dalam beberapa kesempatan ketika kami berpapasan dengannya di koridor atau di halaman, secara misterius Hagrid tidak melihat kami atau mendengar sapaan kami.

Pos burung hantu tiba, meluncur masuk lewat jendela-jendela yang basah kena hujan, menciprati anak-anak dengan tetes-tetes airnya. Sebagian besar anak menerima lebih banyak surat daripada biasanya. Para orangtua yang cemas ingin mendengar kabar dari anaknya dan meyakinkan mereka, pada gilirannya, bahwa segalanya baik-baik saja di rumah. Aku melihat Hedwig yang seputih-salju terbang berputar-putar di antara burung-burung hantu cokelat dan kelabu. Hedwig mendarat di depan Harry, membawa bungkusan persegi besar. Sekejap kemudian, bungkusan yang sama mendarat di depan Ron, Pigwidgeon, burung hantunya yang kecil mungil dan kelelahan, tergencet di bawahnya.

"Ha!" Kata Harry, membuka bungkusannya yang ternyata berisi buku baru Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut, dikirim oleh Flourish and Blotts.

"Oh, bagus," Kata Hermione, senang. "Sekarang kau bisa mengembalikan buku yang banyak tulisannya itu."

"Apa kau gila?" Kata Harry. "Tidak akan kukembalikan! Lihat, aku sudah memikirkannya--" Dia mengeluarkan buku lama Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut dari dalam tasnya dan diketuknya sampulnya dengan tongkat sihirnya, seraya menggumamkan, "Diffindo!" Sampul buku itu terlepas. Dia melakukan hal yang sama dengan bukunya yang baru, Hermione tampak kaget. Harry kemudian menukar kedua sampul buku itu, mengetuk keduanya dan berkata, "Reparo!"

Sekarang buku Pangeran tersamar menjadi buku baru, sedangkan buku baru dari Flourish and Blotts kelihatan seperti buku bekas. "Yang baru akan kukembalikan kepada Slughorn. Dia tak bisa mengeluh, harganya sembilan Galleon."

Hermione mengatupkan bibir rapat-rapat, tampak marah dan tidak setuju, tetapi perhatiannya teralih oleh burung hantu ketiga yang mendarat di depannya, membawa Daily Prophet edisi hari itu. Dia buru-buru membukanya dan membaca cepat halaman depannya.

"Ada orang yang kita kenal yang mati?" Aku bertanya dengan nada biasa setiap kali aku mengajukan pertanyaan kepada Hermione yang membuka Daily Prophet.

"Tidak, tapi ada lebih banyak serangan Dementor," Jawab Hermione. "Dan ada yang ditangkap."

Hari sebelumnya terjadi insiden menyedihkan, ketika Hannah Abbot dipanggil keluar dari pelajaran Herbologi untuk diberitahu ibunya ditemukan meninggal. Kami tidak melihat Hannah lagi sejak saat itu. Ketika kami meninggalkan meja Gryffindor lima menit kemudian untuk pergi ke lapangan Quidditch, kami melewati Lavender dan Parvati. Teringat apa yang dikatakan Hermione tentang orangtua si kembar Patil menginginkan mereka meninggalkan Hogwarts, aku tidak heran melihat kedua sahabat karib ini sedang berbisik-bisik, tampak sedih. Yang membuatku heran adalah, ketika Ron melewati mereka, Parvati tiba-tiba menyenggol Lavender, yang menoleh dan memberi Ron senyum lebar. Ron mengerjap bingung, kemudian membalas senyumnya dengan ragu-ragu. Cara jalan Ron serentak digagah-gagahkan. Aku menahan keinginanku untuk tertawa. Namun Hermione menjadi dingin dan tidak ramah sepanjang perjalanan menuju stadion, melewati gerimis dingin berkabut, dan langsung pergi mencari tempat duduk di tribune, tanpa mengucapkan semoga sukses kepada Ron.

Seperti telah diduga olehku, uji coba Quidditch berlangsung dari pagi sampai siang. Separo dari Asrama Gryffindor tampaknya muncul, dari anak-anak kelas satu yang dengan gugup mencengkeram sapu-sapu tua sekolah yang sudah parah, sampai anak-anak kelas tujuh yang menjulang di atas peserta lainnya, seakan mengancam yang lain. Di antara anak-anak kelas tujuh ini ada seorang cowok tinggi besar berambut kawat, yang langsung dikenaliku sebagai cowok yang pernah kujumpai di Hogwarts Express.

"Kita bertemu di kereta, di kompartemen Sluggy," Katanya penuh percaya diri, melangkah keluar dari rombongannya
untuk menjabat tangan Harry. "Cormac McLaggen, Keeper."

"Kau tidak ikut uji coba tahun lalu, kan?" Aku bertanya disebelah Harry, melihat betapa lebarnya tubuh McLaggen dan membatin dia barangkali bisa memblokir tiga gawang sekaligus bahkan tanpa bergerak.

"Aku di rumah sakit ketika uji coba diadakan," Kata McLaggen, agak menyombong. "Makan setengah kilo telur Doxy untuk taruhan."

"Baik," Kata Harry. "Nah ... silakan tunggu disana ...."

Harry menunjuk ke tepi lapangan, dekat tempat Hermione duduk. Sekilas aku melihat kejengkelan melintas di wajah McLaggen, aku mencondongkan kepalaku pada Harry, berbisik. "Sepertinya dia ingin perlakuan khusus darimu, Harry, karena sama-sama menjadi favorit Profesor Slughorn."

Harry mendengus. "Dia pikir aku akan begitu? Tentu saja tidak. Nah, kau cepat masuk barisan, Cassandra."

"Siap, Kapten! Aku berdoa kau tidak akan kerasukan arwah Oliver seperti Angelina." Aku berkata sambil tersenyum bodoh, sedangkan Harry tertawa pelan.

Harry memutuskan untuk mulai dengan tes dasar, meminta semua pelamar berkelompok dalam grup yang terdiri atas sepuluh anak dan terbang satu kali memutari lapangan. Ini keputusan yang bijaksana: grup pertama terdiri atas sepuluh anak kelas satu dan jelas sekali mereka hampir-hampir belum pernah terbang sebelumnya. Hanya satu anak yang berhasil tetap melayang selama lebih dari beberapa detik, dan saking, tercengangnya anak ini menabrak salah satu tiang gawang. Grup kedua terdiri atas cewek-cewek paling konyol yang pernah dilihatku. Ketika Harry meniup peluitnya, mereka cuma cekikikan dan saling pegang. Ketika Harry menyuruh mereka meninggalkan lapangan mereka melakukannya dengan riang gembira dan pergi duduk di bangku penonton untuk mengganggu yang lain. Grup ketiga berjatuhan ketika baru terbang setengah lapangan. Sebagian besar grup keempat datang tanpa sapu. Grup kelima anak-anak Hufflepuff.

"Kalau ada anak-anak lain di sini yang bukan Gryffindor," Raung Harry, yang mulai benar-benar jengkel, "Silakan meninggalkan lapangan sekarang juga!"

Hening sejenak, kemudian dua anak Ravendaw kecil berlari keluar lapangan, tertawa-tawa geli. Setelah lewat dua jam, banyak keluhan, dan beberapa kemarahan, salah satunya bersangkutan dengan Komet Dua Enam Puluh yang terjatuh dan beberapa gigi yang patah, Harry berhasil mendapatkan tiga Chaser: Katie kembali menjadi anggota tim setelah uji coba yang luar biasa. Aku, tentu saja dengan keahlian mengumpanku. Ginny yang terbang lebih cepat daripada semua pesaing bahkan aku dan berhasil mencetak tujuh belas gol sebagai tambahan. Meskipun puas dengan pilihannya, Harry terpaksa berteriak-teriak sampai serak menghadapi banyaknya anak yang mengeluh dan sekarang sedang menghadapi pertengkaran yang sama dengan para Beater yang ditolak.

"Itu keputusan finalku dan jika kalian tidak mau minggir untuk uji coba Keeper, akan kumantrai kalian," Teriak Harry frustasi.

Kedua Beater terpilih tak ada yang memiliki kehebatan seperti Fred dan George, namun Harry cukup puas dengan mereka. Jimmy Peakes, anak kelas tiga yang pendek tetapi berdada-bidang, yang berhasil membuat benjolan sebesar telur di belakang kepala Harry dengan Bludger yang dipukulnya dengan ganas, dan Ritchie Coote, yang tampak canggung, tapi bisa memukul dengan sasaran bagus. Mereka sekarang bergabung dengan para penonton di tribune untuk menonton seleksi anggota terakhir tim mereka. Harry sengaja melakukan uji coba Keeper yang terakhir, dia berharap stadion sudah lebih kosong sehingga tekanan bagi para calon pun berkurang. Celakanya, semua calon pemain yang gagal dan sejumlah anak yang datang untuk menonton usai sarapan yang berlarut, sekarang sudah bergabung dengan penonton yang lain, sehingga jumlah penonton malah lebih banyak daripada sebelumnya. Sementara masing-masing calon Keeper terbang ke tiang gawang, penonton bersorak menyemangati dan mengolok-olok sama serunya. Aku mengerling Ron, yang selalu bermasalah masalah dengan kegugupan. Aku tadinya berharap, memenangkan pertandingan final kami akhir tahun ajaran lalu barangkali bisa menyembuhkan penyakit gugup Ron, namun rupanya tidak. Wajah Ron pucat agak kehijauan.

Tak seorang pun dari lima pelamar pertama berhasil menyelamatkan lebih dari dua gol. Aku sangat kecewa ketika McLaggen berhasil menyelamatkan empat dari lima penalti. Pada penalti terakhir dia nyelonong ke arah yang sama sekali berlawanan; penonton tertawa dan mengejeknya, dan McLaggen kembali ke tanah dengan mengertakkan gigi. Sedangkan Ron kelihatannya mau pingsan ketika menaiki Cleansweep Eleven--Sapu Bersih Sebelas-nya.

"Semoga sukses!" Terdengar teriakan dari tribun. Aku berpaling, mengira Hermione yang berteriak, namun ternyata Lavender. Ron berhasil menyelamatkan satu, dua, tiga, empat, lima penalti berturut-turut. Aku senang, dan dengan susah payah menahan keinginan untuk ikut bersorak bersama penonton. Dan pada akhirnya, Harry menentukan waktu latihan penuh pertama kami untuk Kamis berikutnya.

Aku berjalan dikoridor setelah tadi berbincang dengan Ervand diperpustakaan mengenai anehnya tingkah laku Dawson sekarang, dan suara dingin seseorang membuatku berhenti berjalan, "Aldrich."

Aku berbalik, mendapati Profesor Snape yang tentu saja memakai jubah hitam panjangnya yang berkibar-kibar, matanya memandangiku tajam, dan rambutnya yang berminyak ... yah, tak ada perubahan, masih sama seperti saat aku masuk pertama kali di Hogwarts. Dan aku menyadari ada Malfoy disebelahnya, dia juga memandangiku tapi hidungnya mengendus-endus samar. "Ya, Sir?"

"Beritahu pada Potter, teman tersayangmu itu," Ujar Profesor Snape licin. "Bahwa aku menunggu dirinya dikantorku, jam setengah sembilan malam ini untuk menjalankan detensi dariku. Tak peduli berapa banyak undangan pesta yang dia terima. Beritahu dia juga bahwa dia akan menyortir Cacing Flobber yang busuk dari yang sehat untuk digunakan dikelas Ramuan dan dia tak perlu bawa sarung tangan pelindung."

"Baiklah, Sir," Aku menjawab. "Aku permisi untuk memberitahu teman tersayangku dulu."

Dan aku membalikkan tubuhku lagi, berjalan lurus menuju Aula Besar, saat beberapa langkah lagi memasuki Aula Besar, ada seseorang yang kembali menyerukan nama belakangku. "Aldrich." Aku berbalik dengan jengkel, mataku mendapati Malfoy, kini dia tidak dengan Profesor Snape.

"Apa?" Aku bersedekap dada memandang Malfoy.

"Kau pakai apa?" Malfoy bertanya.

"Apa?" Aku mengernyit memandangi Malfoy.

"Kau pakai apa--maksudku--"

"Kau tidak jelas, Malfoy!" Aku berkata sambil membalikkan badan, perutku sudah sangat lapar sekarang. "Kau membuang-buang waktuku."

"Kau pakai shampo apa!?" Malfoy berkata dengan keras beberapa meter dibelakangku, beruntung disekitar sini sudah sepi, jadi aku tak menanggung malu karena perbuatan Malfoy.

"Shampo vanil--" Aku berhenti, lidahku kelu. Bukankah itu yang dikatakan Malfoy saat dia menghirup Amortentia dikelas Ramuan?

•••••

Mr. Filch berdiri di pintu depan seperti biasanya, mengecek nama anak-anak yang mendapat izin pergi ke Hogsmeade. Proses ini makan waktu lebih lama daripada biasanya karena Mr. Filch mengecek tiga kali semua anak dengan Sensor Rahasia-nya.

"Apa persoalannya kalau kami menyelundupkan barang-barang Ilmu Hitam KELUAR?" Tuntut Ron, mengawasi Sensor Rahasia yang kurus panjang dengan ketakutan. "Mestinya kan kau memeriksa apa yang nanti kami bawa MASUK?"

Kelancangannya membuatnya menerima beberapa tusukan ekstra dengan Sensor Rahasia, dan dia masih mengernyit kesakitan ketika kami melangkah memasuki angin dan hujan yang bercampur es dan salju. Perjalanan menuju Hogsmeade tidak menyenangkan. Aku membungkus bagian bawah wajahku dengan syal, bagian yang tidak terbungkus segera terasa beku dan kebas. Jalan menuju desa penuh murid-murid yang membungkuk menahan terpaan angin dingin. Lebih dari sekali aku membatin apakah kami tidak akan lebih senang berada di ruang rekreasi yang hangat, dan ketika kami akhirnya tiba di Hogsmeade dan melihat toko lelucon Zonko sudah ditutup papan, aku menganggapnya sebagai konfirmasi bahwa kunjungan kali ini tidak ditakdirkan sebagai kunjungan yang menyenangkan. Ron menunjuk dengan tangan terbungkus sarung tangan tebal ke arah Honeydukes, yang untungnya buka, aku, Harry dan Hermione terhuyung mengikuti Ron masuk ke toko permen yang ramai itu.

"Untung," Kata Ron menggigil kedinginan ketika kami diselubungi udara yang hangat beraroma toffee, permen keras yang terbuat dari gula dan mentega. "Sudah, kita di sini saja sampai sore."

"Harry, anakku!" Kata suara membahana dari belakang kami

"Oh, tidak," Gumam Harry. Kami menoleh dan melihat Profesor Slughorn, yang memakai topi besar berbulu dan mantel dengan kerah dari bulu yang sama, memegang sekantong besar permen nanas dan memenuhi paling tidak seperempat toko permen itu.

"Harry, sudah tiga kali kau tidak ikut makan malamku! Kau juga, Miss Aldrich!" Kata Profesor Slughorn, menusuk dada Harry dengan ramah, "Tak bisa begitu, Nak. Aku sudah bertekad kau harus datang Miss Granger senang hadir di acara makan malamku, betul?"

"Ya" Kata Hermione tak berdaya, "Makan malamnya sungguh--"

"Jadi, kenapa kau tak ikut datang, Harry?" Tuntut Profesor Slughorn.

"Yah, aku dan Cassandra ada latihan Quidditch, Profesor," Kata Harry, yang memang menjadwalkan latihan setiap kali Profesor Slughorn mengirimi aku dan Harry undangan berhias-pita-ungu.

"Wah, aku betul-betul berharap kalian memenangkan pertandingan pertamamu setelah semua kerja keras ini!" Kata Profesor Slughorn. "Tapi sedikit rekreasi tak ada salahnya. Nah, bagaimana kalau Senin malam, kalian tak mungkin mau latihan dalam cuaca begini ...."

"Saya tak bisa, Profesor, saya ada--er--janji dengan Profesor Dumbledore malam itu."

"Sial lagi!" Seru Profesor Slughorn dramatis, "Ah, baiklah ... kau tak bisa menghindariku selamanya, Harry! Dan Miss Aldrich, kau harus datang bersama Miss Granger nanti!"

Dan dengan lambaian anggun, dia berjalan seperti bebek meninggalkan toko permen itu, sama sekali tidak mengacuhkan Ron, seolah Ron sekadar display Permen Kerumunan Kecoak.

"Aku tak percaya Harry berhasil lolos lagi," Kata Hermione, menggelengkan kepala. "Makan malamnya tidak parah-parah amat, kalian tahu ... kadang-kadang malah menyenangkan."

"Yuk kita ke Three Broomstick," Aku mengajak, "Disana hangat."

•••••
Baca-baca chapter sebelumnya dan ngeliat banyak typo yang membuat jiwa perfeksionisku meronta-ronta.

Dan pada akhirnya aku hanya bisa bilang;
Maaf banyak typo.

Continue Reading

You'll Also Like

97.5K 9.6K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
15.5K 2.2K 20
"𝐎𝐮𝐫 𝐠𝐫𝐞𝐚𝐭 𝐦𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐝𝐨𝐞𝐬 𝐧𝐨𝐭 𝐭𝐚𝐤𝐞 𝐬𝐢𝐝𝐞𝐬, 𝐬𝐡𝐞 𝐩𝐫𝐨𝐭𝐞𝐜𝐭𝐬 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐚𝐥𝐚𝐧𝐜𝐞 𝐨𝐟 𝐥𝐢𝐟𝐞." Tärä, gadis biasa...
24.7K 3.8K 19
[𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄𝐃] Alesya adalah anak perempuan pertama yang dikirim ke glade. Dia hanya diberi ingatan mengenai saudara kandungnya. Tak ada yang l...
4.8K 553 12
Dimana akuh? Siapa kalian? Dan apa ini? Kenapa aku tak mengingat apapun, selain namaku? Gadis cantik yang satu satunya terperangkap di Glade. Tak ada...