MINE (Complete)

By KwonJiEun97

13.6K 2.1K 616

Layaknya London yang di teror oleh Jack The Ripper pada 1888 silam. Kini Seoul tengah mengalami kejadian seru... More

Cast
1. Bestfriend
2. New Guy
3. Jealous (?)
4. Surprise
5. Her Tears
6. Feelings
7. Conflict
8. Begin
9. Pain
10. That Boy
11. Hurt
12. Fake
13. Puzzle
14. The Story
Private Chapter
15. Code
16. Complicated
New Chapter
17. Official
18. Care
19. Lie
20. The One
21. Playing With Fire
22. Throwback
23. The Reason
24. Heartbreak
25. Wrong Love
27. Is He ?
28. Too Close
30. Love Yourself
31. Their Problems
32. Birthday Gift
33. Regret
34. Ex
35. Sorry
36. Dangerous
37. Him
38. The Murderer
39. Tear
40. Troublemaker
41. The Last Fight
42. Happy? Or Sad?
43. Mr. Jeon
44. Fin

26. Mistake

250 42 23
By KwonJiEun97

Seoul, 4 tahun silam.

"Kenapa kau tidak pernah datang ke rumahku lagi?"

Daniel tidak bergeming, tidak juga berniat untuk menjawab pertanyaan Jimin. Patah hati, mungkin?

"Aku sedang malas Jim."

"Kau ada masalah? Katakan padaku." ketus Jimin antusias.

"Ya, aku sedang dalam masalah besar. Masalah yang menyangkut perasaan."

Jimin berpikir sejenak.

"Apa kau sedang patah hati?"

Daniel tersedak minuman yang sedang ia minum. Lalu menoleh kearah Jimin dengan wajah cemas.

"K, kau tau tentang itu?"

Jimin mengangkat sebelah alisnya, ia sama sekali tidak mengerti dengan perkataan Daniel. Ia pun menggeleng sebagai jawaban.

Daniel menghela nafas lega.

"Ada apa sebenarnya?"

"Kau tidak perlu tau Jim."

"Baiklah, tapi kuharap ini tidak ada sangkutpautnya dengan adikku."

"Memang kenapa?"

"Dia adalah cahaya dalam hidupku, jika cahaya itu meredup, hidupku akan gelap dan hancur. Kau mengerti?"

"Ummm, tidak sama sekali Jim. Kau pikir Jiyeon adalah lampu?"

Plakkk.

Satu pukulan mengenai kepala Daniel. Daniel meringis kesakitan seraya mengusap-usap kepalanya.

"Kau bodoh sekali!"

"Aku tidak mengerti kata kiasan, jadi bicaralah dengan jelas!"

Jimin memutar bola matanya malas.

"Karena kau sudah ku anggap keluarga ku, kau akan ku beritahu. Sebenarnya Jiyeon-"

Belum sempat Jimin meneruskan kalimatnya, seorang wanita mendatangi meja Daniel dan Jimin. Wanita dengan rambut blonde yang tergerai dengan indah, Jiyeon.

"Oppa kenapa kau tidak bilang kau akan kesini? Jika tau aku bisa berangkat bersamamu." protes Jiyeon dengan tangan yang ia lipat didepan dadanya.

"Ah umm itu, sebenarnya ini mendadak. Daniel yang mengajakku."

Jiyeon yang semula tidak menyadari keberadaan Daniel langsung menoleh ke kursi disebrang Jimin. Ia menatap Daniel lalu tersenyum seolah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka, sedangkan Daniel hanya tersenyum canggung.

"Sedang apa kau disini sendirian?"

"Ada yang mentraktir ku."

Jiyeon menarik salah satu kursi dan duduk di meja yang sama dengan Daniel beserta Jimin. Ia menarik minuman Jimin dan meminumnya tanpa izin, meski begitu Jimin tidak keberatan.

"Seorang pria lagi?" tanya Jimin dengan wajah datar.

Jiyeon mengangguk pasti. Tidak peduli dengan Daniel yang berada di sebrangnya. Daniel terus memandangi wajah Jiyeon hingga tanpa sadar jantungnya berdebar kencang. Ia pun menundukkan kepalanya, mencoba menenangkan diri.

"Sudah kubilang kau tidak boleh pergi bersama pria yang tidak kau kenal." ucap Jimin serius.

"Ani, dia kakak kelasku. Dia bilang dia ingin aku mengajarinya pelajaran ilmiah sambil mentraktirku disini."

"Kapan kau akan mendengarkan ku?"

"Aku tidak berpacaran dengan mereka oppa, berhentilah mengekangku, aku sudah besar. Kau lihat sendiri kan Daniel? Sekarang kau paham?"

Daniel terkejut ketika Jiyeon menyebut namanya dalam percakapannya bersama Jimin.

"Mwo?"

"Sudahlah aku harus pergi, sepertinya dia sudah datang."

Jiyeon berlalu sambil melambaikan tangannya. Daniel terus menatapnya sampai Jiyeon benar-benar menghilang diantara kerumunan tamu di cafe itu.

"Kenapa kau seprotective itu? Dia sudah besar bukan? Dia sudah mengerti mana benar dan mana salah."

Jimin tersenyum namun tampak kesedihan dari raut wajahnya.

"Kau tidak tau apa-apa Daniel."

Daniel mengernyit.

"Dia bukan adik kandungku."

Kalimat Jimin sukses membuat Daniel membulatkan matanya dengan sempurna.

"A, apa maksudmu Jim?"

Jimin menundukkan kepalanya, jelas sekali matanya berkaca-kaca.

"Ia adalah putri tunggal mendiang teman ayahku."

Jimin terdiam sejenak, mencoba mengingat kembali kejadian di masa lampau. Daniel mendengarkannya secara seksama.

"Ayahnya adalah partner bisnis ayahku, kami sudah menjalin hubungan sejak aku masih berumur 3 tahun. Umurku dan Jiyeon sebenarnya sama, tapi ayahnya menyuruhnya agar memanggilku oppa. Sejak saat itu, aku menganggapnya sebagai adik kandungku. Aku terus melindunginya, berusaha agar ia tidak meneteskan air matanya. Dia anak yang cukup kuat, ia tidak pernah menangis didepan orang lain. Ia pandai menyembunyikan kesedihannya. Kala itu hujan turun sangat deras, ia sedang berada dirumahku sedangkan orangtuanya ada dirumahnya. Entah kenapa ia terlihat tidak tenang hari itu, ia terus mondar-mandir sambil menggigiti kukunya. Aku sudah mencoba menenangkannya dan mengatakan bahwa ia akan kuantar pulang jika hujan sudah sedikit reda, tapi ia tetap seperti itu. Aku tidak mengerti dengan perilakunya yang aneh itu, sampai akhirnya aku mengerti. Dia memiliki kelainan."

---

Daniel melangkahkan kakinya dengan lemas, kalimat-kalimat yang Jimin ucapkan terngiang dipikirannya. Ia menghentikan langkahnya.

"Sebegitu berarti kah Jiyeon untukmu, Daniel? Bahkan kau sampai tidak menyadari kedatangan salju karena memikirkan Jiyeon."

Daniel bermonolog. Lalu ia mendongakkan kepalanya, melihat salju yang turun sedikit demi sedikit.

Ia tersenyum.

"Aku ingat saat kita bermain salju bersama. Bisakah kita mengulanginya lagi? Aku sangat merindukan saat-saat seperti itu, saat dimana aku bisa tertawa bersamamu."

Senyumannya menghilang begitu ia terhempas kembali ke kenyataan bahwa Jiyeon menolaknya. Ia mentertawai dirinya sendiri.

"Kau pecundang Daniel." desis Daniel.

"Kau bukan pecundang, kau adalah pria terkuat yang pernah ku temui."

Daniel mematung, ia jelas mengenal suara itu. Suara seseorang yang sangat ia rindukan, seseorang yang amat ia kagumi, Park Jiyeon. Daniel pun buru-buru membalikkan badannya. Jiyeon telah berdiri disana, dengan senyuman khasnya.

"Jiyeon? Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku terus mengikutimu sejak tadi, apa kau tidak menyadarinya?"

"Ah mian."

Jiyeon hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian ia bersin, hidungnya memerah. Daniel langsung terfokus pada pakaian yang Jiyeon kenakan.

"Dasar bodoh! Kenapa kau keluar rumah dengan pakaian setipis itu?"

Daniel berjalan menghampiri Jiyeon seraya melepaskan coat yang ia kenakan. Sesampainya dihadapan Jiyeon, ia memasangkan coat itu di tubuh Jiyeon. Saat ia ingin menarik tangannya dari coat, Jiyeon menahannya. Daniel terkesiap.

"Daniel-ah, mianhaeyo." lirih Jiyeon.

"Untuk apa? Untuk penolakan hari itu? Sudahlah, kau tidak perlu merasa bersalah. Kita tetap bisa menjalani hubungan sebagai teman, seperti biasanya."

Tiba-tiba air mata menetes di pipi Jiyeon dan ia mulai terisak.

"Aku tidak tau jika akan semenyakitkan ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa. Aku tidak boleh mencintai siapapun. Aku tidak boleh mencintaimu meskipun aku menginginkannya Daniel-ah."

Jiyeon mulai menangis, air matanya membasahi kedua pipinya. Daniel secara reflek menarik Jiyeon kedalam pelukannya, mengusap rambutnya lembut agar Jiyeon merasa tenang. Namun kenyataannya Jiyeon malah semakin menangis. Daniel tidak mengerti alasan Jiyeon menangis, tapi hatinya tersayat manakala melihat Jiyeon yang menangis sebegitu hebatnya. Tanpa sadar, ia ikut menitikkan air mata.

"Uljima, uljimarayo Jiyeon-ah."

Jiyeon tetap menangis dalam dekapan Daniel.

Setelah beberapa menit, tangisan Jiyeon mereda. Meski masih sedikit sesegukan, ia mulai berbicara kembali.

"Aku ini dikutuk, siapapun dan apapun yang kucintai pasti akan pergi. Maka dari itu, aku tidak ingin mencintaimu karena aku tidak ingin kehilangan mu Daniel. Cukup dengan melihatmu tanpa bisa memiliki mu saja sudah bisa membuatku bahagia."

"Jiyeon-ah sebenarnya apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Kau tidak perlu mengerti Daniel. Tidak semua hal harus kau pahami, terkadang menjadi tidak tau akan lebih menenangkan."

Begitu mengucapkan kalimat yang sama sekali tidak Daniel mengerti, Jiyeon melepaskan pelukan Daniel dan pergi begitu saja.

Daniel mengusap wajahnya kasar.

"Berhentilah membuatku khawatir Jiyeon."


Tbc.
Kira-kira ada yang tau alasan Jiyeon begitu? Komen pendapat kalian ya, dont forget to vote too^^

Continue Reading

You'll Also Like

144K 13.2K 26
[Update: Senin-Selasa] "I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian...
173K 15K 82
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
8.3M 516K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
333K 28.3K 54
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.