"Wanita mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun, tetapi tidak bisa menyembunyikan kecemburuan bahkan untuk sesaat."
(Ali bin Abi Tholib)
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Masih di panti...
"Anak-anak, sudah dulu ya, kakak-kakak ustadz-nya pasti sudah capek, jadi biarkan kakak-kakak ustadz istirahat dulu ya ...." bujuk Ummi Hanum pada anak-anak panti.
"Ya, Ummi!" sahut mereka serentak.
"Masya Allah, pinternya anak-anak Ummi ini ya. Sekarang coba tebak ada siapa di depan?" Ummi Hanum memuji sekaligus memancing dengan tebakannya. Membuat anak-anak panti mulai berfikir, siapakah orang yang ada di depan yang di maksud Ummi Hanum.
Para Sahabat Fillah saling pandang dilanjutkan dengan gelengan kepala masing-masing.
"Hayooo ada yang bisa nebak?"
"Ahaa! Ainun tahu, Ummi." ucap seorang gadis kecil berusia 5 tahun membuat semua mata teralihkan padanya.
"Oh, ya? Ainun tahu? Siapa dong?" tanya Ummi Hanum pada gadis kecil imut itu.
"Pasti kakak-kakak bidadari cantik!" jawab Ainun sambil tersenyum.
Mendengar kata kakak-kakak bidadari cantik, semua anak-anak panti pun bersorak lalu berhambur keluar dari ruang belajar. Jangan lupa dengan reaksi para Sahabat Fillah yang terbengong-bengong dengan kehebohan anak-anak panti. Namun sesaat kemudian mereka sama-sama tersenyum seraya geleng-geleng kepala. Ah, jadi penasaran. Batin mereka.
"Ustadz Raka ...." panggil Ummi Hanum membuat Raka menoleh padanya.
"Ya, Ummi ...?"
"Itu di ruang depan ada yang spesial buat Ustadz Raka." tutur Ummi Hanum pada Raka.
Raka mengernyitkan keningnya. "Saya, Ummi?" tanya Raka sambil menunjuk pada dirinya. Ummi Hanum tersenyum lalu mengangguk.
Raka dan ketiga sahabatnya saling pandang.
"Maaf, siapa ya Ummi?" tanya Raka penasaran.
"Ada pokoknya, mending dilihat aja gih di depan, Ummi juga mau kedepan nih sekalian yuk!" Ummi Hanum malah main tebak-tebakan sama Raka. Bikin Raka jadi tambah penasaran.
Ummi Hanum balik badan lalu melangkah meninggalkan ruang belajar anak-anak.
"Kira-kira siapa ya?" tanya Raka pada para sahabatnya.
"Mana kami tahu ...." sahut Zidan sambil mengkedikkan bahunya.
"Atau jangan-jangan ada seorang ukhti yang nge-fans sama kamu kali, Ka." celetuk Fadhil asal.
"Hus, sembarangan. Sudah ada yang punya nih aku, sudah sold out!" sungut Raka pada Fadhil.
"Kali aja pengen nambah, ya nggak bro ....?" goda Zidan juga.
"Yo'i bro ...." sahut Fadhil lagi.
"Astaghfirullah, na'udzubillahi mindzalik ya Allah ...."
Sementara Athar sibuk sendiri dengan hatinya yang tiba-tiba berdebar. Sama seperti di hari-hari yang lalu dan di saat-saat tertentu ia merasakan hal yang sama.
Raka mulai beranjak dari duduknya lalu melangkah keluar dari ruang belajar dan diikuti oleh ketiga sahabatnya.
Sampai di ruang depan tampak anak-anak panti riuh mengelilingi beberapa orang dan sepertinya sedang berebutan satu sama lain.
Keempat Sahabat Fillah membelalakkan mata saat atensi mereka berpusat pada empat sosok perempuan. Dan yang paling mengejutkan lagi warna jilbab yang dikenakan itu sama seperti yang mereka sebutkan tadi.
Raka melangkah menghampiri mereka lebih tepatnya menghampiri istrinya, diikuti juga oleh para sahabatnya dari belakang.
"Athifa ...." sapa Raka pada Athifa. Reflek Athifa menoleh lalu tersenyum.
"Eh, Mas." Athifa bangkit lalu mencium tangan suaminya.
"Kamu kok ada disini?" tanya Raka heran.
"Lah, emang kenapa? Kami berempat kan emang sering main kesini. Trus kamu sendiri kenapa ada disini?" Athifa balik tanya pada suaminya.
"Ya sama seperti kalian, main juga sih kesini." jawab Raka yang diangguki oleh Athifa.
Sementara Athar saling lirik dengan Nada.
"Masyaa Allah ... apa mungkin hatiku berdebar karena ada Nada disini?" pikir Athar dalam hati.
"Ya Allah, ingin rasanya hamba menyapa mas Athar dan mencium tangannya seperti yang dilakukan Athifa sama suaminya! tapi gimana caranya ya?" ucap Nada dalam hati.
"Eh, tadi itu Mas nyebut-nyebut jilbab biru, asal nyebut atau emang sudah tahu kalo aku pake jilbab biru?" tanya Athifa penasaran.
"Ah ya, itu ... sebenarnya aku dan yang lainnya tadi asal nyebut saja sih." jawab Raka ala kadarnya.
"Oh, ya? tapi kok bisa pas gini ya?" Athifa bingung.
"Qodarullah sayang ...." ucap Raka lembut.
"Ehem ... Athifa dan Ustadz Raka, dilarang sayang-sayangan disini!" seru Kayra tiba-tiba. Membuat Fadhil dan Zidan terkekeh mendengar ucapan Kayra. Raka jadi salting dan garuk-garuk tengkuknya meski tidak gatal. Tapi tidak dengan Athifa.
"Emang kenapa? sudah halal juga." cibir Athifa pada Kayra yang ada di sampingnya.
"Yes I know ... tapi jangan disini juga keleees, kasihan kita-kita yang lagi jomblo dong, bikin baper tahu nggak."
"Ya gak papa dong dari pada si Nury pacaran sama cowok gak jelas, adanya nambah dosa." sindir Athifa sambil melirik ke arah Nury.
"Yeee apaan sih lo, lagian meski pacaran gue gak sampe pegang-pegang tangan, cuma jalan bareng doang, gue pacaran–"
"Apa? Lo pasti mo bilang pacaran syar'i, kan? Kan Ustadz Athar pernah bilang tuh, gak ada yang namanya pacaran syar'i. Ya kan, Ustadz Athar?" Athar yang tadinya melirik ke Nada kini merotasi ke Athifa. Athar hanya menanggapinya dengan anggukan seraya tersenyum tipis.
"Tuh, apa gue bilang? Benar kan?" Nury mendengus kesal.
"Udah mendingan lo putus aja sama tuh cowok, noh ada Ustadz Fadhil yang jauh lebih keren dan lebih baik!" ucapan Kayra membuat Fadhil mengerjabkan kedua matanya berulang-ulang.
"Nah, betul tuh." sambut Athifa mendukung ucapan Kayra. Membuat Nury memonyongkan bibirnya.
"Aamiin ya Allah." Fadhil malah mengamininya dengan cepat namun terucap di dalam hati.
"Halah, malah ngeledek orang, padahal tadi lo bapernya minta ampun saat Ustadz Zidan bilang pengen lamar dengan sholawat." ucap Nury meledek Kayra balik membuat Kayra terdiam.
Kali ini giliran Zidan yang salting. Sesekali ia melirik ke arah Kayra yang membuatnya merasa kagum akan aura yang terpancar pada wajah Kayra yang saat ini terbalut oleh kerudung coklat. Namun itu tak berlangsung lama. Kalimat istighfar selalu ia cetuskan dalam hati.
Sementara Nada malah ketar ketir. Ia khawatir dirinya akan mendapatkan ledekan juga dari teman-temannya. Jadi ia memutuskan untuk menghindar dari mereka terlebih dahulu.
"Emmm, aku ke toilet dulu ya ...." pamit Nada pada teman-temannya dengan hati-hati.
"Lo kenapa, Nad? Kepalamu sakit lagi?" Pertanyaan Nury membuat Athar terkejut. Nada yang melihat reaksi suaminya jadi gelagapan.
"Lo gimana sih Nad, katanya udah sembuh. Tahu gitu kita gak akan biarin lo main dulu kesini!" protes Kayra khawatir pada Nada yang semakin gelagapan apalagi melihat reaksi Athar yang semakin terkejut.
"Ah nggak, nggak. A–aku ng–nggak papa kok. A–aku cuma pengen buang hajat saja." tutur Nada sambil tersenyum meski sulit.
"Oh gitu, ya udah gih buruan ke toiletnya!" ucap Nury lega Begitu juga dengan Athifa dan Kayra. Nada mengangguk dan langsung melangkah menuju toilet.
"Apa? Jadi selama ini Nada sakit? Dan aku tidak tahu? Astaghfirullahal 'adzim ... suami macam apa aku ini yang berminggu-minggu telah mengabaikan istriku sendiri?" monolog Athar dalam hati.
Melihat yang lainnya terlibat percakapan, perlahan Athar melangkah mundur. Ia berniat ingin menyusul Nada secara diam-diam.
Sementara di dalam toilet, Nada mengelus-elus dadanya yang terus berdebar.
"Dasar Nury dan Kayra, kenapa mereka harus bilang kalo aku sempat sakit sih? Terus aku harus bilang apa dong kalo sampai mas Athar bertanya nantinya?" tanya Nada bingung sendiri.
Setelah tak terlihat oleh Raka dan yang lainnya, Athar melangkah tergesa-gesa sehingga ia malah tak sengaja menyenggol seorang gadis remaja yang sedang membawa secangkir teh hangat. Alhasil teh hangat itu tumpah mengenai lengan baju Athar hingga tangannya.
"Astaghfirullahal 'adzim!" seru Athar dengan kekagetannya.
"Aduh, ma–maaf Ustadz, saya nggak sengaja." ucap gadis remaja itu penuh sesal.
"Nggak papa, nggak papa." sahut Athar sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang terasa panas.
Reflek gadis remaja itu meraih selembar tisu yang ada di meja laci di sampingnya lalu mengusap-usap tangan serta baju Athar yang basah dengan tumpahan air teh tadi. Hal itu tak luput dari penglihatan Nada yang baru saja keluar dari toilet.
Nada terdiam dan bungkam melihat semua itu. Ada rasa nyeri yang tiba-tiba melanda hatinya. Matanya juga berkaca-kaca melihat pemandangan di depan matanya.
Athar juga terdiam dan tercegat saat melihat Nada apalagi reaksi Nada yang sulit diartikan.
Nada segera berlari kecil meninggalkan tempat yang membuat hatinya terasa nyeri.
"Ya Allah, Nada pasti sudah salah paham." pikir Athar dalam hati.
Tanpa menghiraukan gadis remaja itu, Athar juga ikut melangkah menyusul Nada.
"Nada tunggu!"
To be continue
==========
Assalamu'alaikum...
Haaai kakak... ini karyaku yang pertama disini. Minta like, vote n sarannya ya...
Salam sayang dari author.
Terima kasih kakak 💗
Jangan lupa dijadikan favorit ya😘