BROTHER BUT MARRIAGE "BBM" [S...

By IndahTriFadillah

7M 654K 127K

Dia Kayla Lavanya Ainsley, sosok gadis remaja berusia 18 tahun yang harus terpaksa menikah dengan Rakadenza Z... More

CAST
TRAILER
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30 •SPECIAL•
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Extra Chap 1
Extra Chap 2
Extra Chap 3
Pengumuman: Sequel?
Penting!!
INFO PENTING BBM
INFO PO BBM
VOTE COVER+GIVE AWAY
GIVEAWAY & PAKET NOVEL
Extra chap 4
GIVE AWAY & PO KE-2 BBM
PAKET SEPECIAL PO KE 2 BBM
New Story "LANGIT FAVORIT ARTHUR"

Chapter 51

130K 10.6K 3K
By IndahTriFadillah


Jangan lupa spam komen yaa!!
Vote dulu biar gak lupa, oke^^



Buat yang belum follow aku, ayo buruan follow dulu biar gak ketinggalan informasi cerita ini di wall:)



Suka sama ceritanya? Jangan lupa bantu share yaa❤❤



Yang belum vote cerita ini dari awal chapter, boleh tolong di vote dulu^^





Apa kabar nih?
Akhirnya aku up lagi walau belum bisa balik seperti biasa.
Ada yang kangen sama update-an cerita aku gak?



Buat yang masih setia stay nungguin cerita ini up, makasih banyak ya<3




Kini tidak ada lagi yang lebih berharga dari kedua malaikat yang menjadi penyemangat

~Kayla Lavanya Ainsley~






Di atas ranjang rumah sakit Raka dengan wajah pucat dan tubuh tidak bertenaga tengah memandangi langit-langit ruangan ber cat putih tempatnya dirawat dengan pandangan kosong. Sejak sadar dari pingsannya dua jam yang lalu lelaki itu hanya diam melamun.

Sean dan Zion yang sudah mecoba berbagai cara agar sahabatnya itu setidaknya mau berkomunikasi dan mengisi perutnya dengan makanan hanya bisa pasrah saat setiap kali penolakan keras dari Raka mereka terima. Lelaki itu benar-benar seperti telah kehilangan semangat hidup sejak rasa penyesalan menimpanya.

"Ka, Makan dulu" Titah Sean. "Lo gak laper emangnya seharian merenung terus"

Untuk pertama kalinya sejak dua jam yang lalu akhirnya Raka mau menoleh merespon. "Gue gak mau makan menu rumah sakit" Ucapnya pelan.

"Yee... Lo udah sakit sempet-sempet nya request menu" Cibir Zion di sofa.

"Ayam bakar atau gue gak makan" Putus Raka dengan nada tidak ingin dibantah.

"Gak bisa, Lo harus–"

"Gue lagi kangen Kayla. Dia suka banget sama Ayam bakar" Lirih Raka mengalihkan pandangan kembali menatap langit-langit ruangan. Tanpa sadar ia meneteskan air matanya.

Mendengar itu Sean, Zion, Beby serta Alexa yang berada di sana saling menatap satu sama lainnya. Mereka mengerti akan kesedihan Raka, hanya saja bukankah ini sudah menjadi takdir yang harus Raka terima atas perbuatannya di masa lalu?

"Mau sampai kapan lo kayak gini? Tubuh lo juga butuh diperhatiin" Ujar Sean. "Kalau lo sakit-sakitan gimana mau cari Kayla?"

"Udah tiga tahun dan sampai sekarang belum ada sedikitpun tanda keberadaan Kayla" Balas Raka mengusap wajahnya frustasi. "Setiap malam gue selalu kepikiran kira-kira Kayla dan anak gue gimana keadaannya diluar sana. Itu benar-benar nyiksa gue"

"Tuhan boleh hukum gue, tapi jangan Kayla dan anak gue" Raka mencengkram rambutnya dengan sebelah tangannya yang tidak diinfus. "Gue berharap selama tiga tahun ini semua kesulitan mereka gue yang gantiin"

Kalimat Raka barusan sangat menusuk hati Beby. Dia juga sangat merindukan Kayla dan masih begitu terluka mengingat perlakuan Raka pada sahabatnya. Hanya saja Beby coba berdamai dengan masa lalu atas pengertian yang Zion berikan. Inilah takdir, begitu katanya.

Berbeda dengan Sella yang masih belum bisa memaafkan Raka begitu saja. Wanita yang sudah resmi menyadang status sebagai seorang istri dan ibu sama sepertinya itu tidak ingin bertemu dengan Raka sampai Kayla kembali ditemukan.

"Mmmaa Pppaaa cuuu" Suara rengekan bayi dari pangkuan Beby mengambil alih fokus para orang dewasa itu.

"Kamu mau susu?" Tanya Beby berusaha memperjelas permintaan putrinya.

Ziquella mengangguk-anggukan kepalanya membenarkan permintaan ibunya. Melihat itu Beby memilih permisi keluar mencari tempat untuk menyusui putrinya diikuti oleh Zion yang membantu menenangkan putri mereka. Kini tersisa Alexa, Sean dan Raka yang saling diam tidak ingin membuka suara.

Hingga akhirnya Raka dengan senyum mirisnya mengeluarkan satu kata yang begitu menyayat hati. "Kapan ya gue bisa denger anak gue panggil Kayla dengan sebutan Mamah kayak Ziquella"

"Kenapa harus Kayla? Memangnya lo gak mau denger di panggil Papah juga sama anak lo?" Tanya Sean.

"Gue terlalu brengsek, Yan. Ngerasa gak pantes disebut Papah" Ujar Raka sendu. "Kalau gue memang seorang Ayah, tugas yang Zion lakuin sekarang ke Beby dan anaknya pasti juga gue lakuin ke Kayla dan anak gue"

"Bagus kalau lo sadar"

Raka kembali menoleh menatap Sean dan Alexa bergantian. "Mamah gue mana? Kata dokter gue sakit apa?"

"Lagi pergi ke panti asuhan" Sahut Sean menjawab pertanyaan pertama Raka.

Setelah tiga tahun lamanya Vania memang memiliki rutinitas mengunjungi setiap panti asuhan untuk mengurangi sedikit rasa rindu dan kesedihan akan menghilangnya Kayla dan cucunya. Setiap kali wanita paruh baya itu memandangi anak-anak panti bermain dia langsung membayangkan seandainya tengah memperhatikan cucu-cucunya yang bermain di sana. Ada rasa bahagia tersendiri di dalam hati.

"Untuk penyakit kata dokter lo mengalami depresi berat" Ujar Sean. "Kalau aja Mamah lo gak ada buat ngurusin, mungkin sekarang lo udah gila" Sarkas nya.


Cklek


Pintu ruangan terbuka dengan sangat pelan menampilkan Vania dengan setelan baju hangatnya dan sebuah bungkusan di tangannya. Ia mendekati Raka mengusap dahi putranya yang terasa sangat panas. "Akhirnya kamu sadar juga. Mamah bawain Ayam bakar, ayo makan dulu. Tadi Zion bilang kamu lagi pengen Ayam bakar, kan?"

Raka mengangguk meski pahit dan mual membuatnya tidak bisa merasakan kenikmatan Ayam bakar yang Vania suapkan padanya. Dia masih terngiang akan perkataan Sean tadi. Satu persatu kesakitan yang dulu Kayla rasakan kini mulai dirinya rasakan juga.

"Maafin Raka ya, Mah" Ucap Raka menggenggam tangan Vania yang semula hendak menyuapinya. "Aku gagal jaga Kayla dan anak kami seperti permintaan Mamah"

"Jangan hanya minta maaf, Ka. Mamah butuh bukti kalau kamu memang tulus meminta maaf dengan membawa Kayla dan cucu Mamah kembali pulang ke rumah bersama kita"

Vania menarik tangannya dari genggaman Raka lalu mengusap pundak putranya lembut.

"Dokter bilang besok kamu udah bisa pulang. Mamah dan Zion mau ajak kamu ke Panti Asuhan di Desa Kebumi, mungkin dengan bertemu anak-anak di sana semangat kamu bisa kembali seperti Mamah untuk mencari Kayla dan anak kamu"

Raka hanya bisa diam menuruti. Terlepas hal itu bisa membuatnya sedikit lebih tenang atau tidak, setidaknya dia sudah berusaha untuk menenangkan diri. "Mamah dan yang lain bisa keluar? Aku lagi pengen sendiri" Pintanya.

Yang lain mengangguk beranjak keluar. Setelah ruangan benar-benar kosong Raka mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Layar pertama pada benda pipih itu memperlihatkan sebuah foto yang tidak bosan dia lihat dan pandangi selama tiga tahun ini.

Seorang wanita dengan setelan baju hangat berbulu di bagian lehernya tengah memandangi bunga-bunga sakura yang tertutup salju dihadapannya. Raka mengambil foto itu diam-diam tanpa sepengetahuan sang empu saat liburan di Korea dulu. Kayla dengan senyum manis dan rambut hitam yang tergerai panjang terlihat sangat bahagia di dalam foto itu.

Raka kembali meneteskan air matanya diiringi rasa sesak luar biasa di dadanya. "Aku kangen panggilan Captain dari kamu, Kay...." Lirihnya.

"Tetap bahagia ya di manapun kamu saat ini, walau alasan bahagianya bukan karena aku" Tenggorokannya terasa tercekat membayangkan dua kemungkinan yang terjadi pada Kayla.

Bahagia dengan lelaki lain atau hidup penuh dengan penderitaan mengingat wanita itu harus menopang dirinya dan anak mereka sendiri. "Kamu wanita tangguh kedua buat aku setelah Mamah. Jaga diri kamu dan anak-anak ya cantik, kalau suatu saat Tuhan memang menakdirkan kita untuk berpisah dan gak akan pernah ketemu lagi"

Jari-jari Raka mengusap foto Kayla dengan air mata yang tidak berhenti mengalir. "Jangan sakit-sakit. Kamu sekarang udah gak terikat sama aku, itu berarti kamu gak akan ngerasain yang namanya luka lagi"

Entah bagaimana lagi cara Raka mendeskripsikan luka di hati yang sungguh menyiksanya.

Tidak ada lagi Kayla yang menyambut kepulangannya setelah bekerja, tidak ada lagi Kayla yang memeluknya hangat setiap kali dia tertidur, tidak ada lagi Kayla yang akan mengusap air matanya setiap kali dia merindukan Papahnya, dan tidak ada lagi Kayla yang begitu memperhatikan pola makan nya.

"Dulu orang tua ku gak bisa membangun keluarga harmonis dan indah buat aku. Sekarang aku pun sama, Kay. Aku dan Papah gak ada bedanya" Raka menarik rambutnya kasar dengan tangis yang semakin menjadi saat kepalanya ikut berdenyut sakit luar biasa.

"Kamu bukan anak wanita perebut dan kamu bukan wanita munafik. Aku yang bodoh karena terlalu percaya sama ucapan orang lain dibanding kamu, istri aku sendiri"

Lelaki dengan segudang luka yang ia simpan tiga tahun ini menangis meraung seorang diri seperti kebiasaan yang dilakukannya saat di kamar. Raka menyesal, benar-benar menyesal hingga penyesalan itu seolah tengah membunuhnya perlahan-lahan.

Harus kalian tau penyesalan ini bahkan lebih menyakitkan dari surat pernyataan yang mengatakan bahwa dirinya sulit memiliki anak, depresi berat, kehilangan pekerjaan, dan harus mengidap tumor di kepala tanpa sepengetahuan siapapun termasuk Mamahnya.

Perkataan dokter ber minggu-minggu lalu yang meminta Raka untuk segera dioperasi sebelum tumor di kepalanya semakin ganas tidak lelaki itu hiraukan. Dia bertekad akan melakukan operasi itu setelah dirinya bertemu dan mendapat maaf dari Kayla dan anak mereka.


Sejauh mana umur membawanya tetap hidup, hanya Tuhan yang tau.




°°°°°




"Bunda, Bunda... Lumah kita kelen bisa tulun ail dali atap" Eca dengan cengiran lucunya menarik-narik ujung baju Kayla yang tengah sibuk menampung air hujan dengan ember.

"Iya, Bunda hebat bisa beli lumah kelen kayak gini. Atap nya ada yang bolong bisa liat bulan" Sahut Eza terkekeh geli menimpali dengan anggukan semangat. "Pasti mahal ya bunda"

Kayla hanya bisa tersenyum tipis sebagai balasan. Dia bingung harus merespon seperti apa atas pemikiran anak kembarnya.

Mereka memang sudah mulai menempati kontrakan sederhana ini sejak kemarin malam. Semuanya masih baik-baik saja sebelum akhirnya hujan deras melanda malam ini. Beberapa atap bocor hingga air hujan turut masuk ke dalam rumah. Kayla sendiri tidak heran mengingat harga kontrakan ini perbulannya cukup murah untuk ditempati.

Melihat betapa semangat dan bahagianya Eza serta Eca membantunya untuk menampung air hujan dari atap dengan ember, membuat perasaan bersalah di hati Kayla mendadak muncul. Andai kedua anaknya tau jika ini bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, sudah pasti mereka akan menunduk sedih melihat rumahnya tidak sebagus anak lain.

Setidaknya untuk saat ini Kayla tidak lagi menyusahkan Bi Jiah, begitu pikirnya. Dia merasa lebih tenang saat bisa hidup mandiri tanpa harus kembali membebani Bi Jiah dan anak-anak di Panti.

"Eza liat muka Eca basah" Ujar Eca kegirangan saat rintikan air hujan dari atap yang semula ditampung Kayla dengan ember ternyata tidak tertampung dengan benar dan malah mengenai wajah gadis kecil itu.

"Eca sini, nanti kamu sakit" Eza coba menarik adik kembarnya, namun sikap keras kepala Eca yang tidak mau mendengarkan membuatnya sedikit frustasi.

Daripada dia harus dipukul dan dijambak seperti kejadian di Panti lebih baik dia memanggil Kayla untuk menghentikan kegiatan Eca.

Eza melirik ke arah Bundanya lalu menggoyang-goyangkan badan Kayla coba menyadarkan wanita itu dari lamunan. "Bunda, Eca main ail" Adunya.

Kayla tersadar kemudian terbelalak kaget saat melihat wajah Eca dan rambutnya sudah basah karena air hujan. Ia buru-buru meletakkan ember nya menarik lembut tangan Eca dan Eza untuk segera ke kamar.

"Kenapa main air?" Tanya Kayla sembari mengelap kepala Eca dengan handuk. "Nanti kalau Eca sakit gimana? Seneng liat Bunda nangis, hmm?"

Gadis kecil itu memajukan bibir bawahnya menahan tangis. Kayla memang tidak memarahinya, namun perkataan wanita itu sungguh menyentuh hati Eca. "Maaf, Bunda.... Eca nakal"

"Lain kali jangan diulangi, oke?" Peringat Kayla lembut mengecup dahi Eca dan Eza bergantian lalu memangku kedua anak kembar itu di masing-masing sisi paha nya.

"Bunda, Eca boleh tanya nggak?"

Kayla mengerutkan dahinya, jarang sekali Eca meminta izin untuk bertanya seperti ini. "Boleh, sayang. Mau tanya apa?"

"Tadi Eca mau ajak main temen yang ada di sebelah lumah kita, tapi Ibunya malah-malah gak kasih dia main sama Eca. Katanya Eca anak halam, gak punya Ayah" Ujar gadis kecil itu. "Anak halam itu apa Bunda?"

Wajah Kayla berubah pias memucat. Hatinya sungguh sakit mendengar kalimat menjijikkan itu dari mulut anaknya sendiri. Matanya memanas dengan tenggorokan terasa tercekat. Jahat sekali orang-orang itu mengatakan hal menyakitkan pada putrinya yang bahkan belum mengerti arti dari kata yang mereka lontarkan.

"Anak halam itu anak yang nakal, Ca. Iya kan Bunda?" Sahut Eza. "Makannya kamu jangan suka nakal bantah ucapan Bunda. Gak ada temen kan jadinya"

"Ihhhh enggak, Eza! Kata Ibu itu kita gak punya Ayah makan nya dibilang anak halam! Bukan kalena Eca nakal" Dengus Eca marah tidak terima.

Sudah cukup! Kayla tidak tahan lagi. Hatinya benar-benar tidak kuat lagi mendengar perdebatan anak-anaknya.

"Ayah itu orang yang suka bacain dongeng sebelum kita tidur, suka beliin mainan, beliin rumah hebat, dan rawat kita kalau lagi sakit" Ujar Kayla menahan suaranya agar tidak bergetar. "Ayah itu juga hero yang bakal nangis kalau anak-anaknya sakit"

Kedua bocah itu mengangguk kemudian menopang dagu bersamaan menunggu ucapan Kayla selanjutnya.

"Sekarang Bunda gantian tanya. Siapa yang ngelakuin semua itu ke kalian?"

"Bunda" Jawab keduanya bersamaan.

Eza dengan wajah sumringahnya menatap Kayla penuh dengan rasa bangga karena sudah mengerti ucapan Bunda nya. "Belalti Bunda itu Ayah juga buat kita?"

"Emang Bunda jadi Ayah?" Timpal Eca ikut bertanya.

"Iya dong... Kan yang nyari uang Bunda, Iya kan? " Ujar Kayla tersenyum. "Bunda kan ker–?"

"Jaaaa" Sambung kedua anak kembar itu kompak.

"Cari uang buat siapa?" Tanya Kayla.

"Buat Eza dan Eca" Sahut Eza.

"Buat beli apa?" Tanya Kayla lagi.

"Emmm, Beli susu sama mainan!" Kali ini Eca yang menyahuti ucapan Bundanya dengan logat lucunya.

Kayla tertawa pelan mendengarnya. "Terus kalau ditanya orang atau ibu-ibu tadi, Eca dan Eza Ayahnya siapa?"

"BUNDA...!!" Teriak dua anak kembar itu lalu memeluk Kayla erat. "Yeayy kita punya Ayah sama Bunda....!"

Kayla membalas pelukan itu tidak kalah erat. Dia menangis tanpa suara dibalik punggung Eca dan Eza sembari mengusapnya lembut. "Jadi mulai sekarang berhenti bahas ucapan ibu-ibu tadi, karena kalian punya Ayah dan Bunda sama kayak temen-temen lainnya"

"Iya Bunda" Balas Eza sambil melepas pelukan. Iya melihat air mata di pipi putih Kayla membuatnya bergerak menghapus cairan bening itu dengan jari mungilnya. "Bunda kenapa nangis?"

Mendengar itu Eca ikut melepas pelukan. "Bunda sakit?"

"Bunda cuma kangen nenek Jiah. Besok kita ke rumah Nenek, mau?" Tanya Kayla.

Kedua anaknya mengangguk semangat. "Mau Bunda!" Serunya berteriak semangat.

"Besok selama Bunda kerja jangan nakal-nakal sama nenek, paham?"

Eza turun dari pangkuan Kayla lalu bergerak hormat. "Paham Bunda cantik!"

Kalimat manis itu membuat air mata Kayla kembali jatuh. Ia buru-buru menggendong Eza dan Eca bergantian lalu menidurkan keduanya di atas ranjang kecil. "Sekarang kalian tidur, udah malem. Besok kita pagi-pagi harus berangkat ke rumah nenek"

"Bunda juga tidul ya" Ucap Eza memberi kecupan di pipi Kayla.

"Selamat malam Bunda" Imbuh Eca.

Kayla membalas tersenyum beranjak keluar kamar lalu menutup pintu. Ia memandang ruang tamu yang cukup berserakan akibat terburu-buru menampung air hujan. Bahkan beberapa ember sudah penuh hingga airnya tumpah membasahi lantai. Beruntung hujan sudah mulai reda.

"Maafin Bunda sayang...." Lirih Kayla duduk bersandar pada pintu kamar dengan tangis tanpa suara seorang diri.












Haiii semua!!!



Semoga Chap ini cukup mengobati rasa rindu kalian sama Kayla, Raka, dan si kembar ya, hehehe....



Btw, aku masih punya banyak kejutan di chap selanjutnya. Jadi pantengin cerita ini sampai end, okee><



Spoiler dikit, next chap ada yang bakal ketemuan nih😆
Siapa hayo kira-kira?



Mau tes dulu masih ada yang teguh pendirian gak nih....


Sad ending?

Or

happy ending?



Ramein chapter ini ya, aku usahain curi waktu biar bisa cepet up. Bantu do'ain juga biar kerjaan aku cepet kelar, gak ada halangan, dan bisa secepatnya up kayak biasa:)



See U Next Chapter ❤❤













Continue Reading

You'll Also Like

216K 19.5K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
159K 25.5K 47
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
187K 18.5K 70
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
69.4K 6.4K 74
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...