The Most Wanted Vampire In Hi...

By naowrite_

47.4K 1.9K 407

Seorang perempuan bernama Janelle Risterita Roust yang notabenenya seorang perempuan keturunan vampire bergel... More

Vampir
°•1
°•2
°•3
°•4
°•5
°•6
°•7
°•8
°•9
°•10
°•11
°•12
°•13
°•14
°•15
°•16
°•17
Janelle Risterita Roust
Jihan Christina Roust
Amerio Preka
Refa Raziel Melvin
Aloydia Rene Ecrin
°•18
°•19
°•20
°•21
°•22
°•23
°•24
°•25
°•26
°•27
°•28
°•29
°•30
°•31
°•32
°•33
°•34
°•35
°•36
°•37 Special Part (Story Of Character)
°•38
°•39
°•40
°•41
°•42
°•43
°•44
°•45
°•46 Chapter Khusus Penjelasan
°•47
°•49
°•50
°•51
°•52
°•53
°•54
°•55
°•56
°•57
°•58
°•59
°•60
°•61
°•62
°•63
°•64
°•65
°•66
°•67
°•68
°•69
°•70 🔞
Epilog

°•48

274 14 1
By naowrite_

Pertama-tama Rita memutuskan untuk berpencar dengan Jihan, di mana ia harus membawa Farel ke rumah sakit, sedangkan adiknya akan mencari keberadaan teman-temannya di sekitaran hutan. Di tengah-tengah kejadian waktu itu, mereka berempat pasti ketakutan untuk tidak mencari tempat teduh sebagai persembunyian sementara. Pasti-tidak pasti, Jihan memutuskan untuk menuju wilayah barat tempat yang paling redup oleh matahari alias lembap. Selain agar kulitnya tidak terbakar, Jihan juga ingin berkelana ke tempat-tempat baru.

Tak lama setelah mengitari hutan, Jihan menemukan pondok kecil, kumuh yang di sekitarannya seperti rawa lumut nan berair. Ia mencurigai tempat itu dan... Benar saja. Jihan memegangi dadanya karena lega karena dapat menemukan teman-temannya secepat ini. Ia mengetuk pintu kayu berlumut itu hingga Piko membukakan pintu—memeluk Jihan begitu saja seolah ia tidak pernah bertemu Jihan selama bertahun-tahun—tidak peduli dengan bau badan Jihan yang terbilang tidak sedap.

Puas memeluk pacar tercintanya, ia membalik badannya berniat membangunkan dua orang yang masih bercumbu bersama bunga tidur. Bahkan Jihan tidak percaya jika itu Amerio dan Ecrin. Mereka sedang berpelukan mesra. Sebelum Piko berteriak, Jihan buru-buru menepuk pundak pacarnya. Ia menggelengkan kepalanya dua kali sembari tersenyum geli.

"Jangan, mereka pasti capek banget tuh gelut sama dunia mimpi yang ngusir dari kediamannya sepanjang malam. Mending kita keluar aja. Bau di sini apek!" Jihan mengeluh sembari keluar dari pintu berengsel reyot itu bersama Piko, diikuti Bo yang sudah bangun pula.

"Gimana Farel? Udah ketemu? Maaf gue gak bisa bantu kalian." Bo merasa bersalah terlihat dari sorot matanya yang berubah sayu.

"Udah, sekarang Farel lagi di rumah sakit." Jihan mendorong pelan tangan Piko yang hendak merangkul tubuhnya.

"Kenapa?" Tanyanya heran.

"Gue bau ketek dan tubuh gue kedinginan, jangan pegang-pegang dulu. Badan meriang-badan meriang..." Jihan mengakhiri dengan bernyanyi mengikuti salah satu iklan jamu di siaran televisi kesayangannya.

"Apa? Farel udah ketemu?"

"Wutt! Nyai Blorong kalau mau dateng say hello dulu kek? Buat kaget aja." Ketus Piko terlihat sebal membuat Jihan tertawa receh.

"Udah puas lo peluk-pelukan sama ayang ebeb?" Jihan menggoda membuat wajah Ecrin seketika berubah seperti barusan saja direbus dalam kuali mendidih.

"Tuh rahang kalau ngomong enteng banget ya!" Ecrin menyangkal diikuti kedatangan Amerio dari belakang yang masih menguap lebar.

"Tidur gue nyenyak bang-" mata Amerio terbuka lebar ketika melihat senyuman Jihan yang khas sekali. Khas dengan sesuatu yang berbau godaan.

"Jelas nyenyak, kan anu lo nempel sama pantat Ecrin yang kempesnya ngalah-ngalahin balon air." Air muka Amerio mengering berubah menjadi semburat merah.

"Anu apa? Gue madep pinggir kok tidurnya!" Amerio ngotot sebagai pihak yang merasa terpojokkan. Sedangkan Ecrin diam saja karena semalaman juga ia bisa tertidur semenjak posisi Amerio yang memeluk dirinya seolah ia guling.

Tetapi Jihan tahu itu dusta dari raut wajah Ecrin yang menjawab segalanya, "Udahlah... Gak usah ngeyel. Gue ada sesuatu deh buat kalian berdua,"

Entah kenapa, firasat Amerio memburuk hingga Jihan menampilkan sesuatu yang membuat Amerio sampai terjungkal karena tersandung batu di belakangnya-saking gugupnya. Ia menatap tidak percaya pada tiap inci dari foto itu. Begitupula Ecrin yang semakin menunduk. Di sana tertera jelas bagaimana posisi mereka yang begitu romantis bak sepasang suami-istri.

"Bangsat! Hapus gak tuh?!"

"Woi! Sama wanita tu harus lembut kalau mau didengerin." Jihan menampilkan senyum centilnya dan bodo amat dengan Bo dan Piko yang hanya menjadi penonton. Gadis itu tertawa jahat meratapi wajah Amerio yang bete setengah mati.

"Oke oke, Jihan sayang-"

"APA LO MANGGIL-MANGGIL CALON BINI GUE KEK GITU?!" Piko berteriak namun tidak diindahkan oleh Amerio, begitupun dengan Jihan yang langsung membungkam mulutnya dengan tangan.

"Gue mau minta tolong elo untuk hapus foto itu atau lo gue bunuh sekarang." Amerio menekankan tiap-tiap kata yang ia ucapkan.

Jihan tertawa cantik, "Amerio, katingku terjelek, meskipun kamu ganteng tapi tetep gantengan Piko di mana-mana, kamu salah bicara lho kalau mau meminta sesuatu sama aku..."

"Oh ya? Kalau gitu, aku harus apa supaya tangan laknatmu engga nyebarin foto itu ke akun sosialmu?"

"Ooooh, jadi kamu berpersepsi aku ini menjadi makhluk terjahat yang akan melakukan itu?" Jihan tersenyum licik, sangat licik, "tapi tenang, aku ga akan sebarin ke media sosialku, cuma mau aku print terus aku jadiin pajangan di kelas kalau-"

"Iya iya, gue ikuti apa kemauan lo asal lo gak sebarin tuh foto."

"Cuma dua hal," Amerio menelan air liur seakan ia bakal disuruh menelan granat, "Jadiin kakak kesayangan gue ini pacar resmi lo, harus sekarang dan kalian harus ciuman di hadapan gue." Ecrin membulatkan bola matanya.

"Lo apa-apaan sih, Jih?!"

"Gak usah munafik, gue tahu lo pasti suka ini... Udah dimak comblangin itu diem aja, deh. Ekeh capek tauh..!" Jihan bergaya lebay dengan mengayunkan tangannya.

Amerio menatap Ecrin sejenak sebelum ia benar-benar mendekati gadis itu. Sedangkan Jihan tahu kalau Bo terlihat tidak terima, tetapi ia meresmikan hubungan kakak kesayangannya hanya dengan Amerio.

"Kita resmi pacaran..." Amerio berujar lembut lalu memanggut bibir Ecrin kurang lebih 20 detik lalu memeluk gadis itu.

"Kita perlu bicara lebih intim nanti..." Bisiknya pada Ecrin.

"Hmmm.."

°•°•°•°•°

Tutt... Tutt... Tutt...

"Hallo tuan Melvin, Selamat pagi. Maaf membuat tuan begitu khawatir. Saat ini Farel sedang di rumah sakit karena cedera saat berselancar di laut. Itu salah satu benefit saya ketika mengikuti paket hiburan dari acara saya empat hari yang lalu..,"

"Akhirnya ada yang mengangkat teleponnya. Aku sampai mengira anak itu melakukan hal yang membuatmu repot, ternyata benar!" Terdengar hembusan napas lelah Melvin dari telepon seberang.

"Tidak apa-apa. Semua baik-baik saja. Saya mau minta tolong bahwa ibunya hampir seratus sekali menelepon jika dari handphone Farel. Bolehkah saya meminta izin supaya tuan kembali menghubungi Nyonya Dea supaya datang ke rumah sakit *xxx* untuk melihat putranya? Maaf jika saya memerintah." Rita sedikit memelankan nadanya diakhir percakapan membuat Melvin tertawa cukup membahana. Entah apa yang salah, tetapi Rita tidak memiliki firasat buruk apapun.

"Aku muak mendengar kata 'tuan' kau bisa mengubahnya menjadi papa muda saja supaya lebih simpel? Aku akan mendengarmu jika kau mendengarku kali ini."

"Ba-baik, pa..."

"Well done. I love your sound. Then, shut up and I will saying all with Dea. Morning..."

Tutt... Tutt... Tutt...

Dahi Rita terlipat dan lehernya tertekuk ketika Boss-nya menyuruh ia menggunakan panggilan itu untuk pertama kalinya. Setahunya, panggilan khusus itu hanya untuk Ecrin yang memang berencana ditahbiskan menjadi suami sah Farel suatu saat. Ah, ya, bocah tengil itu. Rita memandang brankar cowok itu dengan tatapan yang sedikit dalam, lalu menunduk menatap kakinya yang tanpa alas pelindung. Sangat dekil hingga saat pertama kali suster melihatnya sedang menggendong Farel di punggung, mereka benar-benar terkejut. Mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin perempuan kurus, sepertinya dapat dengan mudah membawa sosok yang jauh lebih besar badannya menuju rumah sakit tanpa mengeluh atau merasa berat sedikitpun.

Malas berangan-angan apa yang terjadi satu jam yang lalu, ia lebih tertarik untuk mendekati brankar Farel lalu meluruhkan tubuhnya di dekat tembok rumah sakit. Bau badannya pasti sangat tidak nyaman karena berkali-kali terkena cipratan darah. Ya, mungkin ia harus mandi atau ibu Farel akan mencurigai dirinya. Tangan gadis itu naik ke atas meja kemudian meraih gagang telepon untuk meminta bantuan.
Setelah tersambung, ia mengucapkan permintaannya dan tak sampai 10 menit, sepasang dalaman dan sepasang baju lengkap dengan alas kaki sederhana sudah berada di dekatnya.

°•°•°•°•°

"Tukang modus mentang-mentang susternya cantik." Celetuk Piko membuat Jihan mau tak mau menjitak ringan kepala cowok itu, sementara Farel menjulurkan lidahnya.

"Iri aja terus sampai pacar lo pergi." Ucapan Farel membuat Piko menoleh ke belakang-tempat Jihan tadi berada yang ternyata telah menghilang entah ke mana tanpa ia dengar ritme kakinya.

"Ke mana pacar gue?" Piko panik sendiri. Ia menatap Farel dan suster itu bergantian, namun mereka menggeleng yang tentu Piko tahu artinya.

Suster itu menjawab, "Mbak cantik tadi kayaknya kebelet, mas. Dia kelihatan buru-buru."

"Oke, gue cabut." Piko menuju pintu dan bertepatan saat hendak meraih gagang pintu, penutup ruangan itu tiba-tiba terbuka kasar hingga menabrak jidat Piko yang cukup nonong.

Sosok itu adalah Dea yang tiba-tiba diserang panik karena membuat dahi Piko merah. Wanita itu segera memeluk cowok yang tak ia kenal itu sekilas, lalu meminta maaf seraya mengelus-elus bagian benjol kecil tersebut. Piko yang hampir melepaskan kemarahannya batal saat melihat betapa cantiknya Dea. Ia menikmati saat-saat Dea mengobati jidatnya menggunakan balsem impor milik ibu muda itu yang entah kapan diambil dari tas bermereknya.

"Aduh, saya minta maaf. Saya panik dan terlalu terburu-buru." Dea tersenyum ramah lalu mengelus jambul kecil Piko sekilas. Patrian di wajah Dea mengingatkannya pada wajah Farel yang begitu mirip, satu sisi ia sedikit kesal, tapi di sisi lain ia mengaguminya.

"Tidak apa-apa, Tante. Aku buru-buru juga, mau pergi-"

"Hmm.. nama kamu siapa? Main kabur aja?!" Dea berujar pelan sambil terkekeh. Oh, sekarang Piko tahu darimana gigi Farel bisa sebagus itu, ternyata dari mamanya juga.

"Saya Piko, temannya Farel." Cowok itu meringis dan terus menatap pintu hingga Dea menyingkir.

"Ya sudah, cepat balik, lho. Tante pesen bermacam-macam daging panggang lewat gojek." Dea menaikkan sedikit nada suaranya yang dibalas senyuman sekilas oleh Piko.

Setelah memastikan teman putranya pergi, barulah ia menatap Farel dengan air muka yang tidak bisa ia kendalikan bahwa kenyataannya dia sangat khawatir. Dea mengambil alih bubur ayam dari suster cantik itu-menggantikan sebagai yang menyuapi Farel.

"Kamu kenapa? Baik-baik aja kan?"

Farel tersenyum sekilas dengan bibir pucatnya lalu membalas, "Aku baik-baik aja. Mama bisa lihat..." Suara serak cowok itu terdengar begitu merdu di telinga Dea.

"Kami keluar dulu ya..." Rita berpamitan bersama Jihan bergandengan untuk menuju ke manapun agar tak mengganggu ibu dan anak itu. Mereka pasti sudah lama sekali tidak bertemu mengingat bahwa tiket pulang-pergi bukanlah rupiah yang sedikit.

"Iya sayang... Tante mau tahu nama kalian berdua. Kalian cantik-cantik ya..."

"Saya Rita, salam kenal Tante.." Rita membungkukkan badan membuat Dea terkekeh.

"Kayak orang Jepang aja! Ya udah, Tante mau berdua dulu ya. Tunggu sepuluh menit aja. Gak lebih kok. Sekalian panggil temen kamu yang cowok tadi."

Rita menjawab celotehan Dea dengan anggukan anggunnya. Iapun keluar untuk mencari Piko dan Jihan juga yang lainnya.

Dea menunggu hingga Rita benar-benar tidak menapakkan kakinya di dekat pintu kamar sebab ia memang butuh privasi. Ia menatap Farel hangat, sementara anak laki-lakinya menunduk terlihat menyedihkan. Tatapan itu mengingatkan Dea pada Melvin yang begitu nelangsa dan ia benci sorot sendu itu.

"Ma..." Farel menitikkan air matanya. Tanpa anaknya katakan pun, Dea tahu bahwa gadisnya menginginkan sesuatu yang tentu Dea tidak bisa mengabulkannya.

"Temenin aku, ma..."

"Kamu mau tinggal di Amerika?"

"Engga, aku maunya mama kembali ke Cline."

"Mama masih punya Hega di sini, tapi mama masih nepatin janji supaya engga sampai kamu punya adik tiri." Dea sepertinya salah berbicara ketika Farel malah melengos dan memejamkan matanya.

"Pergi ma, aku mau ketemu sama Rita."

Benar, sedetik setelahnya Rita mengetuk pintu lalu dibukakan oleh Dea. Rita memiringkan kepala, bingung ditatap Dea dengan senyuman manis. Semanis gula tetapi ia tahu senyuman itu begitu penuh teka-teki. Tanpa memedulikan hal itu, ia masuk sembari menunduk untuk menghormati keberadaan Dea di dalam kamar itu.

"Permisi, Tante."

"Masuk saja sayang. Kamu bisa bicara dengannya, Tante akan tunggu di luar." Deapun benar-benar keluar dari ruangan.

Farel menatapnya dengan sendu. Rita membalasnya dengan sorot datar yang seperti biasa terpancar di wajahnya. Ia mendekati Farel sesuai kemauan temannya itu. Tanpa izin, lelaki itu meraih tangan Rita lalu menciumnya. Senyumnya terpancar hingga cowok itu menarik, mendekap Rita ke dalam pelukannya. Ia menikmati tubuh sedingin es itu, sedangkan Rita tidak memilih untuk melakukan apapun selain menurut dan memejamkan mata—menikmati pelukan Farel.

"Gue butuh bicara lebih intens sama, lo, vampir cantik." Farel jelas berbicara sangat berbisik agar tak terekam CCTV pada telinga Rita yang sontak membuat bulu kuduk gadis itu naik seketika. Sadar dengan apa yang terjadi setelah membaca suasana, Rita menarik tubuhnya menjauh, menatap Farel begitu dingin.

"Gak ada yang perlu kita omongkan lagi, Farel. Bisa jadi ini adalah kali terakhir Lo bisa nyapa gue, adik gue dan keluarga gue yang lainnya. Lo harus memberi jarak jika Lo emang masih mau hidup dengan tenang tanpa digentayangi kematian." Rita menjelaskan dengan volume suara sedikit berbisik, namun bisa didengar oleh telinga penasaran Farel.

"Kenapa?"

"Karena kita berbeda."

"Rit? Kayaknya..." Farel menunduk sekilas lalu menarik tengkuk Rita dan mencumbu bibir gadis itu lancang seperti yang ia lakukan sudah-sudah dengan Ecrin.

"I falling in love with you..."

Rita membulatkan bola matanya sempurna.

°•°•°•°•°

Continue Reading

You'll Also Like

3.3K 622 47
Sebuah kisah yang berawal dari kacamata dan pertemuan aneh. Kisah wanita dan pria kacamata. Entah pria siapa. Tapi, kacamatanya selalu menggantung di...
2.9K 95 10
Hana Haryaman Yunitasari, seorang gadis cantik, pintar, dan berasal dari keluarga kaya raya. Diam-diam ia menaruh hati pada teman sekelasnya, Jeffry...
4.5K 637 15
Ratusan tahun lalu, terdapat klan vampir yang bersumpah hidup mengabdi kepada nenek moyang mereka. Namun, ikatan sumpah itu harus putus dan menjadi m...
1.9K 12 6
Kumpulan sajak, puisi, dan diksi.