Cassandra Aldrich [✓]

بواسطة gxrysmxth

119K 18.8K 1.1K

[Harry Potter Fanfiction] Tahun-tahun Cassandra Aldrich saat di Hogwarts bersama dengan ketiga sahabatnya; Ha... المزيد

Tawanan Azkaban; 1
Tawanan Azkaban; 2
Tawanan Azkaban; 3
Tawanan Azkaban; 4
Tawanan Azkaban; 5
Tawanan Azkaban; 6
Tawanan Azkaban; 7
Tawanan Azkaban; 8
Tawanan Azkaban; 9
Tawanan Azkaban; 10
Tawanan Azkaban; 11
Tawanan Azkaban; 12
Tawanan Azkaban; 13
Tawanan Azkaban; 14
Tawanan Azkaban; 15
Tawanan Azkaban; 16
Tawanan Azkaban; 17
Tawanan Azkaban; 18 [✓]
Piala Api; 1
Piala Api; 2
Piala Api; 3
Piala Api; 4
Piala Api; 5
Piala Api; 6
Piala Api; 8
Piala Api; 9
Piala Api; 10
Piala Api; 11
Piala Api; 12
Piala Api; 13
Piala Api; 14
Piala Api; 15
Piala Api; 16
Piala Api; 17
Piala Api; 18
Piala Api; 19
Piala Api; 20
Piala Api; 21 [✓]
Orde Phoenix; 1
Orde Phoenix; 2
Orde Phoenix; 3
Orde Phoenix; 4
Orde Phoenix; 5
Orde Phoenix; 6
Orde Phoenix; 7
Orde Phoenix; 8
Orde Phoenix; 9
Orde Phoenix; 10
Orde Phoenix; 11
Orde Phoenix; 12
Orde Phoenix; 13
Orde Phoenix; 14
Orde Phoenix; 15
Orde Phoenix; 16
Orde Phoenix; 17
Orde Phoenix; 18 [✓]
Pangeran Berdarah Campuran; 1
Pangeran Berdarah Campuran; 2
Pangeran Berdarah Campuran; 3
Pangeran Berdarah Campuran; 4
Pangeran Berdarah Campuran; 5
Pangeran Berdarah Campuran; 6
Pangeran Berdarah Campuran; 7
Pangeran Berdarah Campuran; 8 [✓]
Cassandra Aldrich II

Piala Api; 7

1.8K 290 8
بواسطة gxrysmxth

•••••

Semua anak kelas empat telah menyadari bertambah banyaknya tugas yang harus kami kerjakan semester ini. Profesor McGonagall menjelaskan kenapa, ketika kami, murid-muridnya menyerukan keluhan yang ekstra keras, memprotes banyaknya PR Transfigurasi yang diberikannya.

"Kalian sekarang memasuki fase paling penting dalam pendidikan sihir kalian!" Katanya, matanya berkilau berbahaya di balik kacamata perseginya. "Tak lama lagi kalian harus menempuh ujian Ordinary Wizarding Level--Level Sihir Umum!"

"Kami kan baru ujian OWL kalau sudah kelas lima!" Bantah Dean.

"Mungkin begitu, Thomas, tetapi percayalah padaku, kalian membutuhkan persiapan yang matang. Saat ini hanya Miss Granger dan juga Miss Aldrich yang bisa mengubah landak menjadi bantal tusukan jarum yang memuaskan." Aku melirik pada Hermione, yang sudah merona merah lagi, dia terlihat berusaha untuk menahan diri.

Harry dan Ron geli sekali ketika dalam pelajaran berikutnya. Ramalan, Profesor Trelawney memberitahu mereka bahwa mereka mendapat nilai tertinggi untuk PR Ramalan. Dia membacakan sebagian besar ramalan mereka, memuji ketabahan mereka dalam menerima malapetaka yang akan menimpa--tetapi kegelian mereka jadi berkurang ketika Profesor Trelawney meminta mereka untuk melakukan hal yang sama untuk bulan berikutnya lagi. Harusnya aku ikut mengarang saja dengan mereka.

Sementara itu, Profesor Binns, hantu yang mengajar Sejarah Sihir, setiap minggu menugasi kami menulis karangan tentang pemberontakan Goblin pada abad kedelapan belas. Lalu Profesor Snape memaksa kami melakukan riset tentang penangkal racun. Tugas ini kami lakukan dengan sungguh-sungguh, karena Profesor Snape telah memberi isyarat bahwa dia mungkin akan meracuni salah satu dari kami sebelum Natal untuk melihat apakah penangkal racun kami manjur. Profesor Flitwick menyuruh kami membaca tiga luiku tambahan sebagai persiapan pelajaran mereka tentang Mantra Panggil. Bahkan Hagrid pun menambahi beban tugas kami, Skrewt Ujung-Meletup tumbuh dengnn kecepatan luar biasa, mengingat belum ada yang berhasil tahu apa makanan mereka. Hagrid gembira sekali, bagian dari "Proyek" kami, dia menyarankan kami datang ke pondoknya dua malam sekali untuk mengamati Skrewt dan membuat catatan tentang perilaku mereka yang unik.

"Aku tak sudi!" Kata Malfoy tegas ketika Hagrid mengusulkan ini dengan gaya Santa Klaus mengeluarkan hadiah tambahan besar dari dalam kantongnya. "Sudah lebih dari cukup aku melihat binatang menjijikkan ini selama pelajaran."

Senyum Hagrid memudar dari
wajahnya. "Kau harus lakukan yang diperintahkan kepadamu," Geramnya, "Kalau tidak, aku akan mencontoh Profesor Moody, kudengar kau jadi musang bagus, Malfoy."

Anak-anak Gryffindor meledak tertawa. Wajah Malfoy merah padam saking marahnya, tetapi rupanya ingatan tentang hukuman Profesor Moody masih cukup menyakitkan, sehingga dia tak berani menjawab dengan pedas. Aku, Harry, Ron, dan Hermione kembali ke kastil pada akhir pelajaran dengan semangat tinggi. Menyaksikan Hagrid berhasil menekan Malfoy sungguh memuaskan, terutama karena Malfoy telah berusaha sekuat tenaga membuat Hagrid dipecat tahun ajaran yang lalu. Setibanya di Aula Depan, kami tak bisa maju karena banyaknya anak-anak yang berkumpul di sana, semuanya mengerumuni pengumuman besar yang telah didirikan di kaki tangga pualam. Ron, yang paling tinggi di antara mereka berempat, berjingkat untuk melihat dari atas kepala-kepala di depan mereka dan membaca keras-keras pengumuman itu untuk kami:

TURNAMEN TRIWIZARD

Delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang akan tiba pada pukul 18.00 Sore hari Jumat, 30 Oktober. Pelajaran akan diakhiri setengah jam lebih awal--

"Bagus!" Kata Harry, "Pelajaran hari Jumat 'kan Ramuan! Snape tidak akan meracuni kita!"

Para murid diminta menyimpan tas dan buku-buku mereka di kamar masing-masing dan berkumpul di depan kastil untuk menyambut tamu kita sebelum pesta selamat datang.

"Tinggal seminggu lagi!" Kata Ernie, muncul dari tengah kerumunan, matanya berkilauan. "Cedric tahu tidak, ya? Akan kuberitahu dia."

"Cedric?" Celetuk Ron tak paham sementara Ernie bergegas pergi.

"Diggory," Kataku. "Pasti dia ikut mendaftar dalam turnamen ini."

"Anak idiot itu, juara Hogwarts?" Kata Ron, sementara kami menyeruak menerobos kerumunan anak-anak yang berceloteh ramai, menuju tangga.

"Dia tidak idiot, Ron! Kau tidak suka padanya hanya karena dia mengalahkan Gryffindor dalam Quidditch, 'kan?" Kataku keras pada Ron, Ron membuang mukanya, aneh sekali, padahal waktu itu Ron tidak mengatakan hal-hal yang aneh tentang Diggory.

"Kudengar anaknya pintar sekali," Kata Hermione menambahkan, "Dan dia juga Prefek."

Kemunculan pengumuman di Aula Depan itu membawa dampak yang nyata pada para penghuni kastil. Selama minggu berikutnya, tampaknya hanya ada satu topik pembicaraan, kemana pun aku pergi, Turnamen Triwizard. Desas-desus menyebar dari satu anak ke anak yang lain seperti kuman menular: siapa saja yang akan mencoba menjadi juara Hogwarts, turnamen ini akan meliputi apa saja, bagaimana murid-murid Beauxbatons dan Durmstrang berbeda dari mereka. Aku juga memperhatikan bahwa kastil dibersihkan menyeluruh secara ekstra. Beberapa lukisan sangat kotor telah disikat, membuat objek lukisannya tidak senang. Mereka duduk bergerombol dalam pigura-pigura mereka, menggerundel marah dan berjengit ketika meraba wajah mereka yang jadi merah jambu dan peka. Baju-baju zirah mendadak berkilauan dan bergerak tanpa derit. Dan Mr. Filch, si penjaga sekolah, bersikap luar biasa galak kepada siapa saja yang lupa menggosok sepatunya pada keset, sampai ada dua anak perempuan kelas satu yang histeris saking takutnya.

"Shhh!" Madam Pince, dia meng-shhh semua anak yang berada di perpustakaan, padahal dari tadi aku mendengarkan, tidak ada yang berbicara ataupun membuat suara-suara berisik, "Hai--"

"Shhh!" Mendadak Madam Pince berbisik lagi, dia mendelik tajam ketempatku, aku terdiam, padahal aku tak mengatakan sesuatu! Aku membalikkan diri, dibelakang ada Diggory, dia menampakkan raut bersalah diwajahnya yang ditujukan pada Madam Pince.

Setelah menerima raut bersalah milik Diggory, Madam Pince akhirnya membalikkan diri, aku menatap kembali pada Diggory, dia juga sedang menatapku, menampilkan bibirnya yang terangkat kesudut, tersenyum, dia mendekatkan kepalanya pada kepalaku, rambut kami hampir bersentuhan, dia lalu membisik, "Boleh aku duduk disebelahmu?"

Aku membalas, tentu saja dengan berbisik, "Boleh." Setelah itu aku menggeserkan badanku kepojok, agar Diggory bisa duduk, setelah dirasa cukup, akhirnya Diggory mendudukan diri disebelahku.

"Lama tak berjumpa, atau hanya perasaanku saja?" Kata Diggory, matanya memandang kearahku, lencana Prefeknya menggantung dengan indah dijubahnya, aku mengangguk, "Kita memang sudah lama tidak bertemu, dan selamat telah menjadi Prefek."

"Kau tahu? Bagai--oh, lencananya menggantung di jubahku, ya, maaf, tidak-tidak, terimakasih." Kata Diggory, sepertinya dia salah tingkah, aku mengangkat alisku, bingung dengan sikap aneh Diggory.

"Ngomong-ngomong, aku akan mengikuti Turnamen Triwizard." Kata Diggory, aku menatapnya dan terdiam beberapa saat, "Oh, ya--wow! Itu keren! Sudah kuduga!"

"Shhh!" Madam Pince lagi-lagi meng-shhh, aku mengatupkan kedua tanganku, mengisyaratkan permintaan maafku, Madam Pince mengangguk dan mulai berjalan mengelilingi perpustakaan.

"Semoga beruntung, Diggory," Kataku pada Diggory, dengan berbisik tentu saja, Diggory mengangguk, "Terimakasih Cass--maksudku Aldrich."

Selama beberapa saat, aku bisa melihat rona merah samar tercetak dikedua pipi Diggory, Diggory memalingkan mukanya, dia bertingkah seolah-olah telah melakukan kesalahan besar, "Kau boleh memanggilku Cassandra."

Setelah mendengar itu, Diggory menatapku lagi, "Baiklah. Kalau begitu, kau juga boleh memanggilku Cedric."

Aku berpikir sejenak, "Tidak, aku akan memanggilmu dengan namamu setelah kau menyelesaikan Turnamen Triwizard, aku percaya kau yang akan terpilih."

Diggory tersenyum lebar, "Kau tahu, itu suntikan semangat untukku."

"Hei, maaf mengganggu," Kata seseorang, dia perempuan dengan jubah Slytherin, rambutnya pirang panjang dengan mata hijau cemerlang, dia Jacqueline Dawson, anak Slytherin yang baik dan juga ramah, sangat langka, bukan? "Aldrich, ini pertanyaan aneh, mungkin, tapi apa kau lihat Darius, maksudku Ervand?"

"Ervand? Ya, aku melihatnya, dia bersama dengan Goldstein di Aula Besar." Kataku pada Dawson, dia langsung berlari meninggalkan aku dan Diggory, tapi aku yakin aku mendengar dia berterimakasih saat dia sedang berlari.

"Diggory, aku sudah selesai, aku akan dulu--"

"Aku juga sudah selesai." Kata Diggory cepat-cepat, padahal dia tidak membuka satu bukupun, aku berdiri, diikuti Diggory, "Kuantar keasramamu? Mengingat waktu tahun kemarin kau langsung lari dariku dan juga kita terkena Detensi saat aku ingin mengantarmu keasramamu."

"Wow, kau mengingat--"

"Shhh!" Madam Pince meng-shhh lagi sambil menatapku tajam.

"Maaf Madam Pince--"

"Shhh!"

Aku terdiam, mengatupkan mulutku rapat-rapat, terlihat sekali Diggory menahan untuk tidak tertawa disampingku, aku menghela nafas pasrah.

"Shhh!" Astaga! Aku hanya menghela nafas!

•••••

Hari itu bersuasana penantian yang menyenangkan. Tak ada yang tekun memperhatikan pelajaran, semuanya lebih tertarik pada kedatangan delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang sore itu. Bahkan pelajaran Ramuan pun lebih bisa ditolerir daripada biasanya, karena setengah jam lebih pendek. Ketika bel berdering, aku, Harry, Ron, dan Hermione bergegas naik ke Menara Gryffindor, menyimpan buku dan tas seperti yang telah diinstruksikan, memakai mantel kami dan bergegas turun lagi ke Aula Depan.  Para kepala asrama meminta murid-murid mereka untuk berbaris.

"Weasley, luruskan topimu," Profesor McGonagall menegur Ron. "Miss Patil, lepaskan benda aneh itu dari rambutmu." Parvati cemberut dan melepas kupu-kupu mainan besar dari ujung kepangnya.

"Ikuti aku," Kata Profesor McGonagall. "Anak-anak kelas satu di depan, jangan dorong-dorongan."

Kami berbaris menuruni tangga dan berjajar di depan kastil. Petang itu cerah dan dingin. Malam telah menjelang dan bulan yang pucat sudah bersinar di atas Hutan Terlarang. Aku berdiri diantara Harry dan Ron di deretan keempat dari depan, melihat Dennis kentara sekali gemetar saking bergairahnya di antara anak-anak kelas satu lainnya.

"Hampir pukul enam." Kataku, melihat pada arloji dan kemudian memandang jalan yang menuju ke gerbang depan.

"Naik apa ya mereka? Kereta api?" Ron bergumam.

"Kurasa tidak." Balas Hermione.

"Kalau begitu naik apa? Sapu?" Tanya Harry, memandang langit yang bertabur bintang.

"Kurasa juga tidak, tidak mungkin dari tempat sejauh itu." Kataku mengernyit.

"Portkey?" Ron mengusulkan. "Atau mereka bisa ber-Apparate, mungkin di tempat mereka, mereka diizinkan melakukannya di bawah umur tujuh belas?"

"Kau tak bisa ber-Apparate di dalam halaman Hogwarts, berapa kali sih harus kukatakan?" Kata Hermione tak sabar.

"Cass," Harry memanggil, aku menoleh padanya, "Kau pernah bilang, 'kan, jika kau mempunyai sepupu di Durmstrang?"

"Oh, ya," Kataku pelan, "Dan dia sudah berumur tujuh belas tahun, aku yakin dia akan ikut ke Hogwarts."

Kami memandang halaman yang semakin gelap dengan bergairah, tetapi tak ada yang bergerak. Segalanya diam, dan sunyi, dan sama seperti biasanya. Aku mulai merasa kedinginan, berharap mereka segera tiba, mungkin murid-murid dari luar negeri ini, dan kemudian Profesor Dumbledore bicara dari deretan belakang, tempat dia berdiri bersama para guru lainnya, "Aha! Kalau aku tak keliru, delegasi dari Beauxbatons sedang mendekat!"

"Mana? Mana?" Anak-anak langsung ribut, memandang ke berbagai arah.

"Itu dia!" Teriak seorang anak kelas enam, menunjuk ke arah hutan.

Sesuatu yang besar, lebih besar daripada sapu--atau, malah seratus sapu--meluncur dilatarbelakangi langit biru gelap menuju kastil, makin lama makin besar.

"Itu naga!" Teriak seorang anak perempuan kelas satu, hilang akal.

"Tidak! Itu rumah terbang!" Tukas Dennis, tebakan Dennis lebih tepat, ketika benda hitam raksasa itu melayang di atas pucuk-pucuk pepohonan Hutan Terlarang dan cahaya yang menyorot dari jendela-jendela kastil menimpanya, kami melihat kereta kuda raksasa berwarna biru, melesat menuju kami, ditarik selusin kuda putih keemasan yang masing-masing sebesar gajah. Tiga deretan anak-anak yang di depan mundur ketika kereta itu meluncur turun, berhenti secara tiba-tiba sekali--kemudian, dengan bunyi berdebam luar biasa keras yang membuat Neville melompat ke belakang dan menginjak kaki anak Slytherin kelas enam, kaki-kaki kuda yang lebih besar daripada piring makan menjejak tanah. Sedetik kemudian, keretanya juga mendarat, menyentak di atas roda-roda raksasanya, sementara kuda-kudanya yang berbulu keemasan mengedikkan kepala mereka yang amat besar dan memutar-mutar mata besar mereka yang merah berapi-api.

Aku sempat melihat di pintu kereta itu terpampang lambang berupa dua tongkat emas yang bersilang, masing-masing mengeluarkan tiga bintang, sebelum pintu itu terbuka. Seorang anak laki-laki memakai jubah biru muda melompat turun dari kereta, membungkuk ke depan, sesaat meraba-raba sesuatu pada dasar kereta, dan membuka lipatan satu set tangga keemasan. Dia melompat mundur dengan hormat. Kemudian aku melihat sepatu hitam berkilauan bertumit tinggi muncul dari dalam kereta--sepatu itu seukuran kereta luncur anak-anak--diikuti segera oleh wanita paling besar yang pernah dilihatku seumur hidup. Kini jelas kenapa ukuran kereta dan kuda-kudanya sebesar itu. Beberapa anak terpekik kaget. Aku hanya pernah melihat satu orang lain yang sebesar wanita ini, yaitu Hagrid. Aku juga tak meragukan lagi, tinggi mereka tak berbeda sesenti pun. Kendatipun demikian--mungkin karena dia sudah terbiasa melihat Hagrid--perempuan ini tampaknya luar biasa besar. Ketika dia melangkah ke dalam sorot cahaya dari Aula Depan, tampak wajahnya yang rupawan berkulit warna buah zaitun; matanya besar dan hitam berkilau, dan hidungnya agak bengkok. Rambutnya digelung ketat mengilap di tengkuknya. Dari kepala sampai ke kaki dia tertutup jubah satin hitam, dan banyak opal besar indah berkilauan di leher dan jari-jarinya yang besar.

Profesor Dumbledore mulai bertepuk. Anak-anak, mengikuti teladannya, ikut bertepuk. Banyak di antara mereka yang berjingkat, agar bisa lebih jelas melihat wanita ini. Wajah si wanita mengendur dalam senyum anggun dan dia berjalan menuju Profesor Dumbledore, mengulurkan tangan yang gemerlapan. Meskipun Profesor Dumbledore sendiri jangkung, dia hampir tak perlu membungkuk untuk mengecup tangan itu.

"Madam Maxime," Sapanya. "Selamat datang di Hogwarts."

"Dumbly-dorr," Kata Madam Maxime dengan suara berat. "Ku'arap kau baik-baik saja?"

"Baik sekali, terima kasih," Kata Profesor Dumbledore.

"Murid-muridku," Kata Madam Maxime, melambaikan salah satu tangan besarnya dengan asal saja ke belakang.

Aku yang sejak tadi perhatiannya tersita sepenuhnya oleh Madam Maxime, sekarang memperhatikan bahwa sekitar selusin anak perempuan, semuanya tampaknya berumur delapan atau sembilan belas tahun, telah keluar dari kereta dan sekarang berdiri di belakang Madam Maxime. Mereka gemetar kedinginan. Tidaklah mengherankan, karena jubah mereka terbuat dari sutra halus, dan tak seorangpun dari mereka memakai mantel. Beberapa melilitkan scarf dan syal di sekeliling kepala mereka. Dari yang bisa dilihat, mereka berdiri dibelakang naungan bayangan Madam Maxime.


واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

15.5K 2.2K 20
"𝐎𝐮𝐫 𝐠𝐫𝐞𝐚𝐭 𝐦𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐝𝐨𝐞𝐬 𝐧𝐨𝐭 𝐭𝐚𝐤𝐞 𝐬𝐢𝐝𝐞𝐬, 𝐬𝐡𝐞 𝐩𝐫𝐨𝐭𝐞𝐜𝐭𝐬 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐚𝐥𝐚𝐧𝐜𝐞 𝐨𝐟 𝐥𝐢𝐟𝐞." Tärä, gadis biasa...
1.4M 81.7K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
Home بواسطة tyachyaaa

قصص الهواة

9.6K 1.1K 32
[Bahasa Indonesia] Seorang gadis yang bisa masuk Marvel Universe berkat Infinity Gauntlet. Ia diberi misi oleh seseorang untuk menyelamatkan pahlawan...
504K 37.5K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.