Oh My Fiance! [COMPLETED]

By asterzh

121K 6.8K 694

Diharapkan Follow Author terlebih dahulu, ya! ❤ [16+] WARNING: Cerita ini dapat menyebabkan senyum-senyum se... More

Prolog
About The Cast
1- Tunangan?
2- Teman Serumah? BIG NO!
3- Peringatan
4- Iqbal si Penyebab Kegegeran
5- Kenio dan Ilham
6- Ilham Siapa?
7- Iqbal Benci Ilham
8- Pesona Iqbal
9- Halusinasi yang Nyata
10- Di UKS
11- Pengakuan dan Kejutan
12- Bunda Iqbal
13- Call Me Noona
14- Got You
15- Awkward?
16- Let Me Listen
17- Goodbye
18- Menghilang
Handsome Squad
19- Kangen Iqbal!
20- Girang
21- Fanatik
22- Persiapan
23- Deg-degan
24- Aku Senang Sekali
25- Tidak Terduga
26- Jangan Bingung, Zel!
27- Jatuh Hati Sejatuhnya
28- Pohon Kersen dan Sekotak Martabak
29- Salah Tingkah
30- Pelajaran Malam Hari
31- Keajaiban, Gara-gara Buah Kersen
32- Prahara Bersih-Bersih
34- Aku Selalu Bersama Noona
35- Tali yang Terajut Kembali
36- Ujian dan Kebiasaan Buruk
37- Sehabis Ujian
38- Class Meeting
39- Ujian Kenaikan Tingkat
40- Gemas
41- Ranking
42- Hadiah Ranking
43- Liburan
44- Iqbal, My Fiance!
Epilog
Ekstra Part 1: Feeds
Ekstra Part 2: Foto

33- Ruang Ujian

729 57 7
By asterzh

"Q&A What is so difficult?
Just tell me what you have in your heart
You just look into my eyes
And tell me what’s on your mind
Your eyes are telling everything." ---- Q&A (Ailee ft. Seventeen)


~♡~

Aduh, malunya! Aku enggak bisa berkata apa-apa begitu Danang memergoki kami berpelukan di gudang. Apalagi Danang berteriak dan mengatakan hal yang enggak masuk akal. Luar biasa. Rasanya ingin kugetok kepala adikku itu keras-keras.
Iqbal  meringis menatapku begitu kami melerai pelukan kami. Em, ralat, pelukanku maksudnya, karena nyatanya sejak tadi akulah yang memeluknya.

"Awas lo!"

Aku mendelik ke arah Danang saat berada di depannya. Kutonjok lengan cowok itu sembari memberinya tatapan Tunggu-pembalasanku!

Cowok itu hanya menyeringai. Danang memang selalu mengerjaiku. Menyebalkan!

~♡~

"Sayang, ribut-ribut apa sih?"

Begitu sampai di ruang keluarga, Mama malah terlihat kebingungan. Ia masih mengenakan apron sehabis memasak untuk kami.

"Mama enggak dengar?" tanyaku pada Mama. Aku menaikkan sebelah alisku menunggu jawabannya.

"Enggak. Mama kan daritadi masak." Diam-diam aku bersyukur dalam hati karena tahu Mama enggak mendengar dengan jelas teriakan Danang.
Mama akhirnya menyadari jika masih mengenakan apron. "Ya sudah, kamu mandi terus makan," suruhnya.
Aku mengangguk dan bergegas menaiki tangga.
Membersihkan rumah memang selalu secapek ini. Aku enggak menyangka bagaimana hebatnya Mama yang setiap harinya harus melakukan pekerjaan mulia ini. Ya meskipun aku dan Danang --sebelum kedatangan Iqbal-- terkadang membantunya seperti menyapu atau mencuci piring masing-masing, namun tetap saja pekerjaan rumah tangga Mama lebih berat.
Benar-benar istri idaman deh pokoknya Mamaku itu! Hihi.

~♡~

"Bal, kamu ujian di ruang apa?"
Azel membalikkan badannya ketika menanyakan hal itu. Kini posisi Azel yaitu berjalan mundur dengan menghadap Iqbal. Gadis itu meremas tali slingbagnya menunggu jawaban Iqbal.

Iqbal tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku lupa, Noona."

"Yah," lirih Azel. Ia memerosotkan bahunya dan memutar kembali badannya menghadap depan. "Masa lupa, sih?"

"Kenapa memangnya?" tanya Iqbal penasaran. Ia kini berganti menatap Azel sambil berjalan mundur.

"Enggak." Azel pura-pura marah pada pemuda itu.

"Pertanyaan "Kenapa?" kok jawabannya "Enggak"? Harusnya itu ... Karena bla bla bla ..." canda Iqbal.

"Ya suka-suka dong," sahut Azel bersidekap.

"Bukan suka aku?" Iqbal memajukan badannya membuat Azel memundurkan kepalanya.

Azel terkesiap lalu berikutnya ia mendorong dada Iqbal. "Apaan sih!" ketusnya.

Iqbal terkekeh dan memutar badannya, memosisikan sejajar dengan gadisnya. "Aku lupa beneran. Mau ngecek tapi males." Ia menyengir di akhir kalimatnya.

"Iya ... ya udah. Enggak usah diingat kalau lupa, enggak usah dicek kalau males."

"Memangnya kenapa, Noona?" tanya Iqbal lagi. Kali ini dengan nada lembut. "Aku beneran kepo ini. Tunggu- atau karena Noona ingin memastikan kalau kita seruang atau engga?"

"Eng- kata siapa?" sanggah Azel. "Aku cuma pengen tau aja."

"Iya pengen tau sekaligus mastiin kan?" ledek Iqbal. Iqbal ini seneng banget kalau ledekin Azel.

"Iya, iya. Puas kamu?" Azel menghentakkan kakinya. Ia merasa kesal karena lagi-lagi Iqbal meledeknya. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya meninggalkan pemuda yang saat ini memanggil-manggil namanya.

"Noona, tungguin!" Iqbal agak berlari ketika akhirnya bisa menyamai langkah Azel. Ia menarik lengan Azel agar melambatkan langkahnya. "Nanti pas udah sampai sekolah, aku buka tas. Aku kasih tau deh di ruang nomor berapa."

Azel melirik sebentar ke arah Iqbal dan memelankan langkahnya. Kasihan juga karena pemuda itu sampai terlihat susah mengatur napasnya. "Oke," sahutnya singkat.

Namun saat Azel sudah memasuki gerbang, ternyata Ica dan Irma sudah mencegatnya. Kedua sahabatnya itu bergegas menarik lengan Azel dan membawanya ke ruangan ujian mereka. Azel ingin memprotes, namun terlambat. Jadi sebelum Iqbal benar-benar membuka tasnya tadi, Azel sudah menghilang duluan.

"Ih kalian ini bisa enggak sih nungguin aku sama Iqbal selesai bicara dulu?" seru Azel. Lengannya lama-lama sakit karena sering ditarik paksa begini.
"Tadi Iqbal mau ngasih tau di mana ruangannya." Ia masih bersungut-sungut.

Sedangkan kedua orang itu tidak menggubris omongannya. Mereka kini justru celingukan mencari nomor yang sesuai dengan kertas ujian mereka.

"Nah, ruang 33." Ica berkata dengan lantang. Tidak malu dipandangi oleh beberapa pasang mata dari murid kelas sebelah atau adik kelasnya.

"Pintunya masih dikunci, seperti biasa." Irma menghela napas. "Apa kita kecepetan berangkatnya?" tanyanya.

"Kalian nyuekin aku?" Azel yang lengannya masih dipegang oleh kedua sahabatnya itu memandang datar ke arah pintu. Tidak menatap keduanya, adalah cara Azel ngambek.

"Eh jangan ngambek, Zel. Kita enggak nyuekin, kok. Hanya sedang teralihkan perhatian aja."

"Belnya masih lima belas menit lagi. Kita masih punya waktu buat belajar." Irma melirik arlojinya. "Gue ngikut belajar di sini bentar, ya, sebelum ke ruangan."

Ica mengangguk. Tangannya menarik Azel untuk duduk lesehan bergabung dengan teman lainnya yang tengah belajar. Kebiasaan murid-murid sebelum ujian yaitu belajar bersama. Biasanya hanya me-review pelajaran berdasarkan kisi-kisi atau yang lebih parahnya malah sekaligus membuat contekan. Tetapi bukan Azel lho, ya.

"Ayo, ayo masuk!"

Tepat setelah seruan itu berkumandang, bel tanda dimulainya ujian berdering nyaring. Azel dan Ica memasuki ruang nomor 33, sedangkan Irma berpamitan untuk memasuki ruang 34. "Semangat!"

~♡~

"Di atas meja hanya boleh ada papan ujian dan peralatan tulis. Selain itu, dimasukkan ke tas." Guru berkacamata di depan kelas mengedarkan tatapannya. Tangannya memegang seamplop soal ujian yang masih tersegel. Kemudian dengan cekatan tangannya menyobek pinggiran amplop untuk mengeluarkan isinya.

"Oh, iya. Keluarkan juga kertas ujian kalian!" perintahnya lagi. Jemarinya mengabsen seluruh kelas dan mendapati seseorang masih memaikan ponselnya. "Hey, hapenya masukan ke dalam tas. Tasnya taruh ke depan, semua!"

Semua yang berada di ruang ujian itu mendesah kecil karena ulah cowok yang terpergok itu. Sedangkan cowok tadi hanya memasang cengiran khasnya.
"Deon, jangan diulangi!" seru Guru tadi.

Azel memutar bola matanya jengah. Duduk sebangku dengan Deon bukanlah keinginannya. Cowok bernama Deon ini sejak tadi sok akrab padanya. Ya, meskipun sudah beberapa kali bertemu, namun Azel belum bisa terlalu akrab dengan cowok itu.

"Kak, kalau mau pinjem pulpen, bilang ya."

"Kak, gue ada tip-ex, Kak Azel bisa pinjem di gue."

"Kak, hari ini ada itung-itungannya kan? Gue bawa kalkulator."

"Kak, penggaris--"

"Bisa diem enggak?" Azel mendelik begitu cowok itu ingin melontarkan kalimat lagi. Mendapat tatapan seperti itu, Deon kicep. Kemudian menyengir lagi.

Aduh, teman Iqbal yang ini benar-benar paling menyebalkan! umpatnya dalam hati.

Iya, pada akhirnya rasa penasaran Azel terjawab. Kelasnya mendapat partner kelas Iqbal. Namun sayangnya, nomor ujian Azel dan Iqbal berjarak lumayan jauh. Dan mengharuskan keduanya susah untuk saling melirik.
Azel kebagian jatah kursi deret paling belakang baris kedua, sedangkan Iqbal deret paling depan baris keempat. Benar-benar tidak bisa diprediksi.

"Lagipula emangnya mau ngapain sih, Zel? Kalian toh lagi ujian, bukannya kencan. Ya kali harus banget duduk berdua?" Azel mencibir dalam hati.

Ia melirik Iqbal yang tengah fokus mengerjakan soalnya. Iya, setidaknya Iqbal bisa fokus, dan memang sebenarnya selalu fokus. Azel jadi teringat saat mereka belajar bersama. Iqbal begitu fokus dan bahkan cepat tanggap dengan soalnya. Hal yang berbanding terbalik darinya, Azel harus membaca soalnya dua atau tiga kali hingga benar-benar paham maksud kalimatnya.

"Kak, ajarin gue fisika dong. Gue enggak ngerti. Semalem malah mabar mobile legend sama Reyhan."

"Gue IPS, mana bisa?!" 

~♡~

Continue Reading

You'll Also Like

977K 99.6K 73
"Dari satu sampai sepuluh, seberapa besar keinginan kamu untuk saya bertanggung-jawab?" "Nol?"
6.8M 212K 61
[LENGKAP] 'Menikah' karena terpaksa, itulah Andre & Amel. Kedua insan tersebut masih duduk dibangku SMA, karena perjodohan orang tua lah akhirnya mer...
3.1M 465K 79
Spin off Young Parents [Bisa dibaca terpisah] _____ Menjadi seorang Ayah di usia muda tidak pernah terlintas dalam benak Bagas. Namun karena satu ke...
157K 4.5K 40
Apa yang akan terjadi jika cowok cuek ketemu sama cewek cuek ? # 29 - cuek 09.08.18 #675 - fiksiremaja 20.08.18