..
-Malamnya
Zahira nampak berada di Caffe, ia nampak seperti melamun sedari tadi, Salah satu karyawan Radi, Hesti juga memperhatikannya
Tak lama dari itu, Tama yang baru saja selesai sholat isya lewat di belakang Hesti
"Tam" panggil Hesti pada Tama
"Eh, iya Hes? Kenapa?" Tama mendekat ke arah Hesti
"Em, Zahira-- kenapa ya?"
"Dia kaya lagi galau berat gitu" ucap Hesti pada Tama
Tama mengalihkan pandangannya ke arah Caffe, memang benar, Zahira tengah duduk melamun
Ia hanya memutar-mutar sendok di dalam secangkir kopi di depannya dengan tatapan kosongnya
Tama hanya berpikir bahwa Zahira sedang tidak ingin di ganggu
Tama kembali mengalihkan pandangannya ke arah Hesti di sampingnya,
"Mungkin dia lagi pengen sendiri" ucap Tama pada Hesti
Hesti mengangguk mengerti,
"Tapi-- ngga biasanya lho dia begini, dia udah lama di situ"
"Kamu samperin gih, tanya gitu, kalo ngga sih buatin kopi andalan kamu biar dia senyum lagi" ucap Hesti pada Tama
Tama kembali mengalihkan pandangannya ke arah Zahira dari kejauhan,
Dari sorot mata Tama terlihat jelas, ia sangat memperdulikan Zahira
Tama Memang menyukai Zahira sudah sejak lama, sejak pertama kali Tama Bertemu dengan Zahira
Awalnya Tama mengira bahwa Zahira adalah pelanggan Caffe, dan Tama sangat pede untuk mendekati Zahira, namun keesokan harinya Tama mengetahui bahwa Zahira adalah anak dari Radi sang pemilik caffe
Namun ia sadar, bahwa Zahira adalah anak dari pemilik Caffe, sementara itu ia hanyalah karyawan biasa yang kapan saja bisa diberhentikan dari pekerjaannya
"Kenapa malah ikut bengong?" Tanya Hesti pada Tama
Tama pun mengerjapkan kedua matanya, ia meneguk salivanya,
Dari sisi lain Radi muncul tak jauh dari mereka berdua mengobrol, namun keduanya belum menyadari kehadiran Radi
"Kamu suka kan sama Zahira?" Tanya Hesti pada Tama
Mendengar hal itu, Radi memberhentikan langkahnya dan sedikit mendengarkan percakapan antara Tama dan juga Hesti
Tama belum menjawabnya,
"Kalo suka, perjuangin aja, mumpung masih aja waktu" ucap Hesti pada Tama
"Dia sudah punya pacar" balas Tama saat itu juga,
"Eh, s'serius Tam?" Tanya Hesti, sempat tak percaya
Tama mengangguk,
"Iya"
"Dia pernah bercerita denganku waktu itu, dia-- sangat mencintai laki-laki yang dia sebut dengan pacar"
"Aduh, salah bicara lagi"
"M'maaf Tam, aku ngga tau kalo Zahira udah punya pacar sebelumnya" ucap Hesti pada Tama
Tama mengangguk dengan sedikit senyumnya,
"Kalo pun aku suka sama dia"
"Dia-- pasti mikir dua kali, dan bukan hanya dia, pak Radi juga pasti ngga bakal setuju kalo aku dekat dengan Zahira, karena aku hanya karyawan cafe biasa" balas Tama, ia kembali membalikkan badannya
Radi membelalakkan kedua matanya, terperangah ke arah Tama
Ucapan itu langsung masuk ke pikiran Radi,
Karena aku hanya karyawan Caffe
Karena aku-- hanya karyawan Caffe
Hanya?
Hanya karyawan Caffe?
Radi sempat sedikit melamun menatap punggung Tama,
Apa anak ini-- benar-benar mencintai putriku?
Atau--
Ah,
Kenapa aku malah berpikiran yang aneh-aneh
Kenapa aku seperti ndak ingin menerima dia
Padahal kan--
Aku dulu, juga hanya karyawan Caffe biasa
Kalo bukan ucapan dari Zahra yang ndak memperdulikan apapun perkejaan ku selagi itu adalah pekerjaan halal
Aku sangat bersemangat,
Dan aku-- juga sangat mencintai dia
Saat itu juga Radi mengerjapkan kedua matanya, sadar,
Ia menghela nafas panjangnya, dan setelah itu ia berjalan ke arah Tama dan juga Hesti
"Ekhem" Radi berdehem
Mereka berdua terkejut bahwa Radi berada di belakang mereka,
"Eh, p'pak Radi" pekik Tama
Hesti membelalakkan kedua matanya, ia terkejut, apalagi Tama
Ia kaget bukan kepalang, Pasalnya ia baru saja membicarakan Zahira, putri dari Radi
Entah sejak kapan Radi berada di belakangnya
J'Jangan2
Pak Radi-- dengar semuanya
Aduh!!
Gimana nih,
Kalo pak Radi bilang sama Zahira, atau pak Radi bakal marah sama aku,
Trus mecat aku saat ini juga, aku belum siap
Gumam Tama,
Ia benar-benar sangat gemetaran menatap Radi,
Radi menatap Tama,
Tama langsung menundukkan kepalanya,
Tama merasa panik, Radi pasti mendengar apa yang ia katakan nya tadi pada Hesti
"M'maaf pak"
"S'saya permisi mau ke depan dulu" ucap Tama pada Radi,
Radi mengangguk mengerti,
"Iya"
Tama mengangguk
Dan berlalu meninggalkan Hesti dan juga Radi,
Setelah Tama berlalu, Hesti kembali melanjutkan pekerjaannya,
"Hesti" panggil Tama
"Eh, i'iya pak?"
"A'ada yang bisa saya bantu?" Tanya Hesti pada Tama, Hesti juga agak panik terlepas dari pembicaraan nya dengan Tama tadi
Ia juga berpikir bahwa Radi mendengar semuanya dengan jelas, ia jadi tak enak pada Radi
"Boleh saya bertanya sesuatu pada kamu?" Tanya Radi lagi
Hal itu semakin membuat dugaan Hesti benar, bahwa Radi memang mendengar semuanya dengan jelas
"Apa yang kamu bicarakan tadi benar?" Tanya Radi pada Hesti
Hesti meneguk salivanya,
"Eh, y'yang mana pak?" Tanya Hesti pada Radi
"Soal Tama, menyukai anak saya" balas Radi dengan jelas
Hesti kembali meneguk salivanya,
Aduh!!
Bener kan dugaan ku,
Pak Radi dengar semuanya!
Gimana nih???
J'jawab jujur apa bohong??
Soalnya kalo aku jawab jujur takutnya Tama di pecat!!
Tapi kalo bohong,
Nggak mungkin, pak Radi kan sepertinya udah denger semuanya!!
Itu sama saja, aku malah memperkeruh keadaan!
Gumam Hesti dalam hati
"Em, b'bapak-- salah denger mungkin, m'maksud saya tadi--
Radi menghela nafas,
"Ndak apa-apa Hesti, jawab saja"
"Saya Ndak marah" pinta Radi pada Hesti untuk menjawab pertanyaan adi dengan jujur
Hesti kembali meneguk salivanya,
"Pak Radi-- ngga marah kan? Pak Radi ngga bakal mecat saya atau Tan saya kalo saya jujur" Tanya Hesti lagi
Radi mengangguk,
"Iya"
"Lagian tadi kan saya cuma bertanya" balas Radi
Hesti pun mengangguk,
"Jadi apa jawabannya?" Tanya Radi lagi
Hesti mengangguk,
"I'iya"
"Tama suka sama Zahira" balas Hesti pada Radi
Radi mengalihkan pandangannya ke arah Tama yang tengah melayani pembeli
"Apa sudah sejak lama, Tama menyukai anak saya?" Tanya Radi lagi pada Hesti
Hesti kembali mengangguk,
"I'iya pak"
"Setau saya-- memang sudah sejak lama" balas Hesti pada Radi
Radi kembali mengangguk,
"Terimakasih atas jawabannya"
"Saya ndak marah, apalagi sampai memecat teman kamu" ucap Radi pada Hesti
Tak lama dari itu,
Radi kembali masuk ke dalam rumah, sesampainya tepat di ruang keluarga,
"Ayah!" panggil Sese pada Radi
Radi menoleh ke sumber suara tersebut ternyata adalah Zahra,
"Iya?"
"Haduh, ayah ini ya, dicariin malah Ndak ada, ayah tadi kemana sih?" Tanya Zahra pada Radi
"Ke depan Bun, lihat situasi Caffe sebentar" balas Radi
"Oh"
"Hehe" balas Zahra sedikit cengengesan,
"Ada apa bunda?" Tanya Radi pada Zahra
"Em, anu yah, mangga yang ada di dalam kulkas, bunda makan semua boleh Ndak?" Tanya Zahra pada Radi
Radi mengangguk dengan sedikit senyumnya,
"Iya, ndak apa-apa"
"Itu memang buat bunda" balas Radi
"Eh, s'serius yah?"
"Ayah tadi Ndak bilang gitu loh sama bunda, tau gitu bunda makan dari tadi, Ndak susah-susah nyari ayah" balas Zahra
Radi mengusap2 pipi Zahra, ia tersenyum,
"Iya bunda" balas Radi lagi
Zahra tersenyum,
"Bun"
"Iya?"
"Boleh ngobrol serius sama ayah Ndak Bun?" Tanya Radi pada Zahra
"Eh, b'boleh"
"Ayah juga biasanya juga serius kok" balas Zahra
"Iya"
"Kali ini lebih serius" balas Radi lagi
"Iya, ada apa yah?" Tanya Zahra pada Radi
"Bunda dulu Nerima ayah waktu ayah bilang ayah cuma diterima kerja di kedai kopi biasa, apa alasan bunda Nerima pekerjaan ayah waktu itu?" Tanya Radi pada Zahra
Setelah mendengar pertanyaan dari Radi, ia menghela nafas, dan sedikit tersenyum,
"Oh itu ya"
"Ada banyak alasan sih"
Radi mengerutkan keningnya,
"Banyak alasan?"
Zahra mengangguk senyum,
"Iya"
"Apa aja?" Tanya Radi lagi
"Salah satunya?" Tanya Zahra balik
"Semuanya juga boleh" balas Radi lagi
Zahra tersenyum,
"Iya deh, semuanya" balas Zahra
"Yang pertama, ayah kerja itu masih muda, masih butuh pengalaman juga, ayah perlu itu"
"Ayah kan Ndak punya ijazah, jadi-- juga kalo pindah kerja di tempat lain, harus butuh ijazah SMA kan?" Jelas Zahra pada Radi
Radi mengangguk mengerti,
"Iya juga ya"
"Nah maka dari itu" balas Zahra
"Oh, jadi itu alasan bunda" ucap Radi pada Zahra
"Eh, bukan itu aja" balas Zahra lagi
"Lho, masih ada lagi?" Tanya Radi lagi
"Iya lah"
"Masih ada" balas Zahra lagi
"Apa?" Tanya Radi lagi
"Biar ayah maafin bunda waktu itu, kan udah maki-maki ayah, sama maki-maki keluarga ayah tepat di depan ayah"
"Nyesel aja waktu itu, takut Ndak di Maafin sama ayah" jelas Zahra lagi
"Trus, ayah kerja kan juga buat bunda, jadi-- kenapa bunda harus nolak pekerjaan ayah, kan sebagai karyawan kedai juga sesuatu pekerjaan yang halal kan"
"Yang terakhir, bunda kangen sama ayah, ayah dari pagi Ndak ada kabar sedikit pun, pada ayah pulang, bunda jadi seneng, trus bunda terima pekerjaan ayah" jelas Zahra pada Radi
Radi yang mendengar hal itu pun sedikit tersenyum,
"Terimakasih" ucap Radi pada Zahra
"Kenapa bilang terimakasih?" Tanya Zahra pada Radi
"Ya karena udah Nerima pekerjaan ayah dulu" balas Radi
"Yang harus bilang terimakasih itu bunda, ayah Ndak ninggalin bunda waktu itu, bunda pikir ayah pergi tanpa memikirkan nasib bunda" ucap Zahra pada Radi
Radi kembali tersenyum,
°°
Ada komentar?