Oh My Fiance! [COMPLETED]

By asterzh

121K 6.8K 694

Diharapkan Follow Author terlebih dahulu, ya! ❤ [16+] WARNING: Cerita ini dapat menyebabkan senyum-senyum se... More

Prolog
About The Cast
1- Tunangan?
2- Teman Serumah? BIG NO!
3- Peringatan
4- Iqbal si Penyebab Kegegeran
5- Kenio dan Ilham
6- Ilham Siapa?
7- Iqbal Benci Ilham
8- Pesona Iqbal
9- Halusinasi yang Nyata
10- Di UKS
11- Pengakuan dan Kejutan
12- Bunda Iqbal
13- Call Me Noona
14- Got You
15- Awkward?
16- Let Me Listen
17- Goodbye
18- Menghilang
Handsome Squad
19- Kangen Iqbal!
20- Girang
21- Fanatik
22- Persiapan
23- Deg-degan
24- Aku Senang Sekali
25- Tidak Terduga
26- Jangan Bingung, Zel!
27- Jatuh Hati Sejatuhnya
28- Pohon Kersen dan Sekotak Martabak
29- Salah Tingkah
30- Pelajaran Malam Hari
31- Keajaiban, Gara-gara Buah Kersen
32- Prahara Bersih-Bersih
33- Ruang Ujian
34- Aku Selalu Bersama Noona
35- Tali yang Terajut Kembali
36- Ujian dan Kebiasaan Buruk
37- Sehabis Ujian
39- Ujian Kenaikan Tingkat
40- Gemas
41- Ranking
42- Hadiah Ranking
43- Liburan
44- Iqbal, My Fiance!
Epilog
Ekstra Part 1: Feeds
Ekstra Part 2: Foto

38- Class Meeting

709 56 19
By asterzh

"When I said “what’s up?”
I really meant “I miss you”
In each and every emoji
My subtle feelings keep changing, I wonder if you know" --- Blueming (IU)

~♥~

"Bal, lagi apa?"

Azel menyembulkan kepalanya ke pintu kamar Iqbal. Dilihatnya pemuda itu tengah fokus pada layar laptopnya yang memunculkan sebuah video. Kemudian tangan Iqbal dihentak-hentak sesuai video itu, pun kakinya yang menendang udara.
Pemuda itu sangat fokus hingga mengabaikan Azel.
Azel mencebikkan bibirnya. Ia melangkah masuk ke dalam kamar Iqbal dan setelahnya baru pemuda itu menyadari keberadaannya.

"Eh, Noona?"

Iqbal tersenyum memandang Azel sekilas, sebelum akhirnya terhanyut kembali pada videonya.
"Aku lagi latihan. Buat Ujian Kenaikan Tingkat besok lusa," sambungnya. Tatapannya tepat memperhatikan gerakan yang akan diujikan dalam ujiannya.

Azel bersidekap memandang tunangannya itu. Dengan celana training dan kaos tanpa lengan juga ikat kepala, Iqbal kini benar-benar seperti pendekar ahli bela diri yang ada di tv-tv itu.
Baru pertama kali Azel melihat pemuda itu melatih gerakan taekwondonya di kamar. Pasti Iqbal sangat frustasi karena materi ujiannya.

"Besok lusa ada lomba tarik tambang." Azel memperhatikan karpet berwarna hitam yang entah sejak kapan sudah berada di kamar Iqbal. Pemuda itu benar-benar niat untuk latihan rupanya.

"Oh, iya? Aku mau nonton tadinya, cuman ada ujian," kata Iqbal diakhiri cengiran. Matanya masih tertuju pada layar laptop. Kini pemuda itu tengah memasang kuda-kudanya kembali. Sepertinya mengulang lagi dari awal. Azel jadi punya ide jahil kan sekarang.

"Kamu mau aku tonton?" tanya Azel mendekati pemuda itu. "Eh boleh gak sih nonton ujian taekwondo?" tanyanya lagi saat Iqbal mengabaikannya. Ia melangkah mendekati Iqbal. Kaki Azel kini sudah menyentuh karpet hitam, kemudian kembali melangkah menyejajarkan dirinya dengan Iqbal.

"Bal?" Azel mencolek lengan Iqbal yang penuh dengan keringat.

"Iya? Eh, boleh ditonton kok. Noona dateng aja gak pa-pa," jawabnya setelah Azel kini malah makin mencolek-colek lengannya yang tanpa pelindung apa-apa. "Noona ... jangan ganggu dulu, ih," protesnya.

Azel terkekeh menyaksikan keputusasaan Iqbal sekarang. Pasalnya kini pemuda itu tidak fokus lagi pada video. Azel benar-benar membuyarkan fokusnya.

Tapi yang namanya Azel, diperingati seperti itu bukannya jera, justru ia makin menjadi-jadi. Sekarang punggung Iqbal ditusuk-tusuk dengan telunjuknya.

"Noona," geram Iqbal. "Nanti kena, nangis awas loh."

"Aku gak bisa berenti ini, gimana dong?" Tawa Azel semakin keras.

"Awas ya Noona kalo aku gak lulus ujian!" Iqbal melirik Azel. Pemuda itu pura-pura memelototi Azel. Bukannya takut, Azel justru memeletkan lidahnya, meledek Iqbal.

Seiring tawa Azel yang makin kencang, sebenarnya sejak tadi Iqbal benar-benar sudah tidak bisa mengingat urutan gerakannya.

"Eh- kan! Jadi lupa aku sama urutannya." Iqbal kini tengah melakukan Poomsae. Ia merangkum satu-per satu jurus yang ia pelajari. Tangannya memukul, lalu menangkis, dan -

"Aw!"

- menendang Azel.

"Noona!"
Iqbal mengakhiri latihannya. Ia melihat Azel sudah terduduk akibat tendangannya. Pemuda itu meringis.
"Yah, udah dibilang kan, jangan ganggu aku latihan. Ngeyel."

~♥~

Hari pertama class meeting diadakan lomba pentung kendil. Sebenarnya lomba ini tak pantas disebut pentung kendil, karena yang dipukul (pentung) bukan kendil, melainkan plastik. Tapi entah panitia tetap menamai lomba ini dengan pentung kendil.

Azel, Ica, dan Irma yang sudah mem-booking tempat duduk di sekitar koridor kelas, berteriak heboh. Mereka tidak kebagian tempat duduk di tribun lapangan, maka dari itu, kini mereka harus mengalah duduk lesehan di atas keramik di depan kelas mereka yang kebetulan langsung berhadapan dengan lapangan sekolah.

"Resti bisa gak? Soalnya tahun lalu dia ikutan lomba ini, gak menang, kan?" Ica menyenggol pundak Azel di sebelah kirinya.

"Jangan suudzon. Siapa tau Resti latihan selama setahun ini, dan menang?" jawab Azel. Ia menyengir.

"Ya kali latihan setahun, Zel." Ica mengerucutkan bibirnya. Matanya memperhatikan dua orang perwakilan kelasnya yang tengah berlomba. Satu orang mengarahkan, sedang yang satunya bersiap berjalan untuk memukul plastik berisikan air warna. Dan begitu peluit tanda dimulainya perlombaan ditiup, si pemukul langsung berjalan perlahan, meraba-raba udara.

"Kiri! Kiri! Kiri!" Irma dan Ica kini sudah seperti tukang parkir. Mereka berteriak heboh, seolah Resti akan mendengarnya. Padahal suara teriakan mereka masih kalah dengan seruan sorak sorai penonton lainnya.

"Ah elah! Kiri, Res!"

"Ya ampun tukang parkir. Gak sekalian mundur-mundur-mundur."
Azel memutar mata jengah menatap kedua sahabatnya itu. Mereka bahkan sampai berdiri untuk menyoraki.

"Eh- eh- Yes!" Ica dan Irma kini makin berteriak heboh saat melihat Resti berhasil memukul plastik air itu. Mereka berpelukan heboh, lalu menggiring Azel ikut ke dalamnya. Senang rasanya melihat perwakilan kelas mereka memenangkan perlombaan pentung kendil.
Mereka melerai pelukan mereka saat seseorang berdehem.
Ternyata Cindy dan gengnya sudah berada tidak jauh dari mereka.

"Lebay banget." Cindy tertawa kecil.

Ica mencebik, "Biarin."

Sonya, salah satu geng Cindy, mengalihkan tatapannya pada Azel dan berujar, "Azel udah siapin koreo buat kita belum?"

Azel memutar matanya dan bersidekap. "Kali ini kalian ikut bantu cari koreo dong." Melihat geng Cindy yang membusungkan dadanya menantang, ia jadi ikut-ikutan.

"Nah itu Zel, kita males." Cindy merangkul pundak Azel dan memainkan rambut gadis itu. Ia berbicara sok imut pada Azel. "Lagian tinggal beberapa hari lagi. Jadi, lo urus aja ya," rayunya.

Azel menatap lengan Cindy di bahu kirinya. Kemudian dalam sekali hentak, lengan cewek itu sudah ia singkirkan dari sana. "Enak aja."
Matanya mengedar memandang tiga cewek di depannya. "Kalian pokoknya kudu setor video koreografi ke gue. Kalo enggak ... gue gak mau ikutan jadi perwakilan."

Diancam seperti itu oleh Azel, Cindy mendecih. Ia tertawa sumbang sambil menepuk tangannya. "Oh, okey okey. Kita cari."

"Iya harus dong, kalian kan tim. Harus saling bantu dan kerjasama. Dikira kerja kelompok, satu kerja yang lain mengelompok?" Ica membela Azel. Ia ikut bersidekap, lalu membusungkan dadanya. Namun akhirnya ia urungkan karena ternyata kalah saing.

"Iya, Ca," jawab Sonya ogah-ogahan.

Sejak kelas sepuluh, Azel sudah tidak suka dengan Cindy dan gengnya. Mereka doyan ghibah, gonta-ganti pacar, lalu sering membuat ramai kelas. Entah first impression-nya pada Cindy sudah pecah. Padahal Cindy ini pintar, cantik pula, namun sayang, sikapnya kurang. Bahkan pernah ada gosip kalau geng mereka membully adik kelas mereka. Kabar itu masih belum diketahui kebenarannya, tapi yang jelas, Azel tidak ingin berurusan dengan Cindy dan gengnya di luar urusan kelas mereka.

"Omong-omong, kita minggu lalu lihat kalian makan di kantin," celetuk Cindy tiba-tiba. Tatapannya kini ia tujukan pada Azel, ia kembali bersuara, "bareng gengnya Iqbal."

Azel mengernyit. Cindy ... masih ngefans sama Iqbal?
"Terus?" tanya Azel.

"Dekat banget kalian sama geng adik kelas cogan itu. Ada hubungan apa?" Sonya menambahi pertanyaan Cindy.

Azel tersenyum miring. "Kenapa? Kepo?" tanyanya. Tatapannya tajam. Tidak suka dengan orang-orang sok berkuasa seperti mereka. Orang-orang yang memanfaatkan kecantikan untuk populer, lalu menindas yang lemah.

Cindy berdehem lagi. "Enggak. Gak kepo kok. Cuma pengen tau aja."

"Itu kepo namanya," sahut Ica yang mendapat senggolan siku dari Irma. Irma memperingati agar tidak memancing.

"Oke kalau kalian ingin tahu, kepo, atau penasaran. Gue bakal jawab dengan sejujur-jujurnya." Azel mendekatkan diri ke tengah mereka. Seringaian sejak tadi tak luput dari wajahnya. Tangannya ia arahkan agar ketiga cewek di depannya memajukan wajah mereka untuk membisikkan sesuatu. Namun, Ica dan Irma juga ikut memajukan wajah mereka, ikut penasaran apa yang akan Azel sampaikan.
Azel celingukan memandang sekitar sebelum mengangkat tangannya dan didekatkan ke depan bibirnya, berlagak tengah membisikkan sesuatu.

"Iqbal ... itu tunangan gue."

Reaksi yang didapatkan Azel bermacam. Ada yang tidak percaya dan ada yang menganga.
"Boong lo." Cindy mengibaskan tangannya.

"Mana buktinya?"

"Ih bentar-bentar! Jadi kalian belum lihat?" Azel memajukan wajahnya lagi, mengulang gerakannya tadi. Baru setelah itu, mereka semua sadar akan jemari Azel yang tersematkan cincin perak di sana.

"Gue tunangan Iqbal." Ia menyeringai lagi.

"What!"

Cindy dan gengnya pingsan.
Azel merasa dejavu.

~♥~

"Nyari siapa, teh?"

Azel menatap cowok di depannya yang memasang wajah penasaran. Kini ia berada di ruang latihan taekwondo sekolahnya. Sejak tadi ia berada di ambang pintu dengan celingukan bingung.

"Ujiannya udah dimulai?" Azel tersenyum. Kepalanya masih celingukan memandang ke dalam ruangan.
Sudah banyak murid berkumpul, sepertinya ia akan telat jika semenit saja tidak belum ke sini. Ternyata murid yang ujian tidak hanya berasal dari SMAnya. Ada murid SD dan SMP juga dengan sabuk putih.

"Belum. Masuk aja, teh, kalo mau liat."
Cowok itu mempersilakannya masuk. Azel menganggukkan kepalanya dan bergegas memasuki ruangan.

Ruang latihan Taekwondo ternyata sangat luas. Ukurannya hampir dua kali lipat ruang dance-nya. Isinya bisa dibayangkan. Matras berbagai ukuran, sandsak, target box, head guard, dan banyak lagi yang Azel tidak tahu namanya.

Lalu matanya kembali tertuju pada seluruh peserta ujian. Tampaknya sekarang sedang diuji peserta bersabuk kuning polos. Murid-murid SMP ia lihat tengah kesusahan mengikuti ujian. Azel diam-diam mengagumi gerakannya. Sejak kecil, ia paling malas kalau ikut latihan beladiri seperti itu. Padahal sang Mama sering menyuruhnya, tapi lama-lama akhirnya menyerah karena bebalnya telinga anak-anaknya.

Azel kini menangkap keberadaan Iqbal. Pemuda itu tengah bercengkrama dengan teman-temannya. Mereka tampak saling membantu mengingatkan urutan gerakan materi ujian. Iqbal memakai sabuk bergaris hijau. Omong-omong, ini kali pertama juga Azel melihat pemuda itu mengenakan seragam taekwondonya, kesannya menambah kegantengan pemuda itu. Azel tersenyum sumringah.

"Azel? Ngapain di sini?"

"Kenio?"

~♥~










Hayo ada yang ingat Kenio?

Continue Reading

You'll Also Like

122K 5.3K 53
Mungkin dari sekian banyak perempuan menginginkan mempunyai sahabat laki-laki yang sangat perhatian, bahkan seperti pacar sendiri. Dan itu terjadi pa...
116K 10.4K 43
Cover : Pinterest 📌 Konflik ringan. 📌 Quotes setiap part hanya untuk melengkapi. 📌 Minim amanat. 📌 Belum revisi, masih banyak kesalahan. 📌 DILAR...
6.8M 212K 61
[LENGKAP] 'Menikah' karena terpaksa, itulah Andre & Amel. Kedua insan tersebut masih duduk dibangku SMA, karena perjodohan orang tua lah akhirnya mer...
42.1K 2.1K 33
"Apa?," sahut Rey tidak mengerti. Olin mendengus kesal. "Huft, anterin kekelas," rengek gadis itu bak anak kecil. "Emangnya kelas lo baru?. Lo lupa j...