..
-Malamnya
Radi menemui Zahra yang berada di toko hijabnya, sesampainya disana ia melihat sang istri yang tengah melayani beberapa pembeli,
Ketika sang istri hendak meraih kotak yang berisi hijab, namun letak kotak tersebut berada di atas lemari yang agak tinggi, sehingga tangan Zahra belum bisa meraihnya
Radi mendekat ke arah Zahra,
"Zahra"
"Biar mas bantu"
Zahra mengalihkan pandangannya ke arah Radi,
Ia sedikit mengangguk dan tersenyum ke arah Radi,
"Eh, iya mas"
Radi meraihnya dengan mudah, dan memberikannya pada Zahra,
Zahra kembali tersenyum ke arah Radi,
"Makasih mas"
Radi mengangguk senyum,
"Iya"
"Tapi ndak gratis ya" bisik Radi pada Zahra
Zahra mengulumkan senyumnya,
"Heh, iya2, nanti Adek bayar kok" balas Zahra dengan berbisik juga
"Pake ciuman boleh kan" pinta Radi pada Zahra
Zahra mengangguk senyum,
"Iya boleh"
Zahra pun langsung membuka kotak tersebut, lalu memperlihatkan hijab tersebut pada pelanggannya
Setelah pelanggan tersebut membeli nya dan pulang, hanya tinggal Zahra dan Radi yang berada di dalam toko hijab tersebut
Radi duduk di samping Zahra,
Ia menghela nafas panjangnya,
"Ndak dingin ya?"
Zahra menggeleng cepat,
Ia tersenyum ke arah Radi,
"Ndak kok mas"
"Kan Adek pakai baju agak tebal" balas Zahra pada Radi
Radi mengangguk mengerti,
"Em"
"Zahra" panggil Radi pada Zahra, raut wajah Radi kali ini cukup serius
"Iya mas?"
"Apa kamu benar ingin menjodohkan Tama dengan anak kita, Zahira?" Tanya Radi pada Zahra
Zahra mengangguk senyum,
"Kalo bisa iya, kenapa Ndak mas?"
"Toh, kita sebagai orang tua seharusnya mendukung sih"
"Dengan digaris tebal, kalo Zahira nya mau ya" balas Zahra
"Em"
"Gimana ya--" ucap Radi seperti berpikir
Zahra mengerutkan keningnya,
"Gimana apa nya mas?" Tanya Zahra pada Radi
"Mas ragu sama Tama?"
"Tama itu anaknya baik lho"
"Ndak neko-neko juga" balas Zahra
Radi mengangguk mengerti,
Radi tau semua yang diucapkan Zahra tentang Tama itu benar,
Namun bukan itu yang Radi maksud, Radi hanya ingin menanyakan apakah Zahra mau mempunyai besan, seseorang yang pernah menguncinya di dalam gudang sekolah bersama dengan Radi,
"Iya sih"
"Mas juga tau itu"
"Tapi--
Zahra semakin mengerutkan keningnya, ia semakin penasaran,
"Tapi-- kenapa mas?"
"Ada dengan Tama mas?"
"Mas ih, jangan bikin Adek penasaran dong" balas Zahra agak kesal pada Radi
Radi memperlihatkan telapak tangannya yang memperlihatkan bekas luka yang ia alami waktu itu
Bekas luka yang ia terima ketika ia menepis ayunan tongkat bisbol yang hampir mendarat di kepala Zahra di masa lampau
Zahra setelah melihat bekas luka milik telapak tangan dari Radi, ia meneguk salivanya, dan mengalihkan pandangannya ke arah Radi di sampingnya
Raut wajah Radi saat ini benar-benar serius, Zahra sangat tau betul sifat suaminya
Ketika Radi benar-benar serius, ia tidak pernah main-main dengan ucapannya
"M'mas--?"
"Ada apa? Bicara sama Adek"
"Mas jangan natap kaya gitu ke Adek, k'kesan nya-- Adek kaya punya salah sama mas" pinta Zahra pada Radi
Radi menghela nafas,
"Maaf"
"Bukan maksud mas tadi, menatap Zahra seperti itu" ucap Radi ada Zahra
"Apa Zahra ingat, tentang kejadian di dalam gudang?" Tanya Radi pada Zahra
Zahra meneguk salivanya, ia mengangguk,
"M'memangnya-- ada apa mas?"
"Apa hubungannya Tama sama kejadian kita di dalam gudang"
"Seseorang, yang sedang berhubungan int*m di dalam gudang waktu itu, seseorang wajahnya terlihat dengan jelas waktu itu"
"Dan seseorang yang mengejar, memukul, mengunci, dan-- juga mengambil seragam kamu waktu itu-- adalah ayah dari Tama"
Sontak saja, Zahra langsung membelalakkan kedua matanya,
Ia menggeleng cepat,
"Ndak"
"Ndak mungkin! Itu Ndak mungkin!"
"Mas Ndak boleh bicara seperti itu, jangan bicara seperti itu mas!" Balas Zahra, seperti tak percaya dengan apa yang tadi bicarakan
Radi menghela nafas panjangnya,
Sang istri seperti tidak tau apa yang ia bicarakan, seakan akan ia seperti mengarang sebuah cerita kepada sang istri,
"Mas sudah tau apa reaksi kamu Zahra, saat mas berbicara seperti ini sama kamu" balas Radi
Raut wajah Zahra, jelas kecewa apabila itu semua adalah benar,
"Mas Radi"
"Mas jangan ngomong kaya gitu mas, mas tau dari mana??" Tanya Zahra pada Radi lagi, memastikan
"Zahra, dengerin mas baik-baik"
"Kejadian yang kita lihat di dalam gudang, itu bukan hanya kamu saja Zahra, mas juga ada di dalam situ"
"Dan mas melihat wajah orang itu, yang sama persis dengan foto yang ada di dompet dari Tama"
"Foto orang itu ada di dompet dari Tama, saat dompet Tama terjatuh, tadi ayah mengambilnya, awalnya mas mau menyimpan dan mengumumkannya, tapi-- itu semua buyar ketika mas melihat wajah orang itu di dompet dari Tama"
"Dan setelah Tama pulang dari kedai pelanggan sehabis mengantarkan pesanan, dia mencari dompetnya"
"Dan mas memberikannya lalu menanyakannya, tentu saja benar dugaan mas, Tama adalah anak dari orang yang ada di foto tersebut" jelas Radi pada Zahra
Zahra menghela nafas panjangnya,
Ia menggeleng cepat, ternyata selama ini ia mengelu-elukan anak dari orang yang pernah membuatnya di situasi terburuknya
Seseorang yang membuat Zahra kehilangan momen manis di masa remajanya, hingga akhirnya terpaksa menikah dengan Radi
Zahra yang awalnya sangat ingin menjadikan Tama sebagai calon menantunya, kini ia malah menjadi ragu dengan Tama
"A'apa yang mas ucapkan tadi-- benar?" Tanya Zahra yang masih saja memastikan apakah itu benar atau tidak kepada suaminya
Radi mengangguk,
"Iya"
"Itu benar"
"Zahra, mas tanya sekali lagi, apa mas pernah berbohong di situasi seperti ini??" Tanya Radi pada Zahra dengan nada tegasnya pada Zahra
Zahra pun tersentak, ia membelalakkan kedua matanya, ia juga meneguk salivanya,
Meski ia belum tau apa benar bahwa di dompet Tama terdapat foto orang tersebut atau tidak
Mendengar pertanyaan Radi yang di ulang hingga dua kali kepadanya, membuat nya semakin percaya bahwa, memang benar, apa yang dikatakan Radi tadi, dan Radi tidak berbohong
Setelah mendengar semua pernyataan tersebut dari Radi, membuat tubuhnya menjadi lemas
Kedua matanya menjadi satu dalam seketika
Situasi menjadi kembali tenang, ketika Zahra bersandar di bahu Radi, karena tubuh Zahra menjadi lemas
Namun masih sunyi dalam beberapa saat, hingga terdengar sedikit sesegukan dari Zahra
"Hiks"
"Maaf, hiks"
"Maafin Adek mas" ucap Zahra pada Radi, Zahra tiba2 menangis sesenggukan
Ia merasa sudah sedikit meninggikan suara nya kepada Radi, baginya itu adalah suatu tindakan yang kurang sopan
Radi juga merasa sedikit emosi dengan Zahra yang tidak paham dengan apa yang ia bicarakan, padahal sudah jelas ia menjelaskan secara gamblang, dan Zahra seperti hanya menganggap penjelasan tersebut seperti sebuah karangan dari Radi
Radi kembali menghela nafas,
Ia mengusap2 pipi Zahra,
"Zahra"
"Mas-- juga minta maaf"
"Mas adalah kepala keluarga disini, dan untuk masalah Tama, secepatnya akan mas selesaikan" ucap Radi pada Zahra
"Apa Zahra-- mau Tama keluar sekarang juga?" Tanya Radi pada Zahra, Radi memberikan salah satu pertimbangan kepada Zahra
Zahra mendongakkan wajahnya ke arah Radi, ia menggeleng cepat,
"Jangan mas!"
"B'bagaimana dengan Zahira mas?"
"Zahira-- pasti bakal benci sama mas, Adek Ndak mau itu terjadi, Adek mohon, mas jangan keluarkan Tama dari pekerjaannya" pinta Zahra pada Radi
Radi sedikit tersenyum,
"Mas Ndak punya pemikiran seperti itu, sebenarnya tadi mas haya bertanya saja"
"Mas sama sekali Ndak ada keraguan untuk Tama"
"Tama sudah mengijinkan kita untuk bertemu dengan ibunya"
"Karena orang yang ada di dalam foto tersebut, sebenarnya sudah tiada 1 tahun yang lalu" ucap Radi pada Tama
Zahra mengerutkan keningnya seketika,
"Eh, A'apa mas??"
"M'maksud mas-- laki-laki yang ada di gudang itu-- sudah meninggal?" Tanya Zahra, yang lebih terkejut lagi setelah mengetahui fakta ini
Radi menghela nafas,
Ia mengangguk,
"Iya Zahra"
"Dia sudah tiada"
"Jadi-- Tama hanya tinggal bersama dengan ibu nya"
"Dia yang menjadi tulang punggung keluarganya setelah ayahnya tiada"
"Mana mungkin mas tega mengeluarkan Tama seperti itu, sementara itu-- Tama bukan orang yang sama seperti ayahnya, dan yang kita tau, Tama mempunyai sifat yang berbanding terbalik dengan ayahnya"
"Mas juga terkejut tadi"
"Mendengar penjelasan dari Tama, Mas sudah memaafkan kesalahan ayahnya, semoga dia tenang"
"Meksipun kita Ndak akan lupa sama kejadian itu, dan berakhir dengan trauma, tapi kita bisa memaafkan dari apa yang telah dia lakukan kepada kita"
"Dia manusia, sama seperti kita"
"Pernah berbuat salah" jelas Radi pada Zahra
Zahra yang mendengar penjelasan Radi, membuat nya mengerti dengan posisi Tama
Ia tidak bisa menyalahkan Tama, karena Tama bukanlah orang yang seperti itu
"Zahra paham kan apa yang sudah mas jelaskan tadi?" Tanya Radi pada Zahra
Zahra mengangguk mengerti,
Ia sedikit tersenyum,
"Iya mas, Adek paham"
°°
Next,
Ada komentar?